Cemburu nggak ya??

19 4 0
                                    


"Yakinlah satu hal, suatu hari nanti hati kita akan sama.Mungkin itu nanti, tidak sekarang."
















                                           ***

"Hiihhh...apa-apaan dia, peluk-pelukan di sekolahan. Emang ini sekolahan nenek moyang nya apa? Apa diluar negeri sana itu hal biasa, ohw iya itu mungkin? tapi ini bukan luar negeri.
Dasar menyebalkan!!!" runtuk Reyna.

Reyna langsung kembali ke kelas setelah melihat Fabian berpelukan dengan gadis yang sama, gadis kemarin lusa yang membuatnya penasaran.

Kelas masih sepi karena masih jam istirahat, dia tidak mood lagi bertemu Fabian untuk mengajaknya ke kantin.
Entah apa yang terjadi pada dirinya, melihat Fabian berpelukan tadi membuat pikiran nya kacau.
Dia cenderung kesal dan ada sebuah rasa nyeri di dadanya.

"Huhhh apa-apa an ini, gue baik-baik aja, itu bukan urusan loe Reyna."
pekiknya sembari memukul dadanya sendiri, seolah ingin mengurangi rasa sesak di dalam hatinya.

Dia duduk dikursinya menatap ke arah bangku Fabian yang kosong, dia ingin sekali mengambil nafas sebanyak-banyaknya untuk mengurangi sesak didalam dadanya.

Dia menatap luar jendela, lalu menghela nafas perlahan.

"Apa yang gue rasain? Ini salah. Loe baik-baik aja Reyna.!"keluhnya, masih berusaha menyakinkan dirinya sendiri.

"Loe Cemburu?" sebuah suara membuat Reyna mendelikan mata, dia mengenali suara itu.

Dia terpaku, sejak kapan Fabian ada dibelakangnya.
Dia menoleh kaku, rasanya hidup nya kelar sudah.
Seolah kepergok mencuri sesuatu barang.

Fabian hanya memandangnya lama, sementara Reyna membuang muka.

"Si..siapa yang cemburu!" umpat Reyna.
Fabian tersenyum, melihat tingkah Reyna yang salah tingkah. Hal itu membuatnya senang.

"Kenapa tadi loe lari?" tanya Fabian.

"Gue nggak mau ganggu loe!"
Reyna semampu mungkin mengatur degup jantungnya yang kini berubah ritme menjadi sangat cepat, seolah-olah dia baru ketahuan mencuri sesuatu.

"Geser !" suruh Fabian, Reyna berdecak kesal dan menatapnya dingin lalu bergeser tempat duduk.

Alhasil mereka duduk berdua.

"Dia mantan gue."

Deg....

Jantung Reyna seolah berhenti saat itu juga.
Perempuan itu mantan kekasih Fabian dan tadi dia melihatnya pelukan itu tandanya? Mungkinkah?
Pertanyaan dalam dirinya membuat nya meringis seolah menahan sakit.

"Gue, nggak nanya!" ucap Reyna ketus, dia hanya berusaha baik-baik saja.

"Yakin, loe tidak ingin tahu?"
"Gue nggak suka tahu, suka nya tempe." ucap Reyna asal dan itu membuat Fabian tertawa.
"Huhh, menyebalkan loe!"
"Eittss... Kog loe marah?"

Reyna bungkam dan membuang muka ke arah lain.
"Hmmm...kenapa nie anak khawatirin perasaan gue?" bathin Reyna sembari memandang ke arah Fabian lagi, lalu di buang lagi pandangannya  ke segala arah.

"Dia datang untuk minta maaf dan pelukan tadi adalah pelukan terakhir kita."

Pernyatan Fabian sukses membuat Reyna seolah bernafas lega.
Serasa lepas dari jerat tali yang mengekang hatinya.

"Terakhir?" tanya Reyna, memastikan arti kata itu.

"Kita berdua selesai sudah lama, dan dia meminta maaf atas penghianatannya."

"Hmmm, penghianatan? Apa Fabian pernah diselingkuhin? Ishh perempuan macam apa dia?" pekik Reyna dalam hati.

"Dia akan kembali ke Sidney, dan tadi adalah pelukan terakhir yang dia minta."

"Yahh...setidaknya bisa loe lakuin diluar sekolah kan bisa?"

"Dia tahu kalau gue tidak akan menemuinya diluar sekolah, jadi dia kesini."

"Ohw."

Fabian memandang ke arah Reyna lama, dan itu membuat Reyna sedikit gugup.
Entah sejak kapan berdekatan dengan Fabian akhir-akhir ini membuatnya salah tingkah dan tidak bisa berfikir jernih.

"Ngapain loe lihatin gue segitunya?"
Fabian tersenyum tipis kearahnya lalu tangannya bergerak mengacak rambut Reyna.

Reyna terpaku dengan perlakuan Fabian, mereka terdiam sesaat saling mengunci mata satu sama lain.
Mereka bertatapan lama, posisi Fabian sangat dekat dengan Reyna,  tangannya masih menyentuh pangkal kepala Reyna dan mengacaknya lembut.

Reyna meneguk saliva nya, dia menetralkan degup jantungnya yang seolah berdetak tak terkendali.
Pipi nya seolah memanas, dia yakin sekarang air mukanya berubah sangat tidak lucu.
Semburat merah merona di pipinya, dia pun menyadari gejolak dalam dirinya.

Detik berikutnya.
Reyna menoleh lalu menunduk.
Apa yang dilakukan Fabian sangat tidak bagus untuk jantungnya.

Fabian tersenyum, pandanganya masih terpaku pada sosok Reyna.
Yang kini tengah menunduk, dan berlagak seperti menulis sesuatu.

"Loe lucu kalau cemburu?"
Reyna menatapnya heran, detik berikutnya berubah kesal.

"Siapa yang cemburu sich, gue sama sekali nggak cemburu."

"Yakin? Tapi kenapa loe gugup gitu?"

"Hahh!! Si...siapa yang gugup, gue biasa aja."

"Hhahaha, ok baiklah. Padahal gue berharap loe bisa cemburu."

Reyna menatapnya tak mengerti apa maksud kata-kata Fabian, dia berharap dirinya cemburu.

"Cemburu nggak ya??" pertanyaan bodoh itu terlintas begitu saja di benak hati Reyna.
Lalu dia menggeleng tidak jelas, dan membuat Fabian mengerutkan keningnya karena heran.

"Gue nggak akan cemburu, asal loe tahu itu." gerutu Reyna kesal.

"Ohw...benarkah? Yahh sayangnya gue seneng lihat loe cemburu. Itu tandanya loe suka sama gue."

Deg....

Pernyataan itu membuat Reyna membeku kembali.

"PD banget sich jadi orang, jangan sok menarik kesimpulan sendiri. Karena hati seseorang tidak mudah disimpulkan dengan kata-kata."

"Hahaha... Setidaknya itu menurut gue, lagian gue tidak meminta loe untuk cemburu." terang Fabian.

"Tadi loe berharap, sekarang loe bilang nggak minta. Mau loe apa sich?"

"Yakin loe ingin tahu apa mau gue?" tanya Fabian membuat Reyna terdiam.

"Isshhh dasar, makhluk menyebalkan!" pekik Reyna kesal.

Dan Fabian tertawa lagi.
"Berhentilah menggerutu, nggak akan ada yang bisa menolong hati loe. Kecuali diri loe sendiri."

"Iyaa." jawab Reyna singkat.

"Yakinlah satu hal, suatu hari nanti hati kita akan sama. Mungkin itu nanti, tidak sekarang."

Reyna terpaku oleh ucapan Fabian barusan. Entah apa artinya yang jelas membuatnya kembali dalam masa ketidakberdayaan menghadapi hatinya.
Apa yang dilakukan Fabian benar-benar diluar kendalinya.
Dan tentang hatinya, mungkin hanya dirinya lah yang dapat menolongnya.

"Bilangin, gue kebelakang!" seru Fabian beranjak berdiri dan melangkah menuju pintu keluar kelas.

Reyna tersentak dan sadar dari dunia keterpakuanya.

Dia mengamati sosok Fabian yang perlahan lenyap di balik pintu keluar.

"Huhhhhh!!! Sulit dipercaya. Ada apa dengan gue?" teriak bathinnya, lalu menelungkupkan kepalanya di atas meja.

Apa yang dilakukan Fabian hari ini, benar-benar  membuatnya kacau.
Terutama tentang hatinya.

"Loe memang makhluk menyebalkan Bian....!!!!" pekiknya dalam hati.



























Dinamika Cinta Reyna  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang