Prolog

1.8K 227 0
                                    

Yoongi tidak menyukainya, si gadis centil berumur enam tahun—satu tahun lebih muda darinya,  yang rambut nya selalu di kuncir dua, dan selalu mengunjungi rumah nya setiap hari berteriak riang mengajak Yoongi untuk bermain masak-masakan, dan memaksanya untuk mencicipi masakan buatannya.

Padahal yang ia masak adalah tanah merah yang di wadahi dengan piring mainan serta dihiasi rerumpuatan.

Yoongi tidak suka penampilannya yang kumal, tawanya yang nyaring, juga tangisannya yang memekakan telinga.

"Yoongiiiiii mainn yukkk!"

"Berisik!"

"Yoongi kamu gak boleh gitu sama, y/n"

"Tapi eomma dia suka ngajak yoongi main kotor-kotoran, yoongi gak suka, liatin bajunya penuh tanah gitu, pergi sana! Main sama oppa kamu aja"

"Iya yoongi kita main bertiga, aku, kamu sama oppa aku yuk!"

"Ga"

"HUAAAA EOMMA APPAAA OPPAAA YOONGI JAHAAAAAT YOONGI GAK MAU MAIN SAMA Y/N"

Yang Yoongi inginkan hanya satu, membuat gadis kumal petakilan itu pergi dari hidupnya selamanya. Karena Yoongi, benar-benar tidak menyukainya.

Tapi, pepatah bilang, Janganlah kamu mencintainya secara berlebihan, sebab suatu waktu bisa saja kamu akan membencinya.

Sebaliknya, janganlah kamu membenci sesuatu secara berlebihan, sebab suatu waktu bisa saja kamu akan mencintainya.

Mungkin, itu yang Yoongi alami.

Semuanya dimulai ketika orang tua Yoongi, mengajak— lebih tepatnya memaksa Yoongi ikut menonton acara resital piano khusus anak  umur enam tahun keatas.

Tentu saja menonton hal di luar ketertarikan Yoongi sangatlah membosankan.

Yoongi hampir terlelap, sampai gadis itu keluar, dengan gaun merah muda selututnya dan rambut cokelat gelap yang tergerai indah, menghampiri piano yang terletak di tengah panggung disinari cahaya lampu.

Mata yoongi terbuka lebar-lebar menatapnya.

Gadis kumal, cengeng, cerewet dan menyebalkan itu seperti orang lain di panggung itu. Bukan seperti orang lain, tapi seperti bidadari.

Dan bidadari itu mulai menekan tuts-tuts piano nya, mengalunkan nada yang terdengar bagai bisikan lembut di telinga yoongi.

Mata gadis kecil itu terpejam, menikmati permainannya, tanpa ada rasa gugup ataupun gelisah. Dan ketika matanya terbuka, pandangan lembut itu menghilang, berubah menjadi tatapan keberanian.

Yoongi melihatnya, bagaimana salju di matanya berubah menjadi api yang berkobar-kobar, dan nada yang ia mainkan berubah menjadi lebih mendetail dan cepat.

Dagunya hampir jatuh kebawah ketika menyaksikan tangan kecil itu dengan lihai nya menekan tuts-tuts piano dengan kecepatan yang tiada tara, membuat jantung orang yang menonton bertalu-talu begitu keras mengikuti irama yang ia mainkan.

Dan ketika permainannya berakhir, semua penonton  berdiri dan bertepuk tangan saling terpukaunya. Gadis itu turun dari tempat duduknya, berdiri di tengah panggung bersiap-siap memberi penghormatan terimakasih.

Namun sebelum ia menunduk, ia melayangkan tatapan nya ke arah Yoongi.

Dari ratusan penonton, gadis itu menyorotkan matanya kepada Yoongi.

Lalu tersenyum dengan sangat manis.

Dan untuk pertama kalinya Yoongi membalas senyuman itu.

"Eomma"

"Ne, Yoongi-ya"

"Yoongi mau kayak y/n"

"Mwo?"

"Yoongi mau belajar piano, biar bisa kayak y/n"

Entah itu cinta pertama atau bukan, yang pasti saat itu, ia sudah menjatuhkan hatinya pada dua hal di saat yang bersamaan.

Piano, dan gadis kecil itu.

Ya, sejak saat itu, Orang tua Yoongi mengijinkannya untuk les piano, dan tentu bersama y/n, dan juga kakak laki-laki y/n—yang seumuran dengannya. 

Rupanya hari itu benar-benar merubah Yoongi, ia tidak lagi membenci si gadis kumal itu, justru kini ia menghabiskan waktunya bersama y/n dan kakak laki-laki y/n.

Berbeda dengan mereka yang sudah ahli, Yoongi hanyalah pemula, namun dengan bantuan y/n, Yoongi bisa mengejar ketertinggalannya.Semua berjalan lancar, hari-hari begitu cerah, dan semua orang bahagia.

"Yoongi, ayo pergi les piano!" Kata ibu Yoongi, dengan semangat Yoongi mengemas tas nya dan pergi ke tempat les piano seperti biasanya.

Namun, hari itu, Yoongi tidak menemukannya, y/n ataupun kakak y/n.

Begitu juga saat Yoongi pulang, ia baru menyadari, rumah di sebelahnya, tempat tinggal y/n, kosong dan sudah tak berpenghuni.

Tidak sepenuhnya kosong, masih ada kursi-kursi atau lemari yang sepertinya sengaja di tinggal, dan juga satu buah piano berwarna cokelat, yang tertata di tengah rumah yang sudah tak berpenghuni itu.

Ketika Yoongi bertanya kemana perginya, ibunya hanya bilang bahwa y/n pindah ke Busan. Dan setelah itu, Yoongi jatuh sakit selama berhari-hari.

Ia merasa kecewa. Sangat kecewa.

Namun tidak menghentikannya untuk bermain piano, ia percaya, suatu hari, y/n pasti kembali, mengingat rumah di sebelahnya dibiarkan kosong tanpa ada tanda bahwa rumah itu di jual.

Yoongi yakin, y/n pasti kembali.

First love. -sgTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang