6 | Cupid Bertemu si Berandal

119 5 0
                                    

[]


"Kenapa olahraga kelas kita harus setelah istirahat, sih?" keluh Huta setelah menyelesaikan tugasnya untuk berlari keliling gedung sekolah selama 10 menit.

Matahari tengah teriknya, langit benar-benar sepi dari kumpulan kapas putih yang bisanya dapat menutupi sebagian sinar matahari yang terik itu. Alana menenggak air mineral yang ia letakkan di pinggir lapangan bersama botol air mineral lain. Gadis itu menoleh pada sahabatnya yang sibuk mengibaskan tangan ke arah wajahnya. "Ini bukan soal kenapanya, tapi ini soal guru kita yang hobi ngasih mata pelajaran sesuai urutan kelas," ucap gadis itu.

"Contohnya 11 IPA 1 yang olahraga di hari Senin pagi, bersamaan dengan 10 IPS 1. Terus dilanjutkan 12 IPA 1 setelah istirahat," gadis itu berkata sambil berjalan bulak balik, menggenggam botol air mineralnya kuat-kuat. "Lah, kita? Kita kelas 11 IPS 4! Kelas paling onar, paling rusuh, paling argh! Gitu deh," Alana mendesah panjang setelah mengingat di mana kelasnya.

Huta masih bersungut sebal. "Ya tapi, huft, gak jadi deh," gadis yang kini rambutnya dikuncir kuda itu memilih duduk kembali. Pipinya yang berisi pun seketika tertarik akibat senyum tiba-tibanya. "Btw, Juno udah jadian sama Lauren?" tanya Huta dengan pandangan penuh tanya.

Alana tersenyum kecil. "Yap! Kasus mereka resmi selesai kemarin," jawab gadis itu membuat Huta tiba-tiba tersedak air mineral milik Alana.

"What? Lo nggak ngasih tau soal misi lo berhasil, Al?" gadis itu mencoba menatap Alana penuh selidik. "Tumben," ucapnya.

Alana menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal. "Hehe, sori. Kemarin gue exited banget, lo tau nggak, sih? Target kita kan lagi ribet banget, tapi Juno berhasil jadian sama dia kurang lebih sekitar 8 hari. Gila gak, tuh?" Alana terbahak.

Huta mengagguk, mengiyakan. "Iya sih, Juno juga lumayan keren dalam memikat cewek. Berarti dalam kasus lo, cuman si Iyan yang paling lama, ya?" Huta menatap Alana penuh geli.

Alana jadi ingat salah satu pasiennya bernama Iyan, siswa kelas 10 Bahasa 1 yang meminta untuk didekatkan dengan senior mereka, Kak Allisa, kelas 12 IPS 2. Cowok yang hobi menggambar itu benar-benar tulalit dalam masalah perempuan. Dia selalu sering gagal saat disuruh untuk mencoba mendekati Kak Allisa si ketua saman. Pernah saat Alana menyuruh Iyan untuk bergabung dengan Kak Allisa di kantin dengan berpura-pura tidak dapat kursi kantin, dengan Alana yang menyuruh semua warga sekolah untuk memenuhi kantin agar Kak Allisa bisa duduk bersama Iyan. Tapi dengan bodohnya, Iyan malah menumpahkan cairan kuning dari gelas jusnya.

Kak Allisa marah besar pada saat itu. Tapi siapa sangka bahwa dari kejadian bodoh itu, Iyan dapat sering bertemu dengan Allisa untuk meminta maaf hingga mereka sering pulang bersama, Iyan juga mengikuti kata-kata Alana untuk mengajak Allisa jalan sebagai permintaan maaf, hingga setelah dua bulan lamanya, mereka jadian.

Itu benar-benar kasus yang paling susah untuk Alana sendiri, dan Alana pikir Juno juga akan bernasib seperti Iyan. Nyatanya cowok itu sekarang tengah tebar pesona pada kekasih barunya yang menonton pertandingan basket antar IPS 4 dan IPA 3.

"Al, Al, liat deh," Huta tiba-tiba berseru membuat pandangan Alana pada Lauren teralihkan oleh Huta.

Alana menatap Huta aneh. "Apa?"

"Itu.. Leon ikutan main! Ih, musuh lo keren juga, Al!"

Mata Alana menangkap sosok Leon yang tengah memantulkan bola basket. Rambut kecoketalannya meloncat-loncat dan seragam putihnya sudah tergantikan dengan kaus abu-abu yang pas di tubuh tegapnya. Cowok itu berlari menuju ring musuh untuk memasukkan bola basket sedangkan Alana entah mengapa menggeram sebal. Leon selalu jadi pusat perhatian layaknya seorang artis. Entah bagaimana caranya cowok berandal itu bisa disukai oleh beberapa gadis di sini hanya karena aksi heroiknya.

Pasalnya, bagi Alana, semua aksi yang dilakukan Leon hanya kemarahan semata yang berujung dendam. Mau sebanyak apapun Leon memukul, dendam para orang yang dipukulnya tak akan terkikis, bahkan hingga ke anak cucunya kelak.

Gadis itu berniat untuk meninggalkan lapangan sebelum sebuah bola basket mengenai tempurung kepala bagian belakangnya. Tubuhnya terjungkal ke depan hingga jidatnya menampar tanah yang dilapisi semen. "Aww!"

"Al, lo nggak apa-apa?" Huta bergerak panik sambil membantu Alana untuk bangun dari posisi memalukannya. Gadis itu menatap jidat Alana yang baret dan berdarah. "Mending kita ke—"

"Eh, sori, gue nggak sengaja," potong seseorang yang memiliki suara bass dan amat tegas.

Alana menoleh cepat ke arah cowok yang tadi amat membuatnya geram. Gadis itu mengepalkan tangannya kuat-kuat. "Apa lo bilang? Nggak sengaja?" gadis itu maju selangkah. Menepis pegangan Huta pada kedua bahunya. "Jidat gue berdarah terus kepala gue pusing, dan lo bilang apa? Nggak sengaja?" Alana membentak, menatap laki-laki bermata elang di hadapannya dengan penuh amarah yang sejak dulu ia tahan.

Laki-laki yang berdiri di hadapannya ikut menggeram. "Gue udah bilang maaf, ya. Kalo lo nggak mau maafin, yaudah! Gue nggak peduli," ucap cowok itu sebelum pergi meninggalkan Alana yang merasa pening.

Sebelum cowok itu benar-benar keluar dari kerumunan siswa, Alana jatuh.

***

Bau antiseptik dan suara dua orang berbicara membuat Alana terbangun. Namun saat dia melihat siapa yang tengah berbicara itu, gadis itu kembali menutup kedua bola matanya. Mendengarkan.

"Ini cewek teribet pertama yang gue temuin, sumpah. Orang udah minta maaf, masih aja ngelunjak," cerocos Leon pada Rio yang berdiri di hadapannya.

Sahabatnya itu menepuk punggung Leon pelan. "Namanya juga cewek, Le. Lo nggak bakal bisa ngeri apa yang mereka rasain, terlalu susah kayak rumus Fisika," balasnya sembari terkekeh.

Leon mendengus. "Halah, tai. Tapi, ini si cewek cupid itu kan? Ternyata dia bawel juga, ya, ribet lagi," kata Leon sembari melirik gadis yang masih tertidur di atas ranjang tersebut.

Rio kembali tertawa. "Aduh, Le, ribet gini dia cantik loh," Rio tersenyum geli saat melihat Leon berdecak.

"Bodo amat. Mau dia cantik kayak Ariana Grande juga tetap aja bawel, ribet, tukang ngomel," gerutunya.

Dalam hati, Alana menggeram. Dasar kunyuk brengsek! Lo tuh gila!

Setelah langkah kaki perlahan menjauh, Alana berusaha untuk membuka matanya, membuat dia melihat cowok yang tadi menjelek-jelakkannya kini tengah memandangan penuh rasa penasaran.

"Lo tadi udah bangun, kan?"

Alana tergagap. Gadis itu bergerak gelisah seraya bangkit dan berusaha untuk memekai sepatu sebelum lengannya dicengkram kuat-kuat oleh Leon. "Heh, kenapa lo? Gue bukan setan kali," ujar cowok itu sembari menarik Alana untuk menatapnya.

Tapi lo iblis!

"Siapa bilang lo setan, hah?" Alana balas menatap, penuh rasa kesal.

Leon memutar kedua bola matanya. "Lo anak IPS 4, kan? Belagu banget," balas Leon.

"Gue tau lo anak IPA 1, tapi nggak seharusnya lo ngatain kelas gue!" bentak Alana seraya turun dari kasur dan mengenakan sepatunya asal. "Dasar cowok setan!" teriak gadis itu sebelum berlari meninggalkan UKS.

Leonal melongo. Dia menatap pintu yang tadi dibanting dengan kasar itu. Cowok itu terkekeh, geli. "Cewek bawel."[]

Kompas (Arah, Tujuan, dan Kita)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang