•Seola•

753 102 11
                                    

Oh, Tuhan! Aku bisa merasakan detak jantungku.

Inilah saatnya.

Akhirnya waktu yang terus menerus kubayangkan akan terjadi sebentar lagi.

Dan aku belum siap.

Tidak, Seola. Ini bukan waktunya kau untuk menjadi pengecut. Kau harus menerima kenyataan yang ada dan melewatinya. Sejauh apapun kau berlari menghindari kenyataan, kau pasti akan kembali lagi karena itulah yang dinamakan takdir.

Aku sudah sampai pada tempat yang telah dijanjikan. Wonho ingin kita bertemu di restoran biasa. Jadi, sudah sepantasnya aku juga bersikap seperti biasa, bukan? Kutarik napas dalam-dalam dan membuangnya perlahan-lahan. Inilah saatnya.

Saat kubuka pintu restoran tersebut, keramaian menyapaku. Masih banyak sekali orang yang menyantap hidangan di sini meskipun sekarang malam sudah menyapa. Aku sedikit bersusah payah mencari dimana Wonho berada ketika ia melambai padaku dari meja di sudut sana. Aku membalasnya sebentar dan menghampirinya.

"Hei, sudah lama?" tanyaku dan segera duduk di hadapannya. Di atas meja sudah tersedia sebotol soju dan dua gelas kecil yang menemaninya.

"Tidak juga," ucapnya singkat.

Tidak bertemu dengannya selama hampir tiga bulan membuatku menyadari ada yang sedikit berbeda dari dirinya. Ia tampak lebih kurus dari sebelumnya. No Mercy telah menguras banyak tenaga dan pikirannya, meskipun semua jerih payah itu berhasil membuatnya menjadi final member.

"Selamat karena akhirnya kau berhasil debut! Akan kupastikan menonton episode terakhirnya jika sudah ditayangkan nanti." Aku berusaha bersikap sebiasa mungkin. Walaupun mungkin wajahku tidak terlihat seperti biasanya. Pasti Wonho dapat membaca wajahku kalau aku sedang menutupi kegugupanku.

"Ya, terima kasih. Aku juga benar-benar tidak menyangka."

Dan percakapan kita kembali terhenti di sana, seakan ada sebuah dinding yang memaksa kita untuk membatasi setiap kata yang akan kita ucapkan. Dan aku sangat tidak menyukainya. Ketika Wonho masih bingung harus berkata apa sambil mengetuk-ketukkan jarinya di atas meja, aku mengambil sesuatu dari dalam tas dan meletakkannya di atas meja, tepat di depan Wonho.

"Ini untukmu."

Wonho mengerutkan dahinya, menatap apa yang baru saja kuberikan padanya.

"Untukku? Kenapa tiba-tiba?" Ia mengambilnya, sebuah gelang biasa yang terbuat dari kulit berwarna cokelat, cocok untuk kulit putihnya.

"Hadiah untukmu. Aku tidak bisa memberikanmu sesuatu yang mahal jadi aku hanya bisa memberikanmu ini."

"Seola, kau tidak perlu melakukannya. Ini sudah sangat berarti bagiku." Ia mencoba membuka kaitannya dan membungkus gelang tersebut pada pergelangan tangannya. Tapi di saat ia ingin mengaitkannya lagi, ia terlihat kesusahan.

Aku berusaha untuk menahan tawa kecilku. "Bukan begitu caranya. Perlu kubantu?"

Wonho menatapku dan terlihat semburat merah di telinganya seakan menahan malu. Lalu ia mengangguk perlahan.

Kuraih gelang tersebut yang sudah terbalut di pergelangan tangannya namun masih belum terkait dan kucoba kaitkan pelan-pelan, membuatku dapat merasakan kulitnya yang terasa pada kulitku. Berhasil. Sekarang gelang tersebut sudah melekat pada pergelangan tangannya.

"Cocok di tanganmu," pujiku.

Wonho sedikit merasa terkesima dengan gelang yang sekarang sudah menjadi miliknya. Namun setelahnya wajahnya berubah menjadi sayu. Ia lalu menatapku dalam.

"Aku minta maaf, Seola. Aku tidak bermaksud untuk menyakitimu. Kau tahu...aku sedang tidak menjadi diriku sendiri karena segala hal yang terjadi waktu itu dan....dan kau yang menjadi pelampiasanku. Aku bahkan tidak berani menemuimu langsung, butuh tiga bulan untuk mengumpulkan semua keberanian itu. Jadi, kau boleh menganggapku pengecut, Seola."

Will We? | Wonho (Monsta X) & Seola (WJSN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang