Part 6: Diary

963 24 2
                                    


"Boleh kan tante?"

Fandy sedang berada di ruang tengah rumah keluarga William. Atau rumah orang tua Ucok. Dia sedang minta izin kepada ibu Ucok, agar mengizinkan Ucok menginap dirumahnya. Alasannya, untuk menyelesaikan tugas organisasi saat pensi.

"Boleh lah, Ma. Hallvie udah gede kok. Tenang aja, besok pasti sekolah" bujuk Ucok.

"Iya-iya. Jangan sampe bolos. Mama nggak mau tau. Besok kamu harus sekolah"

"Makasih tante"

Ucok dan Fandy berdiri dari kursi yang ia duduki dan bersalaman dengan Ibu Ucok "Permisi tante"

"Iya. Hati-hati ya?"

"Siap mah" ucok langsung berlari sambil menenteng tas besar berisi seragam sekolah untuk sabtu besok dan beberapa buku pelajaran.

"Woy. Tungguin gue" Fandy menyusul sahabat setengah warasnya yang kini sudah duduk di jok belakang motor besar milik Fandy "Lo nggak bawa scooter?"

"Ngapain. Gue kan nginep dirumah lo. dan atas permintaan lo juga. Jadi transportasi, konsumsi, dan ekonomi gue lo yang urus"

"Loh. Kok gue semua?"

"Ya iyalah. Kan lo yang maksa gue buat nginep"

Fandy menaiki jok depan motornya, mengambil helm yang tergantung di stank kanan motornya dan menyalahkan mesin motor "Nyusahin lo"

Fandy dengan sengaja memainkan gas motor. Dan memajukan motor lalu me-rem mendadak "Tulang" Ucok kaget. Seketika, ia langsung memeluk erat pinggang Fandy dan melatah Tulang yang dalam bahasa Medan artinya adik atau abang laki-laki dari ibu kandung atau bisa dibilang om. Ucok dahulu, memang sempat tinggal bersama om-nya. Dan, karena adik laki-laki dari ibunya itu menikah dengan wanita medan. Jadi, dia harus memanggil om-nya dengan sebutan Tulang. Diakui Ucok bahwa tulangnya memang sangat baik. Itu sebabnya dia sangat suka jika disuruh menginap atau tinggal lagi bersama dengan keluarga om-nya.

"Ciah. Ucok rindu Tulang. Kayak Amoy"

Ucok menoyorkan kepala Fandy yang tertutup rapat dengan helm tepat didepan wajahnya "Kampret lo"

Fandy terkekeh geli "Kita ke masjid dulu ya?"

"Ngapain?"

"Ini hari jum'at, bego. sholat lah"

Ucok menggaruk tengkuknya yang tertutup helm dan pastinya tidak gatal.

***

Masih jam setengah dua belas, artinya jam dua masih beberapa jam lagi. Latisya duduk di kursi meja belajarnya seraya menyandarkan tubuhnya di punggung kursi. Bingung harus melakukan apa "Dengerin lagu aja lah. O iya. Hp rusak"

Latisya mengetuk-ngetukan bolpointnya diatas meja. Mengangkat kedua alisnya dan segera mencari-cari sesuatu di balik tumpukan buku-buku yang berserakan diatas meja "Mana ya?" latisya masih mencari-cari, dan mendapatkan buku harian berwarna putih polos dengan tulisan 'i.a' berwarna hitam disampul terdepan buku tersebut "nih dia"

Perlahan, lembar demi lembar buku harian itu Latisya buka. Buku itu adalah pemberian dari seseorang dimasa lalunya. Yang ia anggap seperti pelindung dihidupnya. Karena sejak dulu Latisya selalu ingin memiliki kakak laki-laki. Tapi bagaimana? Dia sendiri juga adalah anak pertama, tidak mungkin untuk memiliki kakak.

Latisya tersenyum kecil saat membaca tulisan-tulisan ceker ayam miliknya dan Apan. Teman masa kecilnya.

Di halaman pertama. Terdapat potret dua anak kecil yang sedang duduk berdampingan di atas kursi kayu. Tangan anak laki-laki itu sedang melingkar di leher Latisya kecil. Tidak bisa dipungkiri, raut wajah Latisya kecil itu terlihat sangat bahagia. Dia membalas dengan bersandar di bahu Apan kecilnya.

Fall4 You [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang