•Wonho•

820 87 29
                                    

"Jadi, apakah kau sudah mengingatnya?" Aku yakin, Seola pasti masih mengingatnya, kejadian yang terjadi beberapa tahun yang lalu saat aku tanpa izin mencium dirinya. Aku sendiri juga tidak mengingat alasan yang jelas kenapa aku bisa sampai melakukannya. Mungkin, waktu itu, aku sudah mulai terpikat padanya? Entahlah.

Raut wajah Seola berubah, rona merah semakin menghiasi pipinya sehingga sekarang ia tampak seperti kepiting rebus. Aku ingin sekali tertawa kencang, tapi aku tidak bisa merusak suasana ini jadi aku hanya tersenyum melihatnya.

"Y..Ya! Bagaimana pun juga, bagaimana kau bisa-bisanya menciumku di saat umur kita masih seumur jagung? Aku tidak percaya," omelnya tanpa melihat wajahku.

"Aku tidak peduli. Yang penting kau sudah mengingatnya," ucapku seraya menariknya masuk ke dalam pelukanku. Sepertinya aku tidak akan pernah merasa bosan untuk memeluknya lagi dan lagi, karena seperti yang kukatakan sebelumnya, pelukan ini terasa pas sekali.

Seola bahkan tidak menolaknya lagi. Ia membalas pelukanku meskipun masih terasa ragu-ragu.

"Terima kasih, Seola," bisikku pelan di telinganya.

"Terima kasih untuk apa?"

"Semuanya. Terima kasih karena akhirnya kau mau mengakui perasaanmu. Terima kasih karena akhirnya kau berhenti lari dari kenyataan. Aku tahu itu melelahkan, jadi sekarang beristirahatlah denganku. Aku berjanji akan melakukan yang terbaik untukmu."

Walaupun aku tidak dapat melihat wajahnya, tapi aku dapat merasakannya, kalau Seola baru saja tersenyum dalam dekapanku. Dan senyum itu seakan menular, membuatku juga ikut tersenyum tanpa alasan yang jelas.

"Jadi, apakah kita sekarang sudah resmi?" tanyanya pelan.

Aku mengendurkan pelukanku agar masih bisa melihat wajahnya dari jarak yang dekat.

"Kau inginnya bagaimana? Kita resmi sebagai sepasang kekasih? Atau kita menjalin hubungan tanpa sebuah status? Atau kita tetap bersahabat saja tapi..."

"Wonho, aku sedang tidak ingin bercanda."

Tawaku tidak dapat ditahan lagi. Melihat Seola yang masih saja bisa menjadi seseorang yang galak, membuatku merasa bersyukur karena ia tetap menjadi dirinya sendiri meskipun keadaan kita sudah berubah.

Dengan gemas, aku mencubit hidungnya pelan dan menggoyang-goyangkannya. "Untuk sekarang ini, kita jalani saja apa yang seharusnya kita jalani. Aku tahu perasaanmu dan kau tahu perasaanku. Benar, anggap saja sekarang kita telah resmi menjadi sepasang kekasih. Lalu, jika nanti memang sudah waktunya, jika nanti waktunya sudah tepat, aku akan meresmikan hubungan kita ke tingkat yang lebih tinggi. Tanpa ragu, aku akan langsung membuatmu resmi menjadi istriku."

"A...apa? Istri?"

"Benar, istri. Kalau memang kita sama-sama merasa sudah siap, tidak ada salahnya memikirkan tentang pernikahan, bukan?"

Sebenarnya, niatku sedikit bercanda saat mengatakan ini padanya, walaupun memang di sisi yang lain aku juga serius akan perkataanku. Aku yakin sekali dan aku percaya, kalau memang hanya Seola yang akan menjadi masa depanku. Aku bisa membayangkannya. Tapi tentu saja waktu yang kita punya masih panjang sekali. Jadi daripada memikirkan masa depan yang masih panjang, lebih baik memikirkan masa sekarang dan berusaha melewati hari demi hari dengan baik.

Berbeda denganku, Seola menanggapinya dengan serius, sehingga dari tadi ia hanya mengerjap-ngerjapkan matanya tidak percaya. Aku tidak kuat untuk tidak mencium dirinya jika ia terus-menerus seperti ini. Maka dari itu, aku kembali memeluknya, menenggelamkan kepalanya ke dalam tubuhku.

"Kau jangan terlalu memusingkannya. Kemungkinan itu terjadi masih lama sekali. Jadi seperti yang kubilang tadi, lebih baik kita jalani saja apa yang seharusnya kita jalani sekarang. Selama kita saling mencintai, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Kau mengerti?" Aku dapat kembali merasakan surai lembutnya di bibirku, membuatku tidak tahan untuk mengecup puncak kepalanya. Kali ini aku mengecupnya dalam, lama, dan tanpa ragu-ragu.

Will We? | Wonho (Monsta X) & Seola (WJSN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang