16. Why?

8.7K 757 27
                                    

Lee Taeyong. Nama yang selama berada dalam hati pikiranku. Seseorang yang selalu aku rindukan meski dia ada di dekatku. Seseorang yang tak bisa kubayangkan jika dia tak ada. Benar, sedalam itu aku jatuh pada seorang Lee Taeyong. Aku tidak tahu bagaimana dia padaku, tapi dari semua perlakuannya padaku aku bisa merasakan dia juga sama denganku.

Hari ini hari Minggu, aku hanya ingin di rumah dan mengerjakan pekerjaanku yang terkadang aku abaikan karena bayi tua yang selalu merengek dan meminta ini itu saat di rumah. Saat ini juga dia sedang duduk lesi dengan kepala diletakan di meja sambil mengetuk-ngetuk meja pelan. Aku sebisa mungkin mengabaikannya, novelku sudah mundur dua minggu dari jadwal terbit yang seharusnya.

“Yeobo!” panggilnya lembut.

“Em!” sahutku singkat tanpa menoleh ke arahnya.

“Go Eun Byul!” panggilnya lagi dan sudah lama dia tak memanggilku begitu, sepertinya dia benar-benar kesal padaku.

“Kenapa?” tanyaku santai.

“Apa yang aku berikan padamu masih kurang banyak? Hingga hari Minggu seperti ini kau masih bekerja!” Sebenarnya aku sudah bosan mendengar kata-kata ini.

“Aku menyukai pekerjaanku, bukan hanya tentang uang.”

“Jadi kau tidak menyukaiku, buktinya kau mengabaikanku.” Lee Taeyong dan cemburunya benar-benar perpaduan yang membuat kepalaku ingin pecah. Dia bahkan cemburu dengan pekerjaanku, mau tak mau aku harus membujuknya jika sudah begini. Aku terpaksa meninggalkan pekerjaanku dan menghampirinya.

“Aku menyukaimu lebih dari apa pun. Jangan cemburu lagi, mengertilah jika kau terus begini pekerjaanku tidak akan pernah selesai,” ujarku sambil memeluknya dan menatap wajahnya. Kemudian perlahan senyuman terbit di wajahnya.

“Baiklah, lanjutkan pekerjaanmu dengan cepat.”

“Kalau begitu lepaskan aku.”

“Beri aku kunci melepaskannya,” katanya sambil mengerucutkan bibirnya meriku sebuah kode.

Aku mendaratkan ciuman berkala di bibirnya. “Cukup dan lepaskan aku,” punyaku.

“Sekali lagi!” Aku memutar bola mataku jengah, tapi aku tetap memberi yang dia inginkan. Namun bukan Lee Taeyong jika dia menepati janji, jika seperti ini novelku mungkin harus di undur lagi jadwal terbitnya.

***

Sudah lama aku tidak menyiapkan sarapan, aku terlalu lelah. Sebenarnya aku sedikit merasa bersalah karena mengabaikan tugas utamaku sebagai seorang istri. Beruntung suamiku Lee Taeyong, dia bukan laki-laki dengan pikiran kolot yang mengharuskan istrinya selalu memasak untuknya. Keluarganya juga sama, mereka tak terlalu mempermasalahkan kesibukanku.

“Selamat pagi!” sapaku.

“Selamat pagi, sayang,” balas ibu mertuaku.

“Ibu, ayah maafkan aku. Belakangan ini aku terlalu sibuk, hingga tidak punya banyak waktu untuk mengobrol bersama kalian.”

“Tidak apa-apa, tapi kau harus jaga baik-baik dirimu! Jangan terlalu lelah, ibu lihat wajahmu belakangan ini terlihat pucat.”

My Strange Husband  I & IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang