28

3.8K 200 0
                                    

Sesulit itukah untuk mengungkapkan sebuah rasa? -Rahma

***

Seminggu sudah berlalu sejak kecelakaan kakek dan kakak Rahma. Ia, Vino, dan neneknya mulai mengikhlaskan sang kakek, dan mereka mulai berdoa demi keselamatan Hikam yang sampai saat ini belum sadar.

Bangku sebelah Rahma bergeser, namun tak membuat Rahma mengangkat kepalanya yang ia sandarkan pada tangan. Rahma berusaha melupakan semuanya, namun sepertinya Tuhan memang masih mencobanya dengan berbagai cobaan.

"Ra," ucap seseorang, Rahma merasa familiar dengan suaranya, ia pun mengangkat kepalanya. Dugaannya benar, seseorang yang duduk di sebelahnya adalah Dana. Rahma tersenyum, ia pun kembali pada posisi awalnya.

"Gue turut berduka atas kehilangan lo," ucap Dana. Rahma mengangguk, rasanya ia tak mampu menjawab dan memandang wajah Dana. "Gue juga minta maaf kalau kata-kata gue waktu itu menyakiti hati lo," ucap Dana, lagi-lagi Rahma hanya mengangguk kan kepala.

Hening yang terjadi, sebenarnya Dana ingin bertanya semua hal terhadap Rahma, namun mulutnya tak sanggup mengatakannya.

"Gimana keadaan Bang Hikam?" tanya Dana akhirnya. "Belum sadar," jawab Rahma. Ia mulai menegakkan tubuhnya, namun pandangannya lurus ke depan. "Kenapa kemarin gak ikut ke rumah sakit?" tanya Rahma.

Mama Dana, Tasya, dan Fahrul sempat berkunjung ke rumah sakit untuk melihat keadaan Hikam, namun Dana tak ikut mereka. Orang tua Rahma pun memilih meliburkan diri dari pekerjaannya.

"Gak papa, lagi sibuk," jawab Dana. Kemudian tiada obrolan lagi. "Kenapa lo gak datang waktu gue kirim pesan ke elo," gumam Rahma lirih, namun ketajaman telinga Dana mampu mendengar ucapan Rahma.

"Oh itu, sorry lagi. Gue lagi sibuk ada urusan sama Rega," ujar Dana beralasan, tak mungkin 'kan dia mengungkapkan kalau sebenarnya ia sudah ke rumah sakit?

Rahma menganggukkan kepala, ia mulai beranjak pergi, Dana melihat punggungnya, keinginan Dana sudah terwujud. Rahma mulai menjauhinya.

Dana tersenyum walaupun rasanya tak ikhlas, namun ini keputusan yang sudah ia buat, ia tak mau melanggarnya, dan ia berharap semoga otaknya tak luluh oleh hatinya.

Kian hari Rahma menjadi pribadi yang agak berbeda, lebih banyak pendiam, hal itu membuat Wulan gerah sendiri. "Ra, kalau lo ada masalah itu bagi-bagi ya, jangan dipendem," ucap Wulan. Rahma mengangguk, "tapi gak semua masalah bisa dibagi," ujarnya.

Wulan pun menghembuskan napas kasar. Ia mulai membiarkan Rahma sendiri lagi, Rahma larut akan pikirannya, entah mengapa ia seakan tak bisa melepas dengan pikirannya itu.

Dana mulai kembali seperti dulu, membolos dan keluar masuk BK, Azka pun akhir-akhir ini tak masuk sekolah, memang ia memiliki keterangan, namun hanya guru yang mengetahui, Hikam tak kunjung sadar akan keadaannya.

Ting.

Satu pesan masuk ke ponsel Rahma.

+6285791******

Rahma ya?

Rahma mengerutkan dahinya, ini nomer siapa? Kenapa tak ada di daftar kontaknya.

Iya, siapa ya?

Cukup lama, akhirnya ponselnya kembali bergetar.

Gue Rega, gue mau nanya dong.

Nanya apa?

Pengagum RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang