Part 31: Pentas Seni

785 25 0
                                    

Sebenarnya pagi ini bukanlah pagi yang cukup menyemangatkan bagi Latisya. Kalaupun tidak berangkat sekolah, harusnya tidak ada yang marah. Karena otak manusia semacam dirinya tidak mungkin mendapatkan remedial. Nilai bagus, juara kelas bahkan sekolah, dan taat peraturan disekolah. Setahun sekolah di Sma Kharisma. Baru sekali dihukum. Waktu tidak mengerjakan pr saat disuruh membuat puisi karya sendiri. Itupun karna kebodohannya. Harusnya dia bisa Searching di Google.

Pentas seni. Hatinya masih tidak memiliki gairah untuk datang ke sekolah hari ini. Bahkan tubuhnyapun masih terbaring lemas di atas ranjang. Tapi matanya tak lagi mampu terpejam. Yang ada kepalanya malah sakit jika dipaksakan untuk tidur lagi.

Tidak ingin membuat hatinya semakin sakit. Apabila nanti bertemu Ghildan disekolah. Apalagi selama ini dia tidak pernah serius untuk berlatih membawakan lagu yang fandy suruh. Ditambah lagi. Cowok itu pasti akan marah-marah padanya jika belum juga bisa menghapal lagu yang ia minta.

Kayak nggak tau Fandy aja.

Bodoamat. Mau apapun yang Fandy lakukan terhadapnya nanti. Ia tak perduli. Ia tetap memilih diam dirumah tanpa sedikitpun suara manusia. Kecuali Minah. Hatinya masih kacau. Seharusnya Fandy paham. Karna dia tahu apa yang Latisya rasakan belakangan ini. Tunggu. Fandy tahu. Iya, Latisya baru sadar. Hanya Fandy yang tahu tentang masalah pribadinya. Hanya Fandy yang tentang dirinya. Hanya Fandy yang tahu kerusuhan keluarganya. Hanya Fandy.

Fandy adalah orang yang selama ini ia benci. Orang yang selama ini ia anggap menyebalkan. Juga orang yang selama ini ia anggap sebagai musuh karna kejadian Mos waktu itu. Tapi, Fandy adalah orang yang memberikan solusi, walaupun tak sepenuhnya bermanfaat. Tapi cowok itu sudah beberapa kali menjadi pendengar setianya saat terkena musibah.

Latisya menutup wajahnya dengan selimut. Memberikan rasa tenang di kepalanya karna kejadian kemarin kembali teringat saat ia tengah berusaha memikirkan yang lain. Tapi lagi-lagi pikirannya mengarah kepada Ghildan dan Sasha.

Ia memang tak seharusnya kesekolah hari ini. Malas melihat wajah Ghildan, malas mendengarkan alasan Ghildan, Juga malas di intilin sama Ghildan. Harusnya ia tenang, tentram, dan berdiam diri dirumah.

***

Jam delapan pagi.

suara riuh nan berisik mulut-mulut umat manusia yang ada dilapangan membuat kekacauan tersendiri bagi Fandy. Ini yang ia malas. Berada di tengah-tengah keramaian. Karna mencari satu orang yang sejak tadi belum juga ia lihat. Beberapa kali di telepon tapi nomornya tak pernah aktif. Kalaupun ada masalah harusnya mengertilah dengan keadaan. Fandy membutuhkannya hari ini. Untuk menjadi teman duetnya. Sebenarnya, bukan perkara sulit untuk bernyanyi seorang diri diatas panggung pentas seni bagi Fandy. Semua orang disekolah juga tahu kalau suaranya itu cetar membahana. Tapi ada sesuatu yang membuat Fandy ingin sekali menemukan Latisya. Tidak masalah jika hari ini Latisya membatalkan niatnya untuk bernyanyi di atas panggung bersamanya hari ini. Tapi, yang ia inginkan adalah gadis itu berada disini. Jika memang dia harus bernyanyi sendiri. Ia akan membawakan penampilan khusus untuk gadis itu. Kalau orangnya ada.

Fandy kembali menelpon. Tapi nomornya masih juga tidak aktif "Kemana sih?" geramnya. Bukan marah. Tapi nada suaranya seperti seorang cowok yang tengah khawatir dengan pacarnya.

"Kamu ngapain disini?" Fandy menoleh. Masih dengan ponsel yang menempel di telinga. Melihat seseorang yang ada disampingnya saat ini. Adhel "Cariin siapa?"

"Latisya" jawabnya singkat.

Adhel memasang wajah masamnya ketika nama Latisya terdengar lantang dan jelas keluar dari mulut Fandy "Ngapain sih cariin dia?"

"Dia duet sama gue hari ini"

"Aku bisa kok gantiin dia"

Fandy berbalik badan. Menghadap Adhel. Menatap penuh wajah gadis cantik dihadapannya itu "Nggak usah. Gue nggak mau ngerepotin. Mending lo urusin Pensi. Bukannya lo punya tugas disini?" Fandy berjalan meninggalkan Adhel pergi. Kembali mengetuk beberapa angka yang ada di layar ponselnya. Entah sengaja atau tidak. Tapi ia hafal nomor telepon Latisya diluar kepala. Langkah Fandy terhenti ketika tangan Adhel menahan tangan kirinya. Fandy menoleh dengan malas.

Fall4 You [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang