11 | Bertemu Target

89 4 0
                                    

[]

Sabtu pagi biasanya Alana gunakan untuk bermalas-malasan di kamar sembari mendengarkan musik atau membaca novel roman. Namun kali ini, Alana harus kembali melakukan tugasnya sebagai cupid atau mak comblang dalam mendekati targetnya. Pertama kali dalam seumur hidup Alana menjadi cupid, dia harus bertemu dengan target seorang laki-laki. Bukan perempuan seperti biasanya. Bukannya Alana takut gagal, dia cuman takut tidak mengerti soal laki-laki.

Gadis itu melihat bayangan dirinya yang mengenakan kaus bertuliskan I'm a Girls dengan dipatut lejing hitam dan sepatu adidas putih. Dia mengambil sling bag yang digantungkan di kakstop, kemudian keluar dari kamar menuju ruang makan. Di sana sudah ada Ibunya yang tengah mengelap meja makan.

"Ma, aku pergi dulu, ya," pamit gadis itu menyadarkan wanita yang kini sepenuhnya menatap Alana.

Mama melihat anaknya heran di Sabtu pagi ini. Biasanya jam 9 gini Alana masih tidur-tiduran di kasur sambil baca novel atau tertawa sendiri sambil mengetik pesan di ponselnya. Namun melihat Alana yang sudah rapih dan cantik, entah bagaimana Mama merasa aneh dan senang secara bersamaan.

"Mau ke mana kamu?" Mama bertanya sembari mencuci tangannya, kemudian menghampiri anak gadisnya tersebut. "Kencan?" Mama menatap Alana penuh selidik.

Alana tertawa kecil. "Yakali, Ma," elak gadis itu lalu menarik tangan kanan Mamanya untuk ia cium. "Aku pergi, ya! Assalamualaikum!" gadis itu berbalik sembari berlari kecil untuk mencapai pintu rumah yang jaraknya hanya beberapa langkah.

Sampai di depan rumah, ia melihat supir gojek pesanannya yang sudah menunggu kemudian menghampiri ojek tersebut. Lima belas menit kemudian, Alana sampai di sebuah kafe kecil pinggir jalan yang menyajikan berbagai macam kopi dan kue. Gadis itu masuk kemudian mengedarkan pandangannya, mencari laki-laki yang dulu pernah menjadi teman SMPnya. Melihat cowok dengan topi hitam menutupi rambut hitam pendeknya, Alana segera menghampiri cowok tersebut dan memukul bahunya pelan.

"Eh, lo Al. Makin cantik aja," komentar cowok bernama Rafi itu setelah meneliti penampilan Alana dari atas hingga bawah.

Alana tertawa kecil. "Biasa aja loh, padahal," balas Alana sambil tersenyum.

Sambil menunggu pesanan, mereka membicarakan soal kejadian di masa SMP, tepatnaya di kelas 8 dan 9 karena mereka berada di satu kelas yang sama.

"Gue inget banget pas lo disuruh diri di depan kelas Raf, sama Bu Kia. Sumpah wajah lo mesem banget selama jam pelajaran IPS," ujar Alana sembari terkekeh.

Rafi mendengus. "Ampe sekarang gue masih dendam tuh sama Bu Kia. Lagian aneh banget, gue kan cuman telat 1 menit buat masuk kelas, eh dihukumnya satu jam pelajaran. Najis dah tuh guru galak banget," keluhnya. "Itu juga tuh pas Pak Lintang tiba-tiba ngomel-ngomel ke gue, dikira gue nyuri sendal dia, padahal yang nyuri Rafi kelas 8, bukan Rafi kelas 9," tambahnya.

Alana sama sekali tidak bisa berhenti tertawa jika mengingat masa-masa bandel saat di SMP. Gadis itu tidak heran kalau Rafi menjadi bahan bualan para guru karena memang cowok itu bandel banget. Kemudian saat di SMA, kebandelan Rafi makin bertambah menjadi sosok yang suka tawuran, merokok dan minum-minum di sebuah tempat hiburan malam.

"Btw, lo udah punya pacar, Raf?" tanya Alana sambil menyesap vanilla latenya.

Rafi mendongak. "Belum. Eh, gue denger lo masih jadi mak comblang di sekolah lo, kan?" cowok itu menatap Alana penasaran.

Alana mengangguk kecil.

"Nah, pas banget! Gue lagi ngincer anak dari sekolah lo. Baru kelas 10 sih, tapi dia kebetulan tetangga gue, jadi ya.. lo mau bantuin, kan?"

Alana diam. Dia memikirkan Clara yang masih kelas 10, yang katanya tetanggaan dengan Rafi, kemudian menatap cowok itu lagi. "Clara?" ceplos Alana tidak sadar.

Rafi tersedak. Dia menatap teman yang duduk di depannya dengan pandangan sulit diartikan. Kemudian cowok itu tertawa kecil. "Jadi bener, lo jadi mak comblang dia buat dapetin gue?" cowok itu menatap Alana geli. "Gue cuman ingetin Al. Dalam kelompok basis SMA Adiyaksa, semua anggotanya nggak boleh punya pacar atau nyari pacar. Menurut mereka, perempuan adalah makhluk teribet yang pernah mereka kenal. Kalo salah satu dari kita punya pacar, ceweknya bakal terancam. Apalagi kalo salah satu dari kita diincer perempuan, perempuannya itu bakal terancam."

Alana diam. Dia nggak tau bahwa ada sekelompok basis yang menerapkan peraturan sekejam itu. Cinta adalah milik setiap umat. Mereka berhak untuk bahagia, memperjuangkan cinta mereka. Tapi mengapa masih ada orang yang melarang itu? Melarang hati yang ingin saling berpeluk?

Tapi, tunggu.

"What? Lo tau kalo gue mau nyomblangin lo, Raf?" gadis itu menatap Rafi nggak percaya. "Terus kenapa lo masih mau buat gue deketin ke bocah itu?" tanya Alana.

Rafi tersenyum. "Karena gue cinta sama dia juga, Al. Tapi, semuanya ribet gara-gara peraturan basis sialan yang ngelarang kita buat punya pacar. Ngelarang kita buat jatuh cinta," cowok itu menghela napas kasar. "Kita bener-bener ngelupain cinta kita. Kayak, kita nggak menghargai bagaimana cinta itu datang, cinta itu hidup."

"Terus, gue harus apa?" gadis itu bertanya dengan wajah bodoh. Seharusnya masalah cinta sialan ini berjalan mudah karena keduanya saling mencintai. Namun karena peraturan tolol itu, Alana merasa makin bodoh di pelajaran Ekonomi.

Rafi mengedikkan bahu acuh. "Nggak tau. Lo cuman bertugas buat nyatuin gue sama Clara, kan?" cowok itu menatap Alana. "Jadi seharusnya lo cari cara buat hancurin prinsip basis SMA Adiyaksa, Al."

Alana berdecak. "Ini sih namanya nyiksa gue, Raf. Gue tugasnya tuh ya sekedar cari strategi deketin cowok, bukan malah ngehapus aturan di basis sekolah lo itu," ucap Alana telak sembari menyenderkan punggungnya pada kepala kursi. "Ini sih ribet buat bikin lo pacaran sama Clara, kalo mundur berarti gue kalah," gumam Alana pelan.

Rafi mengernyit bingung. "Kalah?"

"Ah, nggak."

Langit di luar terlihat cerah dan damai. Namun sayangnya perasaan Alana suram dan jauh dari kata damai.[]

Kompas (Arah, Tujuan, dan Kita)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang