17 | Dirga Masih Galak!

77 3 2
                                    

[]

Pagi ini Alana sudah mempersiapkan batin bahkan hatinya. Siku tangannya sudah tidak apa-apa meski masih tersisa bekas goresan luka, namun itu sudah nggak sakit dari sebelumnya. Hari ini Alana mau menghampiri sekolah Dirga lagi, menemui cowok itu di sekolahnya untuk kedua kalinya.

Langit masih bersih dari gumpalan kapas putih ketika Alana keluar dari rumah dan memasuki mobil Papanya. Gadis itu melihat ke arah luar, membuka jendela mobil ketika mobil melaju ke jalan raya yang mulai ramai. Gadis itu masih bisa merasakan udara pagi, meski mulai tercampur asap polusi yang menyempil. Alana tersenyum kecil, melamun.

Dia memikirkan ekspresi Dirga ketika melihatnya lagi setelah dua hari menghilang. Bahkan baru tadi malam Alana berani mengirimkan pesan pada Dirga, meski itu hanya diread. Namun Alana tetaplah Alana, dia sampai mengirimkan 30 pesan dan hanya dibalas dengan kalimat.

Dirga Bego : Berisik!

Udah, itu doang. Tapi Alana tetap mengirimkan pesan lagi, dan Alana yakin cowok itu hampir memblock akunnya. Karena pesan Alana nggak dibaca, pasti pesan masuk darinya langsung dibalas. Cowok itu juga pasti mikir kalau Alana diblock, pasti gadis itu akan datang menemuinya lagi. Tapi, mau Alana diblock atau nggak, Alana bakal tetap datang ke Dirga! Dia akan membuat cowok itu menyukainya, bagaimanapun sulitnya itu.

"Pagi temanku yang gembul," sapa Alana ketika memasuki kelas dan duduk di samping Huta yang tengah menyalin tugas Biologi lintas minat Pak Suyitno.

Huta menoleh sekilas. "Pagi orang sibuk," balas gadis itu sebal.

Alana melongo, merasa aneh. "Gue sibuk banget ya akhir-akhir ini?" tanya gadis itu merasa bodoh. "Maaf deh, gue lagi dapet tugas genting tau," ucap gadis itu berusaha membuat Huta kembali seperti dulu. Meledeknya atau apapun itu.

Huta kini melupakan tugas Biologi sialan-aneh-nyebelin, yang entah bagaimana bisa anak IPS kayak dia yang benci setengah mati dengan IPA dapat lintas minat Biologi. Dia terpaksa!

"Lo sebenarnya kenapa bisa deketin cowok sih, Al? Cerita dong, udah lama tau lo nggak cerita apa-apa ke gua," ujar Huta dengan pandangan penuh ke arah Alana yang tersenyum geli.

"Jadi, cuman gegara gue nggak cerita, lo marah?" gadis itu memasang wajah meledek, matanya berkedip dengan cepat berusaha menggoda Huta yang semakin sebal.

"AL!"

"Iya, iya, maaf. Gue deketin cowok ini, karena dia penghalang misi gue, Hut," jawab Alana sekenanya. "Dia itu cowok paling kasar yang pernah gue kenal. Dia nggak mandang kalo orang yang bikin dia marah itu cewek atau cowok, semuanya dihajar. Dikasarin. Tapi, gue tau pasti hatinya masih ada kelembutan, meski itu tertutup oleh kabut hitam yang sangat tebal. Terjebak dalam kegelapan," cerocos Alana mulai merasa bijak, seperti sepenggal puisi yang dibaca dan dilike oleh Huta saat bermain di timeline.

"Idih, sok puitis gila. Kok gua jijik ya, kalo lo yang ngomong itu," Huta balas meledek, kembali pada tugasnya.

Alana mendengus. "Sialan. Btw, itu tugas Bio, ya?" tanya Alana sambil menarik buku Agus, teman sekelas mereka yang pintar dalam segala pelajaran.

Huta menarik kembali buku Agus, meletakkannya kembali di hadapan gadis itu. "Diem deh, nggak usah modus buat ikutan nyontek," ujar Huta sambil kembali menyalin.

Alana tertawa. "Eh, sori ya, gue udah selesai," jawab gadis itu.

Huta menoleh cepat, merasa aneh dan takjub. Alana yang sama malasnya dengan pelajaran anak-anak IPA, kini udah selesai sama tugas Biologi? Kok aneh, ya?

"Serius? Dih, gak usah bohong," senggah Huta.

"Dua rius, deh. Tadi malem gue minta diajarin Rio, tau," balas Alana dengan senyum kecil. "Rio itu udah ganteng, manis, baik lagi," dia mulai berujar. "Nggak kayak temennya tuh si macan—"

Kompas (Arah, Tujuan, dan Kita)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang