Ternyata dia barusan kecelakaan. Dia diserempet mobil terus jatuh dari motornya. Si pemilik mobil untungnya tanggung jawab, dia nganterin Jeffrey ke RST karena lokasi kejadiannya gak jauh dari situ.
Si Ochi? Nah kebetulan dia juga di TKP. Pas nolongin, dia baru tau kalau itu Jeffrey. Makanya dia bisa line aku.
"Aduh maaf banget ya, Mas. Saya bener-bener gak sengaja," kata mas-mas yang nyerempet Jeffrey.
"Yahh namanya musibah kita gak ada yang tau ya kan?" Kata Ochi.
"Tapi saya tetep salah. Saya gak akan lari kok, Mas. Oh iya, ini kartu pelajar saya," mas itu ngeluarin kartu identitasnya lalu menuliskan sesuatu di satu lembar kertas kecil. "Mas, Mbak, ini nomor hp dan alamat saya. Kalau ada apa-apa, langsung telpon saya aja."
"Oke Mas..." Ochi masih sibuk nyipitin mata sambil liat kartu tanda pengenal mas itu.
"Allen. Saya Allen."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Allen Frederick Pradipta
●●●
Sekarang aku udah duduk di sampingnya Jeffrey.
Dia duduk senderan di ranjang dengan tangan kirinya yang digips. Kata dokter tulangnya ada yang retak gitu secara dia lindungi kepalanya pake tangan kiri.
Kakinya lebam-lebam gitu, terutama yang kiri. Ketimpa motor katanya. Tadi aku sekilas liat sebelum akhirnya dia pake selimut. Wajahnya biru dikit, kepentok helm waktu jatuh.
Mas Allen sama Ochi masih ngobrol di luar. Kayaknya mereka tau kalau aku butuh waktu berdua sama Jeffrey.
Saat itu juga aku nangis liat Jeffrey kayak gini. Kasihan ya Allah. Bocah ganteng kayak gitu ketimpa motor gede.
"Yang jatoh kan aku. Kenapa kamu yang nangis?" Kata Jeffrey sambil usap air mataku pakai ibu jarinya.
"Ya tapi kan aku gak tega liat kamu luka gini."
"Ya akunya yang salah. Udah tau jalannya sempit tapi masih nekat nyalip mobil lewat kiri. Udahlah," Jeffrey menangkup pipiku. "Lagipula yang punya mobil baik, aku masih dibawa ke rumah sakit padahal aku yang salah."
"Jangan ceroboh lagi, aku gak suka," aku cemberut sambil ambil tisu.
"Iya iya, aku janji. Lap dulu gih ingusnya. Udah mbleber kemana-mana itu."
"Kamu..." Aku noyor kepalanya. "Kamu itu sakit, ojo guyon talah..."
"Aduh... Udah tau sakit aku ditoyor. Aku cium nih."
"Tak tapuk yo..."
Ini anak niat ngajak berantem.
"Yang pacaran please gak usah pamer. Yang jomblo disini kit ati tau..." Kata Ochi yang masuk sama Mas Allen.
"Gangguin aja," kataku.
"Mas Jeffrey, sorry banget ya tadi aku bener-bener gak sengaja," kata Mas Allen.
"Gapapa kok, Mas. Saya yang salah kok. Mas jadi repot gini sampe bawa saya ke rs. Makasih banyak, Mas," kata Jeffrey.
"Aku tadi udah kasih kartu identitas sama nomor telpon ke Mas Bagus. Nanti kalau butuh apa-apa, Mas bisa telpon saya. Saya bakal tanggung biaya berobatnya kok Mas."
"I-iya Mas."
"Oh iya, saya ada keperluan lain. Maaf ya Mas gak bisa nemenin sampe malem."
"Gapapa Mas."
"Kalau gitu saya permisi."
Sepeninggal Mas Allen, aku, Ochi dan Jeffrey masih di rumah sakit. Kita (aku & Ochi) bingung siapa yang mau jagain Jeffrey.
"Kalian pulang aja. Aku gapapa kok," kata Jeffrey.
"Gue juga pengen pulang, tapi yang jagain lo siapa?" Kata Ochi.
"Habis ini Mas Juna dateng. Mas Ochi sama Mbak Ale pulang aja."
"Yaudah, kita tungguin sampe Mas Juna dateng," kataku.
"Mas Juna dateng setelah kerja sama temennya. Datengnya paling jam 11an. Udah kalian duluan aja gapapa. Udah jam 9 loh."
"Gue sih gapapa. Lo tuh Le. Ditampol Mas Alex gue kalo sampe tau lo ada sama gue sampe malem," kata Ochi.
"Aku udah ijin bunda kok."
"Ya meskipun udah ijin tapi gak baik ahh cewek pulang malem. Kamu pulang aja sama Mas Ochi."
"Sek sek sek... Lo tadi bilang apa? Kamu?" Kata Ochi menginterupsi.
"Eh, Mbak Ale maksudnya."
"Wih wih wih... Lo berdua gercep juga. Kapan jadiannya?"
"Penting tak dijawab saiki?" Kataku dengan tatapan tajam setajam silet.
"Sensi amat sih, Le."
"Yaudah diem. Gausah banyak nanya!"
"Iya nyai iya," katanya. "Eh gue keluar bentar ya."
"Mau kmn?"
"Beli minum elah. Haus gue. Lo berdua jangan macem-macem."
"Yaudah pergi sana."
Ochi cuma geleng-geleng terus keluar dari ruang rawat Jeffrey.
Kini Jeffrey kembali ngelus rambutku. Dia senyum.
"Jangan galak-galak dong. Nanti aku makin sayang."
"Bodo amat ya, Jef."
"Eh sini deh. Kayaknya ada serangga di rambut kamu."