Jam udah nunjukin pukul 14.35 dan aku masih di hotel karena acaranya belum selesai. Aku mulai resah, sedikit-sedikit liatin jam tangan lalu kembali menyimak pembicaraan sanak saudara yang lagi kumpul di acara ini.
Ah sial! Kalau caranya kaya gini terus aku gak bisa ketemu Jeffrey pas gladi resik.
Aku nyenggol Mas Alex yang lagi ngobrol tampan sama tamu undangan yang lain.
"Mas, pulang sekarang kuy."
"Dek, acaranya belum selesai ini loh. Ngapain sih buru-buru?"
"Adek ada gladi resik ini. Buat perpisahan besok."
"Ah elah gladi resik doang. Gak usah ikut lah. Sungkan ini acaranya eyang juga."
"Tapi adek harus pergi. Wajib ini kata Bu Hesti."
"Kagak. Percaya sama Mas. Udah gak usah ikut."
"Mas..." Aku ngerengek sambil aegyo ke Mas Alex.
"Berisik," Mas Alex nutup mulutku pake satu jarinya. "Ya udah kita pulang. Acanya jam berapa?"
"Jam 3."
"Ale, ini udah jam 3 kurang dikit. Astaga, kenapa gak bilang dari tadi?"
"Adek pikir acaranya cuma sampe siang. Gak taunya sampe sore gini."
"Gak mungkin pake mobil kita. Macet pasti."
"Kalau pinjem motor gimana?"
"Pinjem siapa, Dek?"
"Itu, ada Kak Abraham. Gak mungkin semobil sama Budhe. Pasti bawa motor sendiri."
"Mana orangnya?"
"Itu, lagi ngobrol sama orang."
Aku nunjuk seorang cowok yang badannya tinggi kekar yang lagi ngobrol sama beberapa orang. Dia pake setelan jas item. Ganteng. Kalau bukan sepupu sendiri pasti udah gue gebet.
Mas Alex sama aku deketin Kak Abraham. Mas nyolek lengannya Kak Abraham. Orang yang ngerasa dipanggil langsung mengalihkan pandangannya ke Mas Alex sambil senyum.
"Eh, kalian berdua. Ada apa?"
Abraham Wicaksana
Anjir senyumnya bikin meleleh!
"Eh gini, Mas. Ale ini kan ada acara gladhi resik gitu di sekolah. Besok dia mau perpisahan. Nah karena ini acara wajib jadi dia harus dateng."
"Oh gitu. Terus?"
"Acaranya jam 3 Mas, nah kita gak mungkin pake mobil buat pulang. Boleh gak aku pinjem motornya bentar? Buat anter Ale terus balik."
"Kamu yakin? Jauh lo. Daripada bolak-balik."
"Gapapa Mas."
"Ya udah nih kuncinya. Gak usah ngebut lho," kata Kak Abraham sambil kasih kunci motornya.
"Makasih ya, Mas. Habis ini aku balikin."
"Iya. Hati-hati ya."
"Mas, motornya Mas Abraham diparkir dimana?"
●●●
Aku melongo liat motornya Kak Abraham. Motornya itu loh gak nguati! Aku yakin ada tulisan Ducati di motornya. Astaga, itu motornya gak murah loh ya!
Fyi, Kak Abraham itu sepupuku, putranya Budhe. Dia sudah kerja. Dia jadi polisi. Dia ditempatkan dibagian Divisi Hubungan Internasional. Pernah dikirim ke beberapa negara untuk menjalankan misi perdamaian.
Denger kerjaannya gitu aku wes merinding.
Dia termasuk salah satu yang terbaik di angkatannya. Udah ganteng, pinter, sekarang jadi polisi lagi. Udah pasti badannya wow. Jangan tanya dia duitnya banyak atau enggak. Pasti duitnya banyak. Buktinya dia bisa beli Ducati.
"Eh si lele pake bengong. Dek ayo buru."
"Si bawel."
Aku naik motornya Kak Abraham. Untungnya tadi aku bawa celana jeans di mobil. Jadi setelah aku ganti baju, aku pamit ke Eyang dan Ayah Bunda.
"Pegangan."
"Aku peluk ya?"
"Halah kayak sama siapa aja. Udah ayo," Kak Alex narik tanganku dan buat aku pegangan ke dia. Sesekali di jalan dia pegangin tanganku terus dielus-elus pake ibu jarinya.
To be continuedー
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Taruhan
Fanfic"Yang kalah harus ajakin ngedate kakel cupu kelas IPA 4" "Boleh, siapa takut." ーjihyeonnn, 2017