Prolog

26.4K 721 24
                                    

Aku duduk di sofa ruang tamu rumahku. Aku melihat ke arah luar, di sana sedang hujan. Aku memandang langit dengan jenuh. Mengapa langit akhir-akhir ini sering menangis? Ketika aku ingin menangis, langit seperti tak berpihak padaku. Ia malah terang benderang. Sedangkan ketika aku lelah untuk menangis. Ia malah mengeluarkan air yang disebut hujan.

Aku menghela napas sembari memandang handphoneku yang tergeletak di samping. Ia tak memunculkan tanda-tanda bahwa ada seseorang yang mengirimi aku pesan. Sungguh, menyedihkan sekali hidupku.

Ku ambil handphoneku dan ku alunkan lagu yang ada di handphoneku. Aku menikmati setiap alunan lagu yang ada di handphoneku. Sembari menatap langit yang tak kunjung berhenti menangis.

Sampai ketika. Lagu Niall Horan-This Town mengalun indah di handphoneku membuat aku tersenyum seraya menatap hujan. Aku kembali mengingat dia. Aku tahu, aku hanyalah seorang sahabatnya. Aku tahu, aku hanyalah seseorang yang mampu mengaguminya dari jauh. Dan aku pun tahu, aku hanyalah seseorang yang hanya mampu memendam perasaanku untuknya.

Karena memang perasaanku tak layak untuk ku ungkapkan padanya. Dia memang tidak tampan seperti lelaki kebanyakan. Dia tak putih layaknya artis yang ku idolakan. Bahkan dia nakal. Aku akui itu. Dia perokok, ya aku tahu. Tapi, dia mempunyai cara tersendiri untuk membuatku tersenyum. Dia mempunyai cara tersendiri untuk membuatku tertawa lepas.

Dia tak suka jika aku terlalu banyak minum kopi susu atau begadang semalaman. Dia orang yang spesial. Kami bersahabat. Ya, aku tak kan lupa akan hal itu. Karena itu, aku tak bisa menyatakan perasaanku padanya. Aku hanya mampu memendam perasaan.

Perasaan yang selama ini hinggap di hatiku, yang aku pun tak tahu sejak kapan perasaan itu ada? Jujur, aku sakit hati ketika dia dengan bebasnya menceritakan seseorang yang spesial di hatinya. Dia seperti bintang yang mampu kulihat. Namun, tak bisa kugapai karena terlalu jauh.

Aku tahu, aku salah memendam rasa pada sahabatku sendiri. Tapi perasaan kan tak tahu kapan datangnya? Kepada siapa ia akan berlabuh? Itu kuasa Tuhan.

Aku masih memandang langit seraya tersenyum pedih. Langit? Aku sudah lelah untuk mengeluarkan air mataku. Aku lelah mengejarnya layaknya bintang yang tak bisa aku gapai. Aku sudah lelah untuk menjadi pengagum rahasianya. Hatiku sudah tak tahan lagi. Setiap aku mencoba melupakannya, dia datang kembali. Ketika aku sudah mulai nyaman karena dia datang kembali, dia mulai pergi meninggalkan aku lagi.

Aku hanya pengagum rahasianya. Hanya bisa memandang dia dari jauh, karena kami tak lagi bersahabat. Aku hanya bisa memendam rasa ini.
Lebih baik memendam perasaan daripada mengungkapkan. Namun, dia menjadi tak lagi seperti dulu lagi 'kan?

Terima kasih hujan, sudah mewakili kesedihan.

-Si Pengagum Rahasia-

******
Selamat membaca!
-aly

Pengagum RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang