04. This Morning

9.7K 897 30
                                    


Entah berapa lama aku tertidur. Aku merasa sudah begitu lama. Sinar mentari yang masuk lewat celah tirai yang tak tertutup sempurna, benar-benar mengusikku. Terpaksa aku bangun dan menyingkap tirai itu hingga menampilkan pemandangan kota di pagi hari dari ketinggian, tapi sepertinya ini sudah siang. Matahari sudah meninggi dan orang-orang sudah mulai beraktivitas, tapi kenapa semua terasa asing. Aku merasa aneh, kamar ini tertata dengan rapi berbeda dengan kamarku yang lebih mirip kandang ayam. Benar ini bukan kamarku, lalu di mana aku?

Aku mencoba mengingat yang terjadi kemarin, kemudian bayang-bayang buruk tentang kejadian kemarin mulai tergambar nyata di otakku. Perlahan aku merasakan sesak dan tak mampu untuk berdiri.
Aku sempat berpikir jika aku hanya bermimpi. Aku hanya mimpi buruk yang akan berakhir saat aku terbangun. Pada kenyataannya tak peduli seberapa kali aku tertidur lalu terbangun lagi, aku tak akan terbangun dari mimpi buruk ini. Semua nyata, itu kenyataannya, meski aku masih berharap ini hanyalah ilusi tapi ini adalah kenyataan yang harus aku hadapi.

Perlahan, aku melangkah keluar dari ruangan besar nan rapi ini. Naluriku, ah bukan! Napi perutku yang berbunyi mengikuti aroma harum yang menusuk hidungku dan  membuat cacing-cacing di dalam sana melakukan demonstrasi. Aku baru ingat jika aku tak mengisi perutku dari kemarin. Harusnya aku tak merasa lapar karena aku sedang patah hati. Baiklah, yang sakit itu hatiku sedangkan lambungku baik-baik saja, jadi wajar kan jika aku lapar.
Mataku menangkap seorang pria asing yang memasak di dapur minimalis tapi tertata dengan rapi.

“Permisi,” ucapku hati-hati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


“Permisi,” ucapku hati-hati.

“Hem,” sahutnya tanpa mengalihkan pandangan dari wajannya.

“Aku ada di mana?” tanyaku.

“Kau di rumahku.”

“Oh.” Aku mengangguk kecil. “Tapi, kau siapa?” tanyaku lagi.

Kali ini dia menoleh ke arahku. “Apa kau melupakanku? Laki-laki yang kemarin kau nikahi.” Jawabannya membuatku terkejut.

Aku tidak mengenalnya bagaimana mungkin aku menikahinya. Aku mengobrak-abrik lagi memori otakku yang belum sepenuhnya pulih karena aku mabuk semalam. Setelah beberapa saat akhir aku mengingatnya, benar dia adalah laki-laki yang kemarin aku nikahi.

“Kenapa aku ada di sini?” tanyaku.

“Kenapa bertanya padaku?” Dia menyebalkan dengan segala kata-kata. Dia kembali fokus pada masakannya. Aku berusaha mengingat apa yang membuat aku berakhir di sini, tapi aku tak bisa mengingatnya. Semakin aku berusaha mengingat,  justru membuatku semakin lapar. Hal terakhir yang aku ingat adalah aku minum di klub malam.

Aku mulai merasa pusing dan sedikit mual, mungkin karena aku terlalu lapar atau karena semalam aku terlalu banyak minum. Dia terlihat telah menyelesaikan makannya. Dia membawa dua piring makanan dan melewatiku begitu saja. Makanan sudah siap di meja, dia bahkan telah duduk bersiap-siap untuk makan.

My Strange Husband  I & IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang