Part 14: Shyang-Syang

773 24 0
                                    

"Tisya masuk dulu, Pa. Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikum sallam"

Latisya dan Vanya turun dari mobil. Kebetulan, Wijaya hari ini sedang kerja di dalam kota. Tidak pergi kemana-mana. Jadi, dia ingin mengantarkan Latisya dan Vanya untuk berangkat sekolah. Tania tidak bersama mereka. Ia tidak ikut menginap dirumah Latisya karena ada latihan boxing jam lima sore. Jadi, sekalian pulang kerumah. Katanya.

Wijaya menutup kaca mobil dan segera melanjukan mobil mewahnya hingga tak lagi terlihat. Vanya dan Latisya masuk lewat gerbang. Mata Latisya sejak tadi beralih kesana-kemari. Dari lapangan balik lagi ke kerumunan banyak orang, dan belok kearah kelas sepuluh lima hingga mencapai ketaman. Tidak Nampak batang hidung Ghildan.

Entah kenapa, Latisya sangat ingin memastikan bahwa Ghildan baik-baik saja. Sejak tadi, malam. Ghildan tidak telfon ataupun sms. Walaupun hanya mengirimkan ucapan selamat malam. Tidak seperti biasanya.

Seperti ada yang mengganggu pikiran Latisya saat Ghildan tidak memberikan kabar. Mungkinkah dia benar-benar mencintai Ghildan? inikah jatuh cinta? Ah, mungkin iya. Latisya tidak tahu. Dia belum pernah sekhawatir ini terhadap seorang cowok.

"Ciie yang lagi nyariin pacarnya" Latisya menoleh kearah Vanya yang meledeknya. Vanya memang selalu tahu bila membaca gerak-gerik Latisya. atau memang Latsiya yang mudah untuk ditebak? Entahlah.

"Apaan sih lo"

"Kalo khawatir tuh disamperin ke kelasnya. Jangan diem aja"

"Ogah ah. Emang gue cewek apaan nyamperin cowok duluan"

"Nah. Gini nih yang gue males. Sok-sok jaim. Kenapa sih harus gengsi? Kan Ghildan emang pacar lo. kalo emang lo khawatir ya wajarlah. Nggak ada salahnya"

Latisya meenautkan alis, mengerucutkan bibirnya. Berpikir keras. Vanya memang benar. Dia khawatir. Tapi rasa gengsinya jauh lebih besar dari kekhawatirannya. Hingga membuat dirinya masih bisa menahan diri untuk tidak menghampiri Ghildan lebih dulu sebelum Ghildan yang menghampirinya.

"Enggak ah. Gue sms aja"

"He. Dibilangin. Dasar bocah" ucap Vanya. Mendengus kesal

Latisya dan Vanya masuk kedalam kelas dan duduk di bangku mereka masing-masing. Latisya meronggoh ponselnya. Mencari nama kontak Ghildan dan mulai mengetik pesan.

Dan. Dimana?

Send...

***

Bel masuk berbunyi. Latisya masih menunggu balasan dari Ghildan sebelum upacara dimulai. Tapi satu, dua, tiga, empat sampai lima belas menit. Belum juga dibalas. Hingga akhirnya Latisya mengambil topi upacara di dalam tas, memasukan lagi ponsel kedalam saku seragam dan berjalan keluar kelas menuju lapangan.

Mata Latisya belum juga menemukan sosok Ghildan di kerumunan banyak siswa saat upacara. Ia sudah berapa kali berjinjit dan mendongak untuk mencari sosok Ghildan di barisan kelas sepuluh lima. Tapi nihil.

"Aduuh. Nih orang sering nyelmilin genter kali, ya? Tinggi-tinggi amat dah" Saat mengheningkan cipta dimulai. Latisya berhenti untuk mencari Ghildan. ia lelah jika harus terus menerus berjinjit dan mendongakan kepala untuk mencari Ghildan. siswa kelas sepuluh tiga itu tinggi-tinggi, apalagi yang cowok termasuk Dimas. si tinggi dari yang paling tinggi di kelas sepuluh tiga. Mungkin itu sebabnya ia masuk di tim basket. Dimas sering disebut-sebut sebagai 'Siluman tiang listrik' karena tinggi badannya yang diatas rata-rata manusia normal pada umumnya.

Fall4 You [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang