-10.2 : Save me

872 125 2
                                    

Attention : This chapter may be boring as hell, but necessary. ;3

***

“Vania Hwang, dari mana kamu?”

Gadis berambut hitam legam itu menghentikan langkahnya menaiki tangga, tubuhnya menegang mendapati suara bariton Ayahnya yang menggema ke seluruh ruangan. Ia segera berbalik menghadap dua orang yang kini sudah di depannya,

“Eomma, Appa,”

“Vania, Jung-ssaem bilang kamu gak nemuin dia hari ini?” Pria paruh baya dengan perawakan tegas itu melipat tangannya di depan dada, menuntut penjelasan, sedangkan wanita cantik dengan raut keibuan itu mencoba untuk menenangkan suaminya.

“Aah, itu—“

“Kamu tahu kan concour udah di depan mata, dan kali ini bukan acara sembarangan, banyak pianis-pianis berbakat yang bakal berkompetisi. Kalau kamu ngabisin waktu kamu cuma buat main keluyuran gak jelas, lebih baik nyerah aja.”

“Yeobo, sabar, denger dulu alasan Vania.” Kata ibu Vania menenangkan, “Jadi kamu kemana selama ini sampai bolos private practice nya Jung-ssaem?”

“Ini tepat satu tahun meninggalnya Seolbin,” Tiba-tiba ekspresi  wajah dari orang tua Vania berubah, “Vania sama Yoongi datang ke pemakamannya hari ini.”

“Seolbin?” Ayah Vania terkekeh sarkatis, “Kenapa kamu perduli? Bahkan mati aja dia masih bikin kamu menderita.”

“Appa!” Vania tidak menyangka, Ayahnya yang  sangat menjunjung tinggi tata karma, bisa berkata tidak pantas seperti itu.

Wajah Ayahnya mengeras,  “Lihat, sekarang kamu udah  berani pake nada tinggi di depan appa?”

“Yeobo,”

“M-mianhamnida,” Vania menyadari kesalahannya, ia terlalu emosi karena Ayahnya berbicara yang tidak-tidak mengenai temannya, apalagi orang itu sudah meninggal.

“Balik ke kamar, karena kamu udah sembarangan ngorbanin waktu kamu yang berharga buat hal yang gak penting. Mulai besok, setiap pulang sekolah, Jung-ssaem bakal nunggu kamu untuk berlatih.”

“Ne,” Vania ingin sekali menolak, tetapi Ayahnya sudah terlalu murka dan ia tidak ingin membuatnya lebih murka lagi. Maka dengan langkah kecewa, ia menaiki tangga menuju kamarnya.

“Eonnie,” Kepala Aya menyembul di pintu kamarnya sendiri, menunjukan ekspresi prihatin, pasti Aya juga baru pulang berlatih Biola bersama Jung-ssaem, “Are you alright?”

Faktanya, sebelum masuk SMA yang sama dengan Vania, adiknya itu tinggal di Indonesia bersama nenek mereka, itu artinya baru dua tahun Aya tinggal di Korea, dan jika bersama keluarganya sendiri, Aya lebih suka memakai Bahasa Inggris dari pada korea.

“Don’t worry, I’m alright, Tatyana.” Vania mengangguk memastikan bahwa ia terlihat baik-baik saja meski nyatanya tidak, Ia memasuki kamar sebelah Aya yang mana adalah kamarnya sendiri.

***

Vania merebahkan tubuhnya di ranjang dengan kasar, memegang dahinya frustasi sambil memandang langit-langit kamar.

Ia lelah menjadi keluarga yang selalu menjunjung tinggi tata krama, ia lelah menjadi terlalu mewah dan elegan.

Ayahnya yang berasal dari Indonesia adalah seorang keturunan Yogyakarta, Vania tidak terlalu mengerti tapi yang pasti darah kerajaan keraton mengalir di nadi mereka, membuat Ayahnya begitu menjunjung tinggi tata krama adat kerajaan.

First love. -sgTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang