25

4.2K 198 1
                                    

Seperti ini ya rasanya jika perasaan tak terjemaah? -Rahma.

***

Sekarang sudah memasuki tahun ajaran baru, Rahma pun kelas 12, ternyata kelas mereka tetap.

"Ra, duduk sama gue ya, kangen nih," ajak Wulan yang diangguki Rahma. Mereka berdua berbincang dengan asik, menceritakan semua hal tentang liburan mereka. Hingga datanglah Gina dan Risa yang ikut obrolan mereka.

Mereka memasuki kelas 12 Mipa 3, mereka mulai menduduki bangku yang mereka pilih. Semua anak tampak hadir dengan wajah ceria, tak banyak pula yang mulai ada perubahan dalam dirinya. Bel mulai menunjukkan deringnya, membuat semua anak harus ke lapangan untuk melaksanakan apel dan pembukaan mos.

"Dana belum dateng ya?" tanya Wulan. "Belum," jawab Rahma. Ia menghela napas, entah kenapa hatinya merasa ada yang mengganjal, ia mengkhawatirkan Dana, karena ia sempat mendapat kabar kalau orang tua Dana akan bercerai.

"Gosip tentang keluarga Dana itu bener gak sih?" bisik Wulan. Gosip tentang keluarga Dana mulai menyebar, itu dikarenakan ayah Dana adalah pengusaha terkenal di Jakarta ini.

Rahma mengendikkan bahu, ia belum memastikan kabar ini kepada Dana.

"Gak tahu," jawabnya.

***

Azka berjalan menyusuri lorong sekolah dengan langkah gontai, ia baru saja keluar dari kamar mandi, ada sesuatu yang keluar dari mulutnya, namun semua orang tak akan mengetahui itu.

Dari kejahuan ia melihat Rahma, ia sedang menelpon seseorang, tetapi raut wajahnya menunjukkan kalau seseorang itu tak mengangkat teleponnya. "Wayo!" gertak Azka membuat Rahma terkejut.

"Astaghfirullah," gumam Rahma.

"Widih nyebut, tumben lo?" ledek Azka. Rahma mendelik ke arah Azka, "kampret," ucapnya.

Azka tertawa, lama ia tak menggoda Rahma membuatnya rindu akan wajah sebal Rahma. Terlihat kalau Rahma tak memerdulikan Azka, ia memilih berkutat pada ponselnya.

"Lagi hubungi siapa sih? Kayaknya dari tadi gak diangkat," ujar Azka kepo, ia melirik ponsel Rahma, terpampang nama Dana. Azka mengulum senyumnya.

"Ini Dana, gue khawatir sama dia, kenapa dia gak masuk hari ini, gak ada kabar juga," ucap Rahma. Azka mengamati wajah khawatir Rahma, ingin rasanya ia mengungkapkan kalau ia lebih membutuhkan Rahma dibanding Dana, namun ia tak mungkin harus berkata sejujurnya pada Rahma.

"Kenapa lo khawatir sama dia?" tanya Azka.

"Dia 'kan temen gue, masa gue gak khawatir sih," jawab Rahma. Terlihat kalau ia tak tertarik akan obrolannya dengan Azka, ia lebih tertarik dengan ponselnya. "Kalau temen sih, kayaknya gak se-khawatir ini," gumam Azka.

Rahma melihat ke arah Azka. "Emang kalau bukan temen, Dana siapa gue?" tanya Rahma. Azka mengangkat bahu, "gue gak tahu, makanya gue tanya," ucapnya.

Rahma menghela napas, ia mulai duduk dan menaruh ponselnya dalam saku. Azka mulai mengikutinya.

"Gue gak tahu juga sih, kapan hal ini terjadi, gue tahunya kalau dia gak ada, gue pikirin dia, terus kalau dia gak kabarin, gue bakal kelabakan sendiri, apa itu udah disebut kalau gue suka dia?" tanya Rahma dengan polos.

Azka tersenyum, ia melihat ke arah taman sekolah, ia sudah menduga kalau hal ini akan terjadi.

"Gue gak bisa jawab pasti, karena yang tahu tentang perasaan seseorang itu cuma dirinya sendiri, kalau lo pengen tahu, seharusnya lo tahu apa yang akan lo lakuin sepulang sekolah," ujar Azka. Ia menerawang sekitar.

Pengagum RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang