3 | Beraksinya Cupid Alana

136 6 0
                                    

[×××]


Pagi ini Alana sudah siap dengan semua yang diperlukan untuk misinya. Gadis itu sudah membuat banyak jadwal, juga sebuah trik-trik yang mungkin bisa ampuh untuk melunakkan si calon.

Lauren itu kan tipe gadis kutu buku yang suka banget baca buku-buku yang berhubungan dengah hewan, bagaiman jika Juno juga harus mulai membaca buku-buku yang berhubungan dengan hewan. Misalnya buku anatomi atau revolusi hewan? Itu pasti pernah dibaca oleh tipe macam Lauren.

"Gimana?" Juno tiba-tiba saja sudah berdiri di samping Alana. Cowok itu berusaha menyamakan langkahnya dengan Alana yang asik membaca sesuatu dari ponselnya. "Lo udah punya rencana, Al?" tanya Juno.

Alana menghentikan langkah. Gadis itu melirik sekitar sebelum menarik Juno menuju ruangan ekskul jurnalis. Alana termasuk dalam anggota ekskul tersebut. Jadi, tak heran jika dia bisa keluar masuk dengan leluasa.

Gadis itu duduk di salah satu kursi, lalu memberitahukan gulungan kertas yang memanjang, seperti daftar belanja yang biasa digenggam para ibu-ibu jika ke pasar. "Udah sih, tapi lo sanggup gak?" Gadis itu menatap Juno yang mengedikkan bahu cuek.

"Gue bakal lakuin apapun buat deket sama Lauren, kenapa nggak sanggup?" Cowok itu bertanya balik dengan senyum kecil membentuk lengkungan ke dalam di pipi kirinya.

Alana tertawa. "Oke, gue kasih tau langkah awal buat deketin gadis macam Lauren. Sejak dua hari lalu, gue sering banget baca novel yang tokoh perempuannya itu kutu buku akut. Dan.. gue menemukan satu ide cemerlang yang buat gue jingkrak-jingkrak kek orang gila, parah dah pokoknya," dia kemudian menunjuk langkah pertama yang sudah ia tulis di kertas keramat tersebut. "Pertama, lo coba baca buku yang dia baca buat jadi obrolan kalian nanti. Jaga-jaga kan kalau misalnya pas kagi baca buku itu, Lauren tiba-tiba ada di samping lo."

Juno nampak berpikir keras tentang apa yang barusan di katakan Alana. Cowok itu tersenyum lebar dan mengangguk paham. "Kebetulan, gue juga pernah baca salah satu buku yang pernah dibaca Lauren sih," dia terkekeh. "Yahh, isi bukunya nggak terlalu ngebosenin lah!" katanya.

Alana tertawa. "Bagus deh kalau lo pernah baca salah satu buku yang pernah dibaca Lauren, berarti lo udah bisa masuk ke langkah awal," dia tersenyum penuh misteri. "Lo bisa langsung ajak dia bicara hari ini, usahakan kalau obrolan pertama kalian itu gak ngebosenin. Nggak harus soal buku. Karena pasti itu bakal ngebosenin," ujarnya kemudian bangkit.

"Udah yuk, gue mau ke kelas," kata Alana sembari menepuk bahu Juno yang masih tegang.

Cowok itu bangkit namun menahan Alana sebelum gadis itu berhasil menyentuh gagang pintu. "Lo gila?" wajahnya terlihat panik. "Gua mana berani, geblek," kata cowok itu.

Alana tertawa, sangat tau bahwa Juno akan mengatakan hal tersebut. "Terus gue harus apa? Orang cuman ngobrol, rasanya kayak susah banget buat lo," ledek Alana. "Udah sih, tingga say hi terus lo obrolin segala sesuatu, serah. Yang pasti, jangan ngebosenin," dia tersenyum. "Gue juga bakal bantu, kok. Jadi, jangan cuman gue yang gerak, Jun, lo juga."

Lalu Alana keluar bersama Juno yang masih takut dengan hal-hal yang bisa saja terjadi jika ia memaksa untuk berbicara dengan gadis seperti Lauren. Pikiran cowok itu berseliweran, terlalu pesimis bahwa dia akan mati tersesat jika memaksa untuk mengobrol dengan Lauren, si gadis cuek dari kebanyakan gadis cuek.

Namun, jika melihat senyum senang Alana, Juno jadi berpikir keras lagi. Jika Alana yakin, kenapa dia harus merasa menciut?

Di kelas, Alana langsung duduk di kursinya, melirik Huta yang asik menyalin jawaban Fisika dari buku Keilo. Alana sendiri sudah tenang karena tadi malam tugasnya sudah dikerjakan oleh Bang Agil, Kakaknya yang kuliah di Jogjakarta, kebetulan sedang libur dan menginap di rumah selama seminggu ke depan.

"Kayaknya lo seneng banget, Al," Huta menutup buku latihan Fisikanya. "Habis dapet wangsit lo?" tebak gadis itu sembari menatap Alana yang asik tersenyum manis.

"Menurut lo?" Alana malah balik bertanya. "Gue abis dapet apa?" Gadis itu tertawa kecil.

Huta mendengus. "Iye, iye. Gua tau nih, pasti lo udah dapet ide buat deketin Juno dan Lauren. Gue pikir mereka berdua adalah pasangan paling susah buat disatuin, Al," Huta berbicara sambil melihat-lihat grup chat kelas yang tiba-tiba saja ramai.

"Yahh, bagi gue sih nggak ada yang susah," balas Alana dengan senyum penuh yakin. "Bagi gue, nggak ada yang mustahil dalam hidup ini, Mbak," ujarnya.

Huta hanya tersenyum. Namun mata gadis itu tiba-tiba melotot ketika melihat keganjilan di dalam grup kelasan mereka--bukan, bukan hanya di grup kelasan, tapi juga di grup angkatan.

Haidir : Parahh, Leonal berantem sama preman pasar Senen

Huta melirik Alana yang sedang menulis sesuatu di buku catatan kecil yang selalu ia genggam. "Al," panggilnya, pelan.

"Hm."

"Leonal lagi berantem. Parah. Kayaknya dia juga punya misi sama kayak lo deh," ucap Huta. Gadis itu langsung merasakan aura geram dari tubuh Alana yang langsung membeku.

Gadis itu menghela napas. "Gue gak bakal kalah, lagipula apa untungnya berantem? Demi nama baik sekolah katanya? Yang ada dia hancurin nama baik sekolah doang."

^*^*^*^

Leon terbangun di pagi hari yang ia tunggu sejak semalam. Cowok itu bangkit dan segera mandi untuk bersiap-siap. Bukan untuk sekolah, tapi untuk melaksanakan misi dengan memakai seragam sekolah biar disangka sekolah oleh kedua orangtuanya. Bukannya Leon ingin melakukan kebohongan, tapi ini demi kedamaian para teman-teman di sekolahnya ketika melewati pasar daerah pasar senen yang terkenal dengan rawannya para pemalak.

Jangan salahkan Leon jika ia murka. Tapi salahkan mereka karena telah membuat Leon geram dan ingin melukis di wajah mereka menggunakan bogemannya. Cowok itu sudah siap, bahkan sebelum misi ini pun Leon selalu siap.

"Tumben pagi, Le," tegur Bunda ketika Leon baru saja menginjakkan kakinya di lantai dasar.

Cowok itu tersenyum amat manis hingga matanya menyipit. "Lagi rajin dong, Bun, masa aku maunya bangun siang mulu," balasnya sambil terkekeh.

Bunda ikutan terkekeh. Wanita paruh baya itu menyiapkan nasi goreng untuk anaknya yang akhirnya bisa juga jadi anak rajin. Wanita itu meletakkan piring berisi nasi goreng dengan taburan bawang juga irisan telur dadar untuk anaknya. "Kamu makan, biar tubuhnya sehat terus bisa jadi tentara," katanya dengan senyum lembut khas keibuan.

Leon tertawa dan makan dengan lahap. Bundanya selalu tau bahwa Leon akan menghabiskan banyak tenaga hari ini, dan itu tidaklah sedikit.

Cowok itu bangkit dari kursi lalu berpamitan pada kedua orangtuanya. Setelahnya, Leon sudah melajukan motornya di jalan raya, menuju tempatnya untuk beraksi.[]

a.n

Ku skip yah, hahahaha. Buat kalian penasaran aja sih.. hehehehehe.

Salam,

Defi Fitri.

Kompas (Arah, Tujuan, dan Kita)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang