Part 21: Kebohongan pertama

590 20 0
                                    

Jam Sembilan malam.

Latisya turun dari mobil Firman. Ia memilih untuk turun dirumah Tania berfikir akan bermalam disini. Lagipula, esok adalah classmetting jadi dia bisa memakai baju olahraga Tania jika Tania memakai seragam putih abu-abu. Atau sebaliknya.

"Ini rumah kamu?" Tanya Firman saat berhenti didepan pagar rumah Tania.

"Bukan, Mas. Ini rumah saudara. Aku mau nginep disini aja. Rumah aku jauh soalnya" Firman mengangguk "Tisya turun dulu ya, Mas. Makasih tebengannya"

Firman tersenyum, bersamaan dengan turunnya Latisya dari mobil. Tujuan Latisya berbohong adalah agar tidak banyak pertanyaan yang akan Firman lontarkan saat dia berkata bahwa ini adalah rumah temannya.

Teman yang mana? Seumuran kah? Laki, perempuan kah? Dan bla-bla-bla. Yang malas Latisya jawab.

Suara klakson dua kali terdengar dari mobil putih yang Firman kendarai. Ia berbelok, karna memang jalan rumahnya dan rumah Latisya atau bahkan Tania tidak satu arah. Latisya tersenyum sambil melambaikan tangannya kearah mobil yang melaju lamban melewati jalan raya itu.

Latisya menatap pagar rumah yang sudah tertutup rapat. Ia mendekatkan diri pada pagar dan memanggil pak satpam yang sedang menoton tv di pos "Pak–pak!"

"Eh, Mbak Tisya. Sebentar Mbak" satpam itu berlari membukakan pagar untuk Latisya. sudah cukup kenal jadi tidak perlu curiga.

Latisya masuk ke pelataran rumah Tania. Pintu utama tertutup rapat. Tapi ia tahu bahwa kedua sahabatnya itu belum tidur. Ia tahu saat melihat jendela kamar Tania yang ada di lantai atas. Masih terang benderang.

From: Tisya

Buka pintu gue mau masuk!

"Lah ngapain nih bocah malem-malem kemari?"

***

From: Syang

Reno gimana?

Ghildan memeriksa pesan masuk yang baru saja dikirim oleh Latisya saat ia baru saja memasukan motornya kedalam garasi. Ada sedikit rasa malas yang masuk kedalam diri Ghildan untuk membalas pesan tersebut. Ponselnya kembali ia masukan kedalam saku celana, mengingat bahwa sweaternya masih dipakai Sasha, jadi saat ini dia hanya memakai kaos putih oblong dan jeans pendek selutut.

Langkah Ghildan terfokus pada jalan. Begitu juga dengan pandangannya. Tidak ada sedikitpun hasrat bagi dirinya untuk membalas pesan dari Latisya.

"Dari mana lo?" satu suara memberhentikan langkah Ghildan saat ingin menaiki tangga. Ghildan hapal betul suara itu, suara cempreng yang selalu bernada tinggi dengan volume yang senantiasa keras.

Clara.

"Gue kan udah bilang kalo Reno kecelakaan"

"Lo gak lagi bohong kan?"

"Apaan sih, Mbak. Udah ah gue ngantuk" Ghildan berjalan menaiki tangga tanpa menghiraukan ucapan Clara yang terus menerus beruntun panjang.

"Sampe lo bohongin Tisya. Abis lo karna gue"

"Lebay banget sih. Kayak siapanya aja" guman Ghildan. ia tahu bahwa Clara tidak mendengar perkataannya. Baru kali ini ia bersikap biasa saja dengan ancaman Clara tentang Latisya.

Ghildan menjatuhkan tubuhnya pada kasur. Beberapa kali ia merasakan bahwa ponsel di sakunya bergetar. Tapi tak dihiraukan, palingan dari Latisya. ia mengantuk, matanya terasa berat. Tidak ada satu halpun yang ingin ia pikirkan termasuk bertanya pada Latisya dengan apa gadis itu pulang. Atau membalas pesan yang pastinya banyak Latisya kirim.

***

"Jadi Apan itu cinta pertama lo?" pertanyaan Tania membuat Latisya segera tertoleh. Ia menjatuhkan ponsel di genggamannya ke kasur. Sejak tadi Latisya memang membicarakan tentang Apan. Semua bermula saat Tania bertanya siapa anak kecil yang fotonya ia pajang di madding kamarnya dan juga ia tempel di buku diary–nya .

"Sembarangan. Apan itu temen gue. Sahabat gue. Waktu kecil banget. Mana mungkinlah pacar-pacaran. Gila aja"

"Apa salahnya? Asal lo tau aja. Gue pertama kali suka sama cowok itu umur lima tahun" jawab Vanya.

"Itu sih emang lo yang centil. Apan itu anak rumahan, jadi dia gak punya temen sama sekali kecuali gue. Dan gue juga gak punya temen cowok sama sekali kecuali dia. Gitu"

"Tapi lo suka kan sama dia?" Tanya Tania. Lagi. Dan sukses membuat Latisya cukup tercengang. Lagi.

"Ngaco banget sih. Dibilang gue sama dia itu masih kecil waktu itu. Belom ngerti sama gitu-gituan"

"Tapi kok namanya Apan, sih? Nggak keren. Siapanya Ipin?" enteng Tania,

"Kakaknya Upin"

"Menurut lo. Apan itu pernah ke Indonesia lagi gak?" Tanya Vanya.

"Gak tau. Tapi kayaknya enggak deh. Soalnya setau gue dia menetap di sana"

"Dimana? Malaysia?"

Latisya mengerutkan dahi "Kalo gak salah sih. Di–di–eum. Swiss apa ya?"

"APA!! SWISS?? SERIUSAN?" Tania berteriak tepat disamping telinga Latisya dan sukses membuat Latisya dan Vanya kaget "Kita susul Apan lo yuk, Sya"

"Apaan sih. Denger swiss kayak dapet duit sekarung aja"

"Keju, Sya. Keju disana itu terkenal banget"

Tania itu penggemar berat keju. By the way. Semua makanan yang ia makan pasti harus ada kejunya. Mulai dari yang wajar, seperti roti, pisang goreng, es krim, dan susu. Hingga yang tidak wajar seperti, nasi goreng, es cendol, bakso, bahkan rujak.

Dasar aneh.

"Ya nggak mungkinlah gue susul dia. Emang dia masih kenalin gue? Emang dia gak berubah? Terus emang gue punya alamat dia disana?"

"Ah gak asik banget sih" Tania menselonjorkan tubuhnya di kasur "YA TUHAN. BAWALAH APAN KEMBALI KE INDONESIA DAN BERIKAN HIDAYAH PADANYA UNTUK MENGAJAK HAMBA PERGI KE SWISS. SAMA TISYA JUGA GAK APA-APA YA TUHAN"

Bukk...

Latisya melemparkan bantal ke muka Tania dengan keras "lebay lo"

"Gimana dinner lo sama Ghildan dan calon mertua?" Tanya Vanya.

"Sama keluarganya doang. Tanpa Ghildan"

"Loh kok bisa?"

"Tadi dia dapet pesan dari Reno. Katanya Reno kecelakaan. Makanya dia nyusul"

"Ha? Reno kecelakaan?" ucap Vanya heran "orang gue baru aja selesai bbm–an sama dia. Gak percaya? Nih" Vanya menunjukan ponselnya pada Latisya. dan benar saja, semua chat dari Reno. Diakhiri dengan kata-kata.

"Gih sana tidur gua ngantuk, chat sama lo gak asik"

Jadi kemana Ghildan barusan?

***

Fall4 You [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang