13 | Alana Deketin Cowok Untuk Pertama Kalinya!

91 3 0
                                    

[]

Jarum jam berdetak ringan dan pelan, mengisi kesunyian kamar Alana di pukul 3 pagi. Gadis itu tengah menulis sesuatu di buku jurnalnya. Ia mengucek matanya yang sedikit mengantuk, mulutnya terbuka lebar saat menguap. Gadis itu mendesah, semuanya benar-benar sulit!

"Ini udah ketiga kali gue nyoret-nyoret kertas," keluh gadis itu sambil melirik ke arah tong sampah kecil di mana ada gumpalan kertas hasil karyanya. "Gue bisa nggak, ya?" tanya gadis itu sambil berpikir.

Dalam novel roman dan beberapa artikel yang membahas soal mendekati cowok, hal yang pertama untuk dilakukan adalah mengetahui namanya secara langsung! Jangan sampai kalian mengetahui nama gebetan kalian dari orang lain entah itu temannya atau bahkan mantanya—eh?

Tapi yang jadi masalah Alana adalah, bagaimana dia berkenalan dengan ketua basis SMA Adiyaksa tersebut?

Menurut informasi yang Alana dapatkan dari Rafi. Ketua basisnya itu sering menyendiri di perpustakaan daerah Kuningan, dekat dengan kolam renang dan lapangan bola. Alana nggak tau pasti di lantai berapa si cowok itu berada. Bisa saja cowok yang dimaksud Rafi itu sering menyendiri di kumpulan novel-novel thriller. Bukannya takut, tapi Alana sedikit anti dengan novel berbau horor, thriller dan mistery. Selain karena menguras otak, novel-novel tersebut juga menguras adrenalinnya. Tunggu, bukankan itu sama saja, ya?

"Tapi kalo pun itu cowok bukan di daerah novel thriller, tetap aja gue bingung ngedeketinnya. Apalagi, dia tau wajah gue nggak sih?" gadis itu menatap ponselnya yang tergeletak di samping kaleng berisi banyak pulpen warna-warni. Ia tersenyum kecil, sesuatu membuatnya dapat ide bagus.

To : Rafi

Raf, si ketua basis lo itu sempet ngeliat wajah gue nggak sih?

Alana nggak butuh balasan dari Rafi, karena gadis itu langsung tertidur pulas dengan tangannya menggenggam ponsel. Wajahnya nampak lelah, tapi senyum kecil terlihat menghiasi wajah ovalnya itu.

***

Pagi ini Alana terlihat lebih bersemangat dari pada kemarin. Gadis itu tersenyum pada orang-orang yang berlalu lalang berlawanan arah dengannya. Nyatanya hanya karena satu pesan singkat dari Rafi, membuat mood Alana tiba-tiba meningkat. Dia malah jadi semangat buat deketik cowok si ketua basis SMA Adiyaksa.

"Kenapa lo?" tanya Huta sedikit heran. Gadis itu memperhatikan Alana penuh curiga denagn pandangan menilai. "Kayaknya seneng banget," ucapnya menambahkan.

Alana tertawa kecil. "Ya, gitu deh, Hut," gadis itu duduk di kursinya sembari menghela napas lega. "Gue bakal mulai deketin cowok mulai hari ini," jawab gadis itu lugas dan santai, tanpa halangan. Seperti saat dia mengatakan mulai mendekati cowok itu kayak mulai mengerjakan soal Sosiologi. Mudah, sangat mudah, tapi berpikirnya itu yang sulit. Harus mutar otak sampai kamu menemukan jawaban yang tepat. Tanpa rumus, hanya sebuah teori tentang perilaku manusia.

"Hah?" Huta memiringkan wajahnya dengan mata nampak juling. "Lo gila ya? Lo sama sekali nggak cerita kalo lagi suka sama cowok!" seru gadis itu heboh. Membuat banyak siswa di kelas tersebut memandang Alana penuh rasa kaget. Bukan hanya Huta yang tau kalau Alana si cupid, nggak pernah pacaran. Tapi seluruh teman sekelasnya tau bahwa Alana sama sekali belum merasakan jatuh cinta!

"Sumpeh, Al?!"

"Gila, gila, siapa nih cowok beruntungnya?"

"Semoga gua, semoga gua."

"Gua terkejut, asli. Al, lo beneran lagi suka sama cowok?"

Masih ada beberapa sahutan lain dari teman-teman sekelasnya, namun Alana nggak begitu peduli. Dia hanya tersenyum lebar, nggak mengangguk atau menggeleng, hanya tersenyum, dan itu malah membuat perasaan Huta sedikit khawatir sekaligus aneh.

Saat jam istirahat, Alana lagi dan lagi pergi ke taman belakang bersama Leon. Keduanya hanya berjalan bersisian, sama sekali nggak membuka suara sedikitpun. Leon juga belum cerita soal masalah saat para anggota basis SMA Adiyaksa menyerang mereka kemarin. Entah kenapa, Leon merasa kalau dia memberitahukan penyerangan tersebut pada Alana, pikiran gadis itu akan sedikit terganggu. Leon nggak mau berlama-lama menjalankan misi bersama Alana meski tujuan mereka berbeda.

Di taman belakang, Leon menemukan Clara yang lagi-lagi menunduk lesuh. Sinar matahari terhalang oleh daun-daun dari pohon mangga. Cowok itu berdiri di hadapan Clara, sedangkan Alana duduk di samping kiri gadis tersebut.

"Gue udah tau cara buat deketin cowok ini," ucap Alana, memulai percakapan mereka kali ini.

Clara menoleh, pandangannya sedikit terang. "Beneran, Kak? Apa gue ha—"

"Nggak perlu, Ra. Gue tau soal penyerangan kemarin dari Rio, dan gue nggak mau lo kenapa-kenapa nantinya," gadis itu mengeluarkan ponsel dari saku bajunya, menunjukkan isi pesan dari Rafi.

From : Rafi

Iya. Dia cuman ngeliat gue ketemu cewek, tapi dia nggak liat wajah lo. Jadi lo lumayan aman kalo mau deketin dia.

Clara tersentak, wajahnya sedikit cerah dan senyum timbul dengan sendirinya. Gadis itu menatap Alana penuh harapan, kemudian merengkuh tubuh kakak kelasnya itu kuat-kuat, membuat Alana sedikit kelagapan.

Leon mendesah panjang, semuanya masalah ini sedikit terbuka ke jalan keluar. Cowok itu melihat bagaimana Alana menjelaskan langkah-langkah yang bakal dia lakuin buat deketin si ketua basis tersebut.

"Apa Kakak harus ditemenin Kak Leon?" tanya Clara setelah Alana menyelesaikan kalimatnya.

Gadis di sampingnya itu menggeleng. "Nanti Rio sama Jalu yang bakal ngintilin gue di belakang, jaga-jaga. Sisanya dari geng Elang itu buat jagain lo aja," jawab gadis itu dengan tenang.

Leon menghela napas, entah karena apa. "Bagus deh. Gue juga males jadi pengawal lo," sahut cowok itu.

Alana mendelik. "Gue juga ogah punya pengawal kayak lo, kunyuk."

"Dih, boncel."[]

Kompas (Arah, Tujuan, dan Kita)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang