27

3.8K 193 0
                                    

Menyembunyikan suatu rasa tak semudah mengingat suatu kenangan.

***

Rahma mulai membiasakan tidak berdekatan dengan Dana, walaupun ia terkadang masih bertanya kepada Dana dalam hal pelajaran, di luar itu mereka sudah tidak berkomunikasi.

Azka mulai bingung akan keadaan mereka, ia sudah bertanya dengan Dana maupun Rahma, namun mereka seakan bungkam tak terjadi apa-apa, akhirnya Azka hanya dapat menghela napas.

"Ah," gumamnya. Terdapat cairan darah yang menetes dari hidungnya. Ia berdecak, dengan segera Azka menuju ke kamar mandi, ia tak sadar kalau Rahma sedari tadi mengawasi Azka.

"Mimisan ini gak bisa diatur apa," gerutu Azka. Ia mulai membersihkan hidungnya dan dasi yang terkena sedikit darahnya. Azka memegang kepalanya yang agak sedikit pening, kemudian ia mengatur napasnya, lalu ia mulai keluar dari kamar mandi.

"Sejak kapan lo sering mimisan?" tanya Rahma, Azka terkejut hingga berjingat. "Ya Allah, kaget gue Ra," ujar Azka. "Sejak kapan lo sering mimisan?" tanya Rahma lagi.

"Sejak akhir-akhir ini sih, gue kalau kecapekan suka gini, jadi santai aja," jawab Azka, ia sempat takut kalau Rahma akan bertanya lebih lanjut tentang mimisan Azka. "Oh," ucap Rahma.

Azka menghembuskan napasnya dengan perlahan. "Iya gitu," ucap Azka, ia memperlihatkan senyumnya.

"Ayo ke kelas," ajak Rahma dengan melangkah, Azka pun mengikuti langkah Rahma.

"Emang akhir-akhir ini lo kecapekan apa?" tanya Rahma. "Apa ya? Mungkin karena gue punya dua adek yang kerjaannya berantem jadi capek ngelihatnya," ujar Azka dengan sedikit tertawa. "Lisa sama Fero gak berubah ya walaupun udah kelas sepuluh," ucap Rahma.

"Hahaha, iya. Tapi sedikit demi sedikit mereka udah mulai dewasa," ujar Azka dengan tersenyum. "Gue tanya serius, lo kecapekan gara-gara apa? Basket? Kan udah berhenti soalnya udah kelas dua belas," ucap Rahma.

"Walaupun gue pensiun di sekolah, bukan berarti gue pensiun di rumah. Ada Fero yang selalu ajakin gue main basket, ada Lisa yang membabu gue kalau Fero lagi gak ada," ucap Azka, terdengar tawa an dari Rahma.

"Gue jadi pengen punya adek," gumam Rahma. "Jangan deh, sengsara nanti elo," saran Azka, Rahma tersenyum.

Hanya hening yang terjadi diantara mereka berdua, sebenarnya Azka ingin memulai pembicaraan, namun ia bingung harus kata apa yang tepat untuk awalannya. "Ka," ujar Rahma akhirnya, Azka menoleh.

"Apa?" tanyanya.

"Kenapa lo harus bohong?" tanya Rahma. Azka mengerutkan dahinya, ia bingung akan pertanyaan Rahma.

"Bohong? Bohong sama siapa? Bohong tentang apa?" tanya Azka balik. "Bohong ke semua orang tentang keadaan lo," ucap Rahma.

Azka terdiam, langkahnya terhenti membuat Rahma juga menghentikan langkahnya. "Maksud lo?" tanya Azka kemudian.

"Kenapa lo harus menutupi kalau selama ini lo ada apa-apa, kenapa lo gak cerita ke gue kalau lo udah gak ada hubungan sama Risa," ucap Rahma. Azka menghela napas lega, ia takut kalau Rahma mengetahui rahasia terbesarnya.

"Oh itu, gue gak mau jadi bahan gosip aja, lagian putusnya gue sama Risa itu demi kebaikan kita kok," ucap Azka.

"Kebaikan apa?" tanya Rahma. "Dia mau ke luar negeri, katanya dia harus merelakan gue dari sekarang, jadi ya gue iya-iya aja waktu dia minta putus, lagian waktu gue juga gak lama-lama banget," ucap Azka.

"Maksud lo gak lama-lama banget itu apa?" tanya Rahma. "Ya siapa tahu gue mau ke luar negeri juga kuliahnya jadi sama-sama LDR 'kan gak bisa," ucap Azka. Rahma menganggukkan kepalanya.

Pengagum RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang