19. Lost

8.5K 802 54
                                    

Waktu berlalu cepat. Aku melalui hari demi hari dengan baik. Aku sudah baik-baik saja, hidupku berjalan sesuai seharusnya. Aku makan dengan baik, tidur dengan baik, tidak ada yang terlalu berubah. Walaupun aku masih memikirkan dia saat waktuku senggangnya, merindukan dia saat di beberapa waktu, tapi aku masih berusaha untuk menangani perasaan ini. Tentu saja, aku tak ingin parah hati sendirian, sedangkan dia mungkin sudah bahagia dengan kekasihnya itu.

Ting tong.

Aku terjaga dari lamunanku saat bel rumahku di tekan oleh seseorang. Sejak aku tinggal kembali di sini dua bulan yang lalu, aku belum ada satu orang yang berkunjung.

“Siapa?” tanyaku sambil membuka pintu.

“Jung Jaehyun!” Oh rupanya Jaehyun yang datang.

“Ada apa?” tanyaku datar.

“Aku hanya mampir, tadi lewat dekat sini. Bagaimana kabarmu?”

“Baik, sangat baik. Kau sendiri apa kabar?”

“Baik.”

“Sae Ra?”

“Aku dan dia memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami. Aku tidak mau membohongi diriku sendiri, aku tidak mencintainya. Lalu kau sendiri dengan Taeyong bangun Hyung?”

“Seperti yang kau lihat waktu itu, tidak ada yang tersisa untuk membuat kami bersama,” jawabku. Dadaku terasa nyeri saat menyadari bahwa memang tidak ada yang tersisa antara aku dan dia. Kami berakhir tanpa meninggalkan jejak yang berarti, kecuali luka dalam hatiku.

“Eun Byul-ah, apa kau ingin kembali padaku?” tanyanya yang cukup mengagetkanku.

“Kau gila? Aku bukan keledai yang mengulangi kesalahan yang sama!” tolakku tegas.

“Aku bercanda!” Dia tertawa puas setelah membuat jantungan karena ajakan dia untuk kembali. “Aku tahu tidak ada aku lagi dalam hatimu!”

“Dasar!” Aku tersenyum tipis.

“Nah gitu dong senyum. Kau tidak cocok jika murung begitu! Jika wanita lain menangis tambah cantik, tapi kau itu pengecualian. Jangan menangis lagi jika kau tidak ingin berubah menjadi monyet!”

Aku hanya bisa tersenyum mendengar kata-kata legendaris dari seorang Jung Jaehyun. Dulu dia selalu mengatakan kata-kata ini saat dulu aku sedih apalagi menangis. Aku masih ingat dia selalu mengeluarkan kaca dan menyuruhku bercermin.

“Makasih sudah menghiburku!” ucapku.

“Harusnya aku yang berterima kasih karena sudah memaafkanku.”

“Lagi pula itu bukan salahmu, jadi kita lupakan semuanya.”

“Terima kasih. Oh ya aku jadi lupa, aku datang untuk memberi tahumu jika aku akan pergi untuk sementara ke luar negeri.”

“Kau serius?”

“Ya, aku ingin berjalan-jalan di luar negeri dan mendapatkan beberapa ... pacar baru mungkin.”

“Dasar!”

“Aku boleh memelukmu, untuk terakhir kali?”

My Strange Husband  I & IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang