29

3.9K 177 3
                                    

Menjadi seseorang yang tak saling mengenal akan sulit dibanding menjadi seseorang yang tak saling mengetahui.

***

Dana terbangun dari tidurnya, ia merasa pening sebentar lalu ia melihat sekitar. Ia melihat Rega yang sedang merokok, ia pun mulai menghampirinya. "Bangun juga," ujar Rega, Dana mengangguk seraya merenggangkan ototnya.

"Makasih ya udah ganti baju sama kompres gue," ujar Dana, ia duduk di sebelah Rega. Rega tersenyum miring.

"Sama-sama, lagian gue disuruh sama seseorang sih buat ganti baju lo dan yang kompres lo bukan gue, tapi seseorang itu," ujar Rega.

Dana mengerutkan dahi.

"Siapa?" tanya Dana. "Lo pikir aja sendiri, siapa yang lo rancau waktu mabuk," ucap Rega. Dana berpikir sejenak, lalu ia menepuk dahinya dengan keras. "Jangan bilang kalau Rahma?" tanya Dana, terlihat raut panik terpampang di wajahnya.

"Sayangnya iya," jawab Rega. Dana menggaruk rambutnya, ia pun berdecak. "Kenapa dia bisa ke sini?"

"Gue yang suruh dia, karena tadi keadaan lo bener-bener gak tahu deh gue, untungnya dia mau bantu elo," ucap Rega. Dana menghela napas gusar, "jadi dia tahu kalau gue pemabuk," gumamnya.

"Lo sih pakai sok sok an jadi pemabuk." Rega mematikan rokoknya dan mulai masuk ke apartemen.

"Tapi, gak ada hal yang aneh-aneh 'kan tadi?" tanya Dana.

Seketika tawa Rega mulai pecah, ia memegang perutnya. Ia teringat kejadian ketika Dana mengungkapkan perasaanya, ketika Dana tiba-tiba merancau tentang tawuran dan ketika Dana berkata jika Rahma adalah perempuan terbaik setelah ibu dan adiknya.

"Kenapa lo ketawa, ada hal yang aneh?" tanya Dana. Rega terus saja tertawa tak mau menjawab pertanyaan itu, hal itu membuat Dana gemas sendiri. Ditariknya rambut sahabatnya itu. "Jawab Ga!"

"Oke gue bakal jawab, lepasin tangan lo," ujar Rega di sela-sela tawanya, ia mengatur napasnya.

"Lo gak inget apa yang lo rancau tadi?" tanya Rega. Dana menggelengkan kepala, akhirnya Rega mengambil ponselnya.

"Untung tadi gue video buat jadi dokumentasi yang menarik!" ujar Rega semangat. Dana memutar bola matanya, bisa-bisanya dia mempercayai orang semacam Rega.

Dana melihat video yang direkam Rega, mulut Dana mulai menganga, seakan tak percaya hal yang ia lakukan. Ketika ia merancau perasaan, ketika ia mengelus pipi Rahma, ketika ia memegang tangan Rahma, ketika semua perkataan dari hatinya terungkap.

Dana mengembalikan ponsel Rega dan menutup wajahnya dengan telapak tangannya, ia merasa malu pada Rega, apalagi Rahma.

"Kalau lo masuk sekolah gimana ya?" tanya Rega menerawang. "Gue gak masuk sekolah aja, malu gue," ujar Dana.

"Kasihan nyokap lo dia masih biaya in sekolah lo, lo harus lulus dulu Dan," ujar Rega berusaha menasehati sahabatnya ini. "Tapi Ga, gue malu," ujar Dana. "Salah sendiri pakai sok sok mabuk, mendingan rokok daripada mabuk, walaupun sama-sama bahaya sih," jelas Rega.

"Udah terlanjur," gumam Dana.

"Kalau gitu ya, rancau an lo juga udah terlanjur, jadi ya sabar aja. Lo harus masuk sekolah lagi, bolos dikit gak papa, penting masih niat sekolah," ujar Rega membuat Dana menjitak kepalanya.

"Lo sama aja menjerumuskan gue ke hal yang tidak baik," ujar Dana. "Ya sorry, kita kan sama-sama bandel jadi ya gini. Iya kalau Rahma yang nasehati, baik semua perkataannya," ujar Rega berusaha menggoda Dana.

Pengagum RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang