Harapan

25 4 0
                                    

Fabian tertunduk di depan sebuah ruang rawat Rumah sakit, lama dia menatap pintu itu,sebelum akhirnya masuk, berharap ada harapan baru untuk hari ini.
Dia menatap nanar ke arah ranjang itu,seorang wanita paruh baya terkeluai  lemah di atasnya.
Dengan selang infus dimana-dimana ,menyambungkan ke alat-alat medis penopang hidup pasien tersebut.

"Mama...."ucap nya lirih, duduk disamping ranjang dan menggenggam tangan mamanya.
Tak ada respon dari mamannya, hanya sebuah suara pendeteksi detak jantung yang memecah keheningan.

Semenjak mamanya di rawat tepat beberapa bulan yang lalu setelah kepindahaannya ke indonesia.
Fabian selalu menyempatkan diri untuk mengunjunginya.
Karena hanya Fabian yang mamanya punya.

Sementara papa?
Papa Bian bekerja diluar negeri,tepatnya di Sidney australia dan tinggal bersama nenek nya.
Mau tidak mau papa nya harus bekerjaa karena harus menghidupi mereka dan juga biaya rawat mamanya yang tentu saja tidak sedikit.
Karena mamanya sudah sering sakit-sakit an semenjak kejadian 3 tahun yang lalu. Dan sudah 2 kali ini kondisinya menurun drastis.

Flash back on
3 tahun yang lalu...

Ketika harapan hilang dalam sekejap
Ketika senyum bahagia mulai memudar
Harapan itu telah hilang selamanya.

Jerit tangis itu masih terdengar.
Mengiris setiap hati yang mendengarnya.
Rintihan kesakitan dari seorang adik yang sangat dia sayangi.

Bayangan menyakitkan itu masih bertumbuh aktif dalam ingatan Bian
Ketika adik satu-satunya dan juga belahan jiwanya pergi untuk selamanya.
Meninggalkan kesakitan di hati mereka.

Waktu itu mama Bian syok, mengetahui anak perempuanya harus hamil diluar nikah disaat umurnya masih belia.
Kenyataan pahit itu membuat kondisi tubuhnya menurun dan membuat Mamana jatuh sakit.

Bian yang saat itu terpisah dari keluarga yang  harus ikut nenek nya, belum mengetahui kehancuran keluarganya.
Dan pada saat dia kembali, yang dia tau saat itu sosok mama sudah terkulai lemah di ranjang Rumah Sakit.
Dan Adiknya, sekaligus sodara kembarnya FEBIOLA ADITAMA PUTRI  juga terbaring di atas ranjang rumah sakit karena percobaan bunuh diri.

Bian mulai memahami situasi saat itu,ketika dia mengetahui kenyataann tentang adiknya.
Adik satu-satunya depresi berat dan sering menangis dengan kondisi nya yang mengandung.
Dan pada saat itu Bian mengutuk laki-laki brengsek yang telah membuat adiknya menderita.
Dia tak berhenti-hentinya  mencari informasi tentang pacar sang adik yang lari dari tanggung jawab.
Tapi tak kunjung jelas, karena hampir semua data nihil seperti di black list dari negara itu.

Hingga sampai hari itu tiba.
Hari dimana Olla tiada, itulah hari yang sangat menyakitkan bagi Bian, seolah separuh jiwa nya ikut pergi.
Sebelum Olla meninggal karena sebuah pendarahan hebat yang menimpa adiknya.
Ada sepucuk surat dari olla untuk mereka.

Fabian membaca surat itu, dengan ekspresi sedih sementara Papanya tertunduk dilantai tak berdaya.
Kesedihan benar-benar memeluk mereka.
Disaat sang Mama belum sadarkan diri dan kini sang adik yang telah berpulang.

Dear : my lovely family

I'm sorry
I'm sorry
I'm sorry

Mungkin ketika kalian baca surat ini Olla sudah jauh dari kalian, sekali lagi maaf  :-(

Olla pergi Ma, Pa dan juga kak Bian
Olla sudah lelah dan tidak kuat lagi karena ini sangat menyakitkan bagi hidup Olla.

Olla seperti halnya bunga yang telah layu dan tak berguna lagi.
Dan buat apa aku hidup di dunia ini.
Kalau yang ada hanya tangis dan penyesalan.

Ma...

Syurga tak mungkin ku raih dengan kondisi ku seperti ini, bahkan aku pun tak tau akankah aku pantas disisi Tuhan.
Dengan sebuah harapan agar menjadi berkah hidup olla, Olla meninggalkan mata ini.

Jadi tolong biarkan penglihatan ku menjadi manfaat saat aku telah menutup mata.
Mata ku akan hidup di mata dia
Dan aku akan berharap bisa terus melihat kalian.
Dia adalah teman yang sangat baik,meskipun aku baru mengenalnya beberapa hari ini.

Ma, pa dan juga kak Bian.
Titip mata olla yaa, jaga pemilik mata Olla.
Agar Olla selalu melihat kalian.

Love you

Olla

Bian tertunduk setelah membaca surat dari adiknya, dia tatap ke arah wajah pucat olla yang telah tertidur tenang,seakan beban olla hilang seiring lepasnya jiwa dari jasad.
Bian menangis dalam sesaknya,menggenggam surat itu,dia tidak tau harus berbuat apa.

Dia perlahan menjelaskan pada Papanya kalau sebelum Olla meninggal dia sempat menjalani operasi donor mata.
Papa nya terkejut dan menangis dalam pelukan Bian.

Setelah pengurusan jenazah sang adik yang akan segera diterbangkan ke tanah kelahiran mereka, Bian dan papa bian seolah pasrah dengan keadaan.
Mama mereka juga akan dipindahkan Rumah sakit, hari itu begitu rumit dan kalut sampai-sampai mereka lupa akan janji pertemuan dengan keluarga penerima donor.

Beberapa hari setelah kepulangan Olla kesisi Tuhan, Papa dan juga Bian konsen mengurus Mamanya karena bagi mereka butuh suatu kekuatan mental dan juga hati untuk menjelaskan segala keadaan kepada mama nya.

Mereka memutuskan meningglkan kenangan pahit itu dan memilih kehidupan yang baru demi sang mama.
Karena mereka, anak dan Bapak yang tak ingin kehilangan wanita yang mereka cintai.

Flash back off.

FABIAN POV

Gue hanyut dalam lamunan gue, kenangan yang selalu membuat gue secengeng anak perempuan.

"Ma..." keluh gue lagi, berharap mama memdengar sapaan gue tapi lagi-lagi hanya bunyi pendeteksi jantung itu yang menjawab.
"Mama..Bian akan tetap berusaha mencari kenangan satu-satunya Olla untuk mama,tapi mama harus bangun ya."
Ucap gue lagi meskipun tiada respon,namun dalam hati kecil gue pasti mama mendengarkan semua ucapan gue.

Gue menghela nafas lelah, gue menerawang ke arah jendela rumah sakit.
Teringat saat pertama kali mama tau tentang kematian Olla, dia begitu sedih dan syok.
Keadaannya waktu itu membaik tapi hatinya tidak.
Mama begitu terpukul dan ketika Papa menjelaskan bahwa ada satu kenangan olla yang tertinggal pada orang lain, mama begitu berharap bisa melihat nya.
Tapi apalah daya gue, ketika gue kembali ke sidney untuk mencari tau pasien penerima donor itu tapi sayanganya gue terlambat,mereka sudah tak lagi disana.

Mereka hilang seperti ditelan bumi dan hanya meninggalkan sebuah surat yang berisi terima kasih dengan atas nama Alvaro Hutama dan sebuah cek yang entah dengan nominal berapa yang jelas terpampang angka nol 9 digit mungkin ini gila, penerima donor itu mungkin sangat kaya sampai rela memberi imbalan sebesar itu.
Gue menyalahkan kebodohan gue, kenapa gue waktu itu tidak menemui mereka dulu dan meninggalkan kontak person.
Tapi entahlah waktu itu pikiran gue hanya kesehatan mental mama dan juga secepatnya mengurus jenazah olla.

Gue bangun dari lamunan gue lagi,gue tatap wajah mama gue.
"Ma...sepertinya Bian menemukan kenangan Olla meskipun itu belum pasti,karena Mereka memiliki mata yang sama."tiba-tiba gue teringat Reyna.
Mata Reyna benar-benar mirip Olla tapi itu seakan tidak mungkin, karena yang gue tau dia memiliki mata itu dari warisan neneknya.

Gue masih bercerita banyak tentang Reyna ke mama, karena selama ini semenjak bertemu pertama kali dengan Reyna, gue seakan semangat menceritakan semuanya ke mama meskipun mama tidak pernah menjawab.
Bagi gue Reyna adalah bagian kebahagian gue sekarang, mata dia seolah mendekatkan gue dengan Olla.


Tbc....

























Maaf yachh readers,part pendek gillaa...hehehe

Biasa,ngeblank pikiran,disisi lain author lagi mudik ke kampung halaman.

See you again...

Hehehe tenang bentar lagi lanjut kog....

Muaachhh.....

Salam sayang dari Rin :-)

Dinamika Cinta Reyna  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang