2. Who?

6.9K 409 29
                                    

Aku ngetik langsung publish, jika ada  typo tolong tandain. Terima kasih ❤

Aku masih enggan bicara dengan dia hingga pagi datang.  Namun aku masih memenuhi kewajibanku. Aku memasak, menyiapkan baju kerjanya sama seperti biasa. Dia juga terlihat tak terganggu dengan sikapku. Mungkinkah dia tak lagi peduli dengan yang aku pikirkan? Lee Taeyong bisa membuatku gila jika terus begini. Sepertinya dosa terbesarku adalah menikahi lelaki setampan dia. Hingga aku merasa khawatir jika ada yang mengambil dia dari sisiku.

"Siang ini enggak usah anterin makan siang kekantor ya, aku makan di luar ..."

"Dengan wanita yang mengantarmu pulang, semalam?" potongku. Dia terlihat gugup. "Oh dugaanku benar rupanya?"

"Apa maksudmu?" tanyanya bingung.

"Sudahlah, lupakan saja! Baguslah jika aku tidak perlu mengantar makan siang ke kantormu, aku bisa bersantai di rumah!" ujarku penuh penekanan.

"Eun Byul-ah ...."

"Berangkat sana, tidak usah pedulikan aku!"

Aku memilih membereskan meja makan, aku tak mengantar dia keluar seperti biasa. Aku masih kesal dengannya yang tak merasa menyesal sama sekali, karena pulang dalam keadaan mabuk dan pulang bersama seorang wanita.

"Maafkan aku!" Aku terkejut saat dia tiba-tiba memelukku dari belakang, setahuku dia sudah keluar. "Dia cuma teman lamaku, kami bertemu saat reuni SMP semalam. Maaf tidak memberi tahumu," ucapnya.

"Sudahlah, lupakan saja!" Aku melepaskan diri dari pelukannya. Entah mengapa rasa kesalku berubah jadi kecewa saat tahu alasannya.

"Eun Byul-ah, jangan marah. Anak-anak akan sedih jika bertengkar!" 

Aku menghela napas berat. Anak-anak selalu menjadi alasan aku tak bisa marah dengannya. Mereka pasti akan sedih jika kami bertengkar.

"Kau berangkatlah, aku tidak marah," ucapku. Aku membenarkan dasinya yang berantakan, dia memang tidak pandai memakai dasi. "Lain kali kabari aku jika kamu pulang terlambat, aku khawatir!" Dia mengangguk lalu memelukku. Setelah itu dia pergi dan Seperti biasa tinggal aku sendiri.

***

Saat siang tiba, aku menjemput anak-anakku. Taeyong menyarankan untuk menggunakan sopir, tapi aku menolak. Aku lebih nyaman menyetir sendiri. Lagi pula sayang SIM yang susah payah aku dapatkan, jika hanya menjadi penghuni dompet. Lagi pula Eun Hwa dan Jeno lebih senang jika aku yang menjemput.

"Ibu ...." Mereka berlari kemudian memelukku.

"Sudah Ibu bilang, jangan lari-lari nanti jatuh!"

"Ibu, kak Jeno lapar," ucap Jeno sambil mengelus perutnya.

"Eun Hwa juga."

"Bagaimana jika kita beli sandwich?"

"Mau, mau!" ujar mereka antusias.

Aku mulai menjalankan mobilku setelah memasangkan sabuk pengaman pada Eun Hwa dan Jeno. Jalanan di siang seperti ini memang sedikit macet, anak-anak sampai tertidur karena bosan terjebak macet. Beruntung tidak sampai sore, seperti janjiku aku mengajak mereka membeli sandwich di dekat kantor Lee Taeyong.

"Pilih satu saja, Ibu tidak mau kalian pesan terlalu banyak terus tidak dimakan!" ujarku mengingatkan mereka.

"Siap kapten!"

Mereka makan dengan lahap. Aku bahagia melihatnya, aku bersyukur memiliki mereka. Karena mereka aku bisa bertahan hingga saat ini. Aku tak terlalu menyesal melepas semua mimpiku, untuk merawat mereka. Untukku, keluarga kecilku adalah segalanya.

Tanpa sengaja, mataku menangkap sosok Lee Taeyong. Tidak aneh, karena memang ini lingkungan kantornya. Namun kenapa harus wanita itu lagi. Ayolah Go Eun Byul, berpikirlah positif!  Aku tidak ingin mencurigai suamiku sendiri, lebih tepatnya aku tidak ingin percaya jika kecurigaanku benar.

***

Rutinitasku sama, setelah anak-anakku tertidur aku menunggu dia pulang. Di saat seperti ini, aku merindukan  hari-hari sibukku dulu. Meski aku sendiri, aku tak merasa kesepian.

Mengusir kebosananku, aku mengambil laptopku yang sudah terlalu lama beristirahat. Seperti tidak masalah jika aku mulai menulis lagi, bukan sebagai pekerjaan, tapi sekedar menyalurkan hobi. Aku dengar ada aplikasi novel online bernama Tatpat , tidak buruk jika unggah di sana.

Saat kata demi kata itu mulai terangkai, aku merasa menemukan lagi diriku yang lama tertidur. Rasa sangat menyenangkan, hatiku berdebar saat mengerakkan jari-jariku di atas keyboard qwerty.

Aku segera menyingkir laptopku saat mendengar seseorang memasukan password di luar. Lee Taeyong pasti tidak suka jika aku mulai menulis lagi. Dia tahu, jika aku bisa lupa waktu bila mulai bermesraan dengan keyboard laptop.

"Kau belum tidur?" tanyanya.

"Aku menunggumu," jawabku.

"Sudah kubilang jangan menungguku, jika pulang malam."

"Kenapa kau tidak suka jika istrimu menunggu?" tanyaku sarkas.

"Bukan begitu, hanya kau pasti lelah."

"Aku tidak lelah sama sekali, justru yang membuatku kelelahan adalah dirimu."

"Eun Byul-ah ...."

"Mandilah, aku akan menyiapkan baju!"

Jujur aku ingin bertanya tentang dia dan wanita itu siang tadi. Namun terlalu sulit untuk bertanya, mungkin karena aku yang tidak ingin bertengkar dengannya lagi, atau juga aku terlalu takut jika dia tidak menjawabku dengan jujur.

Sama seperti tadi pagi, dia juga memelukku dari belakang. Ini sudah menjadi kebiasaannya untuk menenangkan aku, jika dia merasa aku marah.

"Kau masih marah, kan?"

"Tidak!"

"Eun Byul-ah jika kau marah, harusnya kau bilang marah. Jangan hanya mendiamkan aku. Aku tidak bisa jika kau begini!"

Air mataku jatuh, Lee Taeyong memang paling bisa membuatku kalah. Awalnya aku hanya ingin diam, tapi dia berhasil membuatku tidak ingin diam saja.

"Ya aku marah! Marah karena kamu selalu pulang larut malam, marah karena kau tidak punya waktu untukku dan anak-anak. Aku marah ...." Sulit untuk melanjutkan kata-kataku.

"Maafkan aku," ucapnya dia mempererat pelukannya. "Aku tahu aku salah, aku janji tidak akan pulang larut malam lagi, aku janji akan meluangkan lebih banyak waktu untuk kalian," lanjutnya kemudian.

"Jangan berjanji jika kau tidak akan pernah menepatinya."

"Percayalah padaku."

"Aku hanya  berharap kau dapat aku percaya."

Aku hanya ingin percaya padanya, karena aku telah mengantungkan hidupku padanya. Jika dia sampai berhianat, aku tidak tahu bagaimana hancurnya aku nanti.

TBC

Habis sahur gabut, akhirnya nulis. Tulisan ini aku tulis langsung update.

Aku mau kasih tahu kalian, aku nulis semua ceritaku itu sendiri. Hasil pemikiranku sendiri, ngedit sendiri. Pokoknya dari bikin cover, nulis, ngedit dll aku sendiri. Jadi maaf jika ada typo, kalimat rancu, yang mengurangi kenyamanan kalian dalam membaca.

Aku masih belajar, aku juga mencoba meminimalisir typo dan teman-teman, tapi yaitu pasti ada aja yang kelewat.

Satu lagi, aku nulis, ngedit  pakai hp. Udah lama Laptopku mati, jadi ya begitulah.

Udah deh cape.

Selamat berpuasa

Selamat Pagi.

Selamat hari Minggu.

Sampai jumpa kembali.

My Strange Husband  I & IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang