[]
Pagi di hari Sabtu kembali dilalui Alana tanpa kegiatan kesukannya. Gadis itu memasuki ruangan yang dipenuhi oleh warga-warga yang sibuk dengan laptop dan buku-buku tebal. Berjalan ke kiri, dia menemukan berbagai buku pelajaran yang cukup membosankan. Alana berpura-pura membaca buku agar tidak ketahuan kalau dia tengah mencari seseorang, bukan sebuah buku yang semuanya membosankan.
Ketika sampai di ujung ruangan, samping rak yang penuh buku astronomi, gadis itu melirik ke arah kanan di mana seorang laki-laki tinggi dengan dagu lancip tengah bersandar pada jendela besar yang mengarah ke arah jalan raya yang cukup padat. Gadis itu mengerjap, mengecek ponselnya terlebih dahulu untuk memastikan apakah cowok itu yang dia cari.
"Jadi..." gadis itu kembali melihat ke arah cowok yang tengah membaca buku apalah itu, Alana nggak paham. "Dia..?"
Begini, cowok yang ditaksir sebagai ketua basis SMA Adiyaksa hanyalah sosok cowok tampan, pintar, dan kayaknya kutu buku. Melihat bacaannya, Alana meneguk ludahnya dengan sekuat tenaga. Cowok itu membaca buku yang berjudul Kebribadian Manusia yang pastinya itu adalah bacaan untuk orang-orang yang ingin jadi psikolog, atau orang-orang yang pemikirannya benar-benar luas... dan Alana bukan orang seperti itu.
Kok gue sial banget sih?
Tiba-tiba, cowok itu meliriknya, merasa bingung. Cowok berdagu lancip dan mempunyai bentuk mata seperti kucing yang ekor matanya sangat tajam, dingin, berjalan menghampirinya. Ia berdiri di hadapan Alana, menatap gadis itu penuh ketelitian. "Lo tersesat?"
"Hah?" Alana merasa bodoh. Iya, gue salah tempat!
Cowok itu mendesah panjang. "Serah," cowok itu berbalik, tapi Alana menahannya dan merasa... bego. "Kenapa?" tanya cowok itu lagi, nadanya sangat tidak bersahabat.
Alana melepas cengkramannya, kemdian menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Nggak, gue cuman minta maaf karena ganggu waktu lo," jawab gadis itu, tidak tau harus berkata apa lagi.
Cowok itu mengangguk singkat, wajahnya datar. "Oh."
Oh doang?
"Nama lo siapa?" Alana kembali merutuk, kok dia kayak nggak tau cara deketin cowok aja sih?
Cowok berdagu lancip itu menatap Alana aneh, kemudian berakata, masih dengan nada yang tidak bersahabat. "Dirga."
"Gue Alana," gadis itu tersenyum.
"Nggak nanya."
Dalam hati, Alana berdesis dan merutuk bahwa dirinya benar-benar bodoh!
Merasa percuma, Alana berbalik, ingin cepat-cepat pergi sebelum sebuah suara menghentikannya. Cowok itu memanggilnya dengan nada datar. "Lo ke sini nyari apa? Kayaknya lo butuh bantuan."
Iya, gue butuh bantuan mak comblang!
"Gue nyari buku sejarah gitu, tentang jepang lawan indonesia tapi yang bener-bener bahas sampai ke akarnya," ujar gadis itu, menghiraukan kalimat sumpah serapah yang ingin keluar dari mulutnya. "Gue liat, lo kayaknya udah tau banget kan perpustakaan ini? Jadi, gue mau coba nanya lo gitu sebenarnya," tambah gadis itu sembari melirik Dirga dengan ragu.
Cowok bernama Dirga itu mengedikkan bahu. "Gue tau gue ganteng, tapi lo nggak usah sok-sok-an buat modus ke gue biar gue bisa nganterin lo," kata cowok itu sangat pede, terlalu datar.
Alana menganga, dalam hati dia sudah menggerutu sebal dan ingin sekali beranjak dari tempat ini tapi sesuatu menahannya. Dia masih ingin mendekati cowok itu, berharap dalam hitungan detik dia bisa mencairkan nada suara dari cowok bernama Dirga itu.
"Tap—"
"Gue sibuk."
Kini, Alana benar-benar melangkahkan kakinya keluar dari sana. Keluar dari perpustakaan. Tapi nggak akan keluar dari misinya.
***
Karena terlalu lama menunggu Dirga keluar dari perpustakaan, gadis itu jadi menunggu di halaman depan pintu masuk, menunggu hujan reda. Ia memperhatikan setiap mobil yang lewat, namun tak ada yang menarik baginya. Sejak tadi Alana tetap menunggu Dirga padahal seharusnya dia menunggu Dirga di basemant, namun Rafi mengatakan bahwa Dirga nggak pernah bawa kendaraan masuk ke dalam parkiran perpustakaan karena dia pasti akan nongkrong dulu di pusat makanan samping perpustakaan.
"Belom pulang lo?"
Suara yang berasal di belakangnya membuat gadis itu sedikit tersentak. Alana menoleh dan menemukan Dirga dengan tas punggu berwarna abu-abu dan menggenggam payung berwarna abu-abu juga. "Belum, gue kan nungguin lo," jawab gadis itu lugas. Karena setelah dia pikirkan matang-matang, hanya cara ini yang mampu buat bertemu Dirga tiap hari. Tiap saat.
Dirga masih berdiri, mata kucingnya menyipit. "Hah?" wajah cowok itu sedikit heran. Aneh saja melihat cewek asing menunggunya. Apalagi modelan cewek yang kayaknya bodoh dan lola.
Alana tersenyum lebar, dia mendekati Dirga hingga jarak mereka hanya berkisar 1 cm. Gadis itu mendongak, menatap mata Dirga dengan ceria. "Gue suka sama lo sejak pandangan pertama!" Dalam hati, Alana merutuk , cewek bego. "Dan gue mau pulang bareng lo, boleh kan?" gadis itu masih sama cerianya, matanya semakin berbinar meskipun Dirga menggeleng dan perlahan mundur. Tapi, Alana maju dan menarik tangan cowok itu hingga kembali berada di hadapannya. "Oke, gue bercanda. Tapi serius, lo itu keliatannya menarik," ucap gadis itu membenarkan sembari terkekeh.
Dirga perlahan menghela napas lega, dia sedikit panik karena pernyataan tak terduga dari cewek asing di hadapannya. "Gue pikir lo gila," sahut cowok itu setelah lama diam.
Alana menggeleng, dia tertawa. "Gue boleh minta nomor hape lo? Atau id line lo?" tanya Alana, masih sama cerianya.
Dirga kembali menghela napas, kali ini terdengar lelah dan frustasi. Cewek ini benar-benar gila. "Buat apa?" tanya cowok itu balik.
"Ya buat ngobrol sama lo lah! Gue kan mau ngajakin temenan," balas gadis itu.
Dirga terdiam. Sesuatu berbisik padanya tapi dia menghiraukan itu. Jadi, dia hanya mendesah dan menyebutkan id Linenya. Kemudian cowok itu pergi, tapi Alana kembali menahannya.
"Apa?"
"Pulang bareng, dong. Teman baru."[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Kompas (Arah, Tujuan, dan Kita)
Teen FictionAlana adalah si mak comblang yang paling mantap! Tiap ada yang minta dicomblangin ke orang yang disuka, Alana adalah jagoannya. Sudah ada banyak pasangan dari SMA Bima Sakti yang jadi saksi dari aksi heroik Alana. Heroik dalam masalah cinta soalnya...