•Seola•

1.4K 151 2
                                    

"Terima kasih, karena sudah mentraktirku makan."

Dengan merasa tidak bersalah sedikit pun, Wonho mengucapkan terima kasih padaku karena aku baru saja mentraktirnya makan. Hitung-hitung sebagai rasa terima kasihku karena ia sudah menyelamatkanku dari telepon Daniel tadi. Tapi rupanya ia masih tidak merasa bersalah karena sudah datang telat dan mengabaikan pesanku selama hampir satu jam.

"Tahu tidak kalau kau itu menyebalkan?" sindirku langsung pada dirinya yang tepat berjalan di sampingku. Sekarang ia sudah mengenakan topi dan maskernya lagi karena di sini adalah tempat umum. Setelah selesai makan di restoran langganan biasa, aku memutuskan untuk pulang ke rumah sembari melewati entertainment tempat Wonho berlatih. Kebetulan sekali memang searah.

"Bukankah kita memang sama-sama menyebalkan, makanya kita bisa bersahabat lama seperti ini?" ucapnya dengan nada yang membuatku muak.

Aku memutar kedua bola mataku. "Setidaknya aku tidak akan pernah sesibuk dirimu menjadi seorang idol dan melupakan keluarga serta teman-temanmu."

"Aku tidak pernah melupakan keluarga dan teman-temanku. Buktinya aku tidak melupakanmu dan tetap datang padamu, bukan?"

Aku menyilangkan tangan dan hanya terus berjalan sambil mendengarkannya berbicara.

"Mengapa kau sangat membenci idol?" tanya Wonho penasaran. Ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, seakan menganggap jalanan ini adalah sebuah acara fashion show.

"Aku hanya merasa kalau menjadi idol itu adalah sebuah pilihan terakhir kalau kau memang sudah tidak bisa mencari pekerjaan lagi. Kau hanya tinggal menjual suaramu, wajahmu, tubuhmu kepada para penonton. Lalu, kau akan mendapatkan uang dengan mudahnya."

"Justru bukankah itu poinnya? Memiliki sebuah pekerjaan yang dapat dengan mudah menghasilkan uang?"

"Entahlah, aku merasa pekerjaan itu tidak cocok untukku."

Tanpa terasa, kami berdua sudah sampai tepat di depan entertainment tempat Wonho menjadi trainee. Dan itu artinya kami akan berpisah di sini.

"Sudah sampai. Aku akan pulang ke rumah sekarang," ucapku malas sambil membetulkan posisi ranselku. Tepat saat itu ada seseorang yang keluar dari dalam gedung. Aku melihatnya sekilas, tak tertarik sama sekali. Apalagi orang tersebut adalah pria paruh baya.

Kebalikan dariku, Wonho membungkuk dalam kepada pria paruh baya tersebut. "Selamat sore, Manager Park."

Pria paruh baya yang dipanggil Manager Park tersebut berhenti sekilas untuk menatapku, baru setelahnya ia tersenyum membalas sapaan Wonho dan melambai pergi.

Saat aku yakin ia sudah pergi agak jauh, aku berbisik pelan pada Wonho. "Apakah semua orang seperti itu di sini? Tidak mengucapkan sepatah kata pun untuk membalas sapaanmu?"

"Jangan mengharapkan lebih. Sudah dibalas dengan senyuman pun sudah sangat bagus. Kebanyakan orang di sini dalam dunia entertainment masih menganggap sebelah mata seorang trainee. Jadi, kau harus benar-benar bekerja keras agar terlihat bersinar."

Mendengar perkataan Wonho membuatku semakin tidak ingin berurusan dengan kehidupan menjadi idol. Aku tidak kuat untuk berlama-lama berdiri di depan gedung ini.

"Ya sudahlah. Aku akan pulang sekarang. Rajin-rajinlah berlatih supaya kau bisa menghasilkan banyak uang." Baru saja melangkah menjauh dari tempatku berdiri tadi, Wonho kembali memanggilku.

"Oi, Kim Seola. Kalau Daniel, mantan kekasihmu itu masih berani mengganggumu, langsung telepon saja aku."

"Memangnya kau akan segera mengangkatnya? Bukankah kau sibuk?"

Walaupun setengah wajahnya tertutup oleh masker yang dipakainya, aku dapat melihat dengan jelas cengiran yang terbentuk di bibirnya. Ya, aku dapat membayangkannya di kepalaku secara otomatis.

"Aku tidak akan pernah sibuk kalau bertugas berpura-pura menjadi kekasihmu."

Aku menghela napas panjang. Wonho adalah Wonho. Wonho yang memang jagonya merayu dan membuat gombalan. Mungkin kalau perempuan lain yang mendengarnya, hati mereka akan bergemuruh kencang. Namun, itu tidak berlaku untukku dan sampai saat ini aku belum pernah merasakannya.

Dan, kenapa juga aku bisa tahan mendengar gombalannya sampai sekarang selama aku menjadi sahabatnya?

***

"Aku pulang."

Saat aku baru masuk, Eomma baru saja selesai merapikan peralatan makan di atas meja makan. Sepertinya ia baru saja pulang dari pasar dan baru selesai memasak. Kalau Eomma pulang secepat ini, berarti itu artinya dagangannya sedang laku.

"Seola. Pas sekali. Eomma baru saja selesai masak dan makanannya telah siap. Ayo, sini makan."

Kulepas ransel yang melekat di punggungku dan meletakkannya di atas kursi. Aku masih merasa kenyang sehabis makan bersama Wonho tadi. Tapi, aku juga tidak enak mengabaikan masakan Eomma.

"Tadi aku baru saja bertemu Wonho," ucapku, lalu duduk di atas kursi tepat di samping Eomma.

"Wonho? Sudah lama Eomma tidak bertemu dengan anak itu. Bagaimana kabarnya?"

"Masih saja sibuk dengan kehidupan training-nya." Aku mulai mengambil lauk dan memakannya bersamaan dengan nasi dalam mangkukku.

"Eomma senang karena Wonho sudah menemukan impiannya. Bagaimana denganmu, Seola? Apakah kau sudah tahu apa yang akan kau lakukan setelah lulus nanti?"

Eomma suka sekali menanyakan pertanyaan semacam ini padaku. Iya, aku tahu, Eomma bangga sekali pada Wonho karena ia bercita-cita untuk menjadi idol. Eomma juga mengharapkan diriku mengikuti jejak Wonho. Tapi, aku benar-benar tidak ingin.

"Aku belum tahu, Eomma."

"Kau bisa menjadi trainee sama seperti Wonho. Kau memiliki suara yang bagus, Seola. Pasti kau akan sukses kalau menjadi idol nanti."

Napsu makanku seketika menghilang. Mendengar perkataan Eomma, aku jadi mengingat seseorang yang tidak pernah ingin kuingat seumur hidupku. Aku benci suara milikku. Dan orang itulah yang membuatku membenci suaraku.

"Eomma. Aku juga akan bisa sukses tanpa harus menjadi idol."

Eomma terdiam dan menatapku tidak enak. Sepertinya ia merasa bersalah karena kembali membahas hal ini lagi.

"Eomma tenang saja. Tanpa menjadi idol pun, aku akan memberikan Eomma banyak uang. Aku akan membelikan rumah yang lebih besar, tidak seperti rumah kecil ini. Rumah kecil ini....sudah terlalu banyak kenangan pahitnya."

Perlahan, Eomma meraih tanganku dan meremasnya perlahan. "Maafkan Eomma. Eomma hanya ingin kau tidak mengalami hal yang sama seperti Eomma."

Aku tahu. Aku tahu itu, dan aku tidak akan membiarkan itu terjadi padaku. Tidak akan pernah. Karena pembicaraan ini, napsu makanku benar-benar hilang dan aku ingin segera tidur saja. Tanpa berusaha menyakiti perasaan Eomma, aku melepas genggamannya pelan-pelan dan bangkit berdiri.

"Aku sudah kenyang dan ingin tidur," ucapku tanpa memandang wajah Eomma, lalu mengambil ranselku untuk kubawa ke dalam kamarku.

Dan aku membiarkan Eomma menangis, seperti saat itu ia meninggalkan Eomma menangis.

TBC~

Will We? | Wonho (Monsta X) & Seola (WJSN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang