06.

1.9K 235 21
                                    

Sudah dua minggu berlalu sejak kepulanganku dari rumah sakit. Kondisiku juga sudah stabil dan dokter bilang bayiku juga baik-baik saja, hanya saja aku harus lebih berhati-hati. Selama hamil aku dilarang stres, melakukan pekerjaan yang berat, dan tidak boleh terlalu lelah. Dari awal Kak Yoona memang sudah memberitahuku, kehamilan di usiaku sekarang cukup berisiko. Apalagi jika melihat riwayatku. Saat hamil Eun Hwa dan Jeno aku sama-sama mengalami pendarahan, meski waktu Jeno tidak separah Eun Hwa.

"Minum susunya!" Lee Taeyong meletakkan segelas susu putih di depanku.

Oh ya, aku lupa memberitahu! Selama dua minggu ini, Lee Taeyong tidak mengijinkan aku menyentuh dapur. Pulang lebih cepat, meneleponku setiap dua jam sekali. Aku tidak menyangka, perhatiannya sama seperti saat aku hamil Jeno. Malah menurutku, sekarang dia jauh lebih posesif.

"Siang nanti biar aku yang menjemput anak-anak, aku bosan di rumah!" ujarku.

"Tidak!"

"Aku sudah cukup kuat!"

"Eun Byul-ah, aku bilang tidak ya tidak. Aku tidak mau kau dan anak kita kenapa-napa!"

"Baiklah! Jika tau kau akan seperhatian ini saat aku hamil, aku akan hamil setiap tahun," sindirku.

"Eun Byul-ah tenang saja, aku dengan senang hati membuatmu hamil lagi!"

"Ya! Lee Taeyong!" Dia hanya tertawa puas setelah berhasil menggodaku. "Kau tidak berniat berangkat bekerja?" tanyaku jengkel.

"Kau mengusirku?"

"Tentu!"

Dia malah tersenyum lebar dan merengkuhku dalam pelukannya, mengusap rambutku lembut. Aku menyukai perlakuannya yang seperti ini. Aku menyukai aroma butuhnya. Aku berkali lipat lebih menyukai belakang ini, mungkin karena bayiku, mungkin juga karena perhatian lebih yang dia berikan.

***

Dua minggu terkurung di rumah membuatku sedikit bosan. Dokter memang menyarankanku untuk tidak banyak bergerak, karena kandunganku sedikit lemah. Aku sadar, aku tidak muda lagi.  Namun aku rasa, kondisiku sudah cukup kuat.  Sepertinya tidak masalah jika aku pergi ke supermarket, ada beberapa barang yang ingin aku beli.

"Nyonya, Tuan bilang, Nyonya di larang pergi kemana-mana!" ujar Bibi yang bekerja di rumah.

"Aku hanya ke supermarket di bawah," kataku.

"Tetap tidak boleh, Tuan akan marah jika tahu!"

"Lee Taeyong sedang di kantor, tenang saja!"

"Tapi ..."

"Aku pergi dulu!" potongku, lalu pergi meninggalkan rumah.

Lee Taeyong tidak akan tahu jika pergi. Udara luar memang yang terbaik, aku merasa seperti Rapunzel yang dikurung di atas menara oleh penyihir selama dua minggu ini.  Aku membeli beberapa kebutuhan rumah. Entah mengapa aku merasa lelah, padahal belum sampai satu jam aku berada di luar rumah.  

"Sudah aku bilang, jangan pergi kemana!"

Aku tersentak saat mendengar suara itu. Aku ketahuan. Sial! Dia pasti aku mengomel panjang lebar  sekarang. Harusnya aku mendengarkan nasehat Bibi.

"Lee ... Taeyong."

"Ya, aku Lee Taeyong, suami kamu!" ujarnya datar.

"Maaf," ucapku menunduk.

"Maaf kamu nggak aku terima!"

"Taeyong-ah ...," rengekku, tapi sepertinya tidak mempan, "anak kamu butuh udara segar, itu bukan mauku, tapi anakmu!" ujarku dengan nada manja.

"Tapi kamu bisa nungguin aku!" Aku terdiam, memang aku bisa menunggunya, tapi terasa berbeda jika aku pergi sendiri.  "Ayo!"

"Kemana?"

"Kayanya bosen di rumah, ikut aku ke kantor! Kalau aku antar ke rumah, nanti pergi lagi!"

Aku hanya mengikutinya. Dia akan kesal jika aku menolak, setelah membayar belanjaanku kami segera meninggalkan supermarket. Dia mendiamkanku, aku sadar aku salah karena tidak menurut. Namun bukankah, ini sedikit keterlaluan? 

Dia membawa seluruh belanjaanku, dia juga menuntun tanganku. Dia bahkan tidak peduli saat karyawan-karyawannya menatap kami.

"Aku tidak menyangka istrinya CEO kita yang tampan biasa saja!"

Kata-kata itu sungguh menyakitiku. Aku sadar penampilanku memang terlihat kurang pantas untuk dikatakan sebagai istri dari Lee Taeyong. Aku tidak menggunakan make up, hanya memakai dress longgar dan kardigan panjang warna hitam.  Taeyong merengkuhku, sepertinya dia mendengar yang orang itu katakan. 

"Sayang, kamu lemes? Mau aku gendong?" tawar Lee Taeyong yang membuat kami semakin menjadi perhatian karena dia mengatakan itu dengan lantang. 

"Aku bisa jalan!"

"Sayang, kamu yakin?" Aku mengangguk.

Jika Taeyong benar-benar mengendongku, aku yakin mereka akan mengatakan lebih banyak hal buruk tentangku. Jujur ini bukan pertama kali aku mendengar hal seperti itu.  Aku sering mendengar itu ratusan kali, tapi kali ini aku ikut membenar kata-kata mereka. Aku terlalu biasa untuk menjadi istri seorang Lee Taeyong.

"Sayang, jangan pedulikan kata-kata mereka ya!"

"Yang mereka katakan benar kok, aku terlalu biasa untuk menjadi istrimu. Jika di bandingkan Kim Su Ha, atau Son Jiho aku tidak ada apa-apanya!" ujarku realistis.

"Eun Byul-ah, berhenti mengatakan hal-hal seperti itu!"

"Tapi itu kenyataan, kamu bersamaku juga karena terlanjur memiliki anak dariku. Aku benar, 'kan?"

Dia jongkok di depanku yang sedang duduk di sofa. Menggenggam tanganku, menatapku lembut.

"Eun Byul-ah, kita sudah lebih dari sepuluh tahun bersama. Apa kamu masih meragukan perasaanku?"

"Aku ...."

"Kamu adalah anugerah terindah yang Tuhan kirimkan ke dalam hidupku. Kamu satu-satunya dalam hidupku, satu-satunya wanita yang aku cintai."

"Aku berharap yang kamu katakan adalah benar."

Aku mencoba mempercayai dia sebanyak yang aku bisa. Namun entah kenapa, selalu ada ruang ragu dalam hatiku. Entah karena dia yang membuatku ragu, atau yang tidak percaya diri untuk mendampinginya.  


TBC

Hai Gengs, minal aidzin walfaidzin  (telat woy).

Nggak papa yekan, daripada tidak sama sekali. 

Kalian dapat THR berapa?

THR-nya udah buat beli apa aja?

My Strange Husband  I & IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang