Sometimes you hate scool,
but in the other times,
you're so sick of miss 'em.-----
θριαμβευτιIca Senior High School berasal dari akulturasi bahasa Yunani dan Inggris yang artinya sekolah lanjutan yang berjaya. Langit biru diatasnya cerah tanpa awan, ketika tahun ajaran baru dimulai. Setelah libur panjang yang menyenangkan tapi membosankan juga di saat bersamaan. Akhirnya sekolah melancarkan aksinya kembali.
Seorang gadis berambut hitam sepanjang bahu berjalan menyusuri koridor sekolah sembari mengacak tasnya. Wajahnya tertutup oleh poni depan yang mulai sedikit panjang, terutama saat sedang menunduk seperti sekarang.
Ia nampak resah. "Aduh, mati lagi!" serunya setelah menemukan benda pipih berwarna hitam dari dalam tas. Salahnya sendiri lupa tidak mengecas ponsel semalam.
Meskipun kurang lima belas menit lagi bel masuk, akan tetapi sekolah masih sepi. Hanya ada beberapa siswa yang berlalu lalang memecah kesunyian dan juga suara dentuman bola di lapangan basket. Seiring langkah kakinya, suara bola oranye kecoklatan itu semakin terdengar.
Dentuman bola itu seperti magnet yang menarik bijih besi untuk mendekat. Dalam kondisi ini gadis itu merasa seperti bijih besi yang bergerak cepat menuju medan magnet, lapangan basket.
Ia melihat seorang lelaki yang sedikit lebih dewasa darinya, kakak kelas, sedang menggiring bola basket seorang diri keliling lapangan. Tubuhnya penuh dengan aliran keringat, namun ia tampak keren dengan kulit kecoklatan dan rambut acak.
Perlahan namun pasti ia mulai mendekat, ketika laki-laki itu menghentikan aktivitasnya.
"Hei, kak lagi sibuk?" tanya gadis itu.
"Nggak kok. Ada apa?"
"Boleh pinjem hp kak?"
"Boleh. Sini!" Katanya sambil mengajak gadis itu berjalan ke tepi lapangan, lalu duduk di bangku yang ada di sana, tempat dimana ia meletakkan ranselnya.
"Sini, duduk!" Katanya lagi, lalu mengambil sesuatu dari dalam tasnya. "Ini," sambil menyerahkan hpnya.
"Iya kak. Oh makasih." Jawab si gadis.
"Emang mau buat apa?"
"Ini, kak buat nelepon temen aku, soalnya hp aku mati. Bolehkan?"
"Bolehlah."
"Makasih kak."
Amel menyambut baik uluran tangan lelaki itu. Setelah menghubungi rekannya, Amel mengembalikan ponsel tersebut kepada pemiliknya. Daffa si pemilik ponsel sedikit heran, seingatnya sekolahnya tidak seluas itu hingga harus menelepon untuk menemukan seseorang.
"Ini kak makasih."
"Sama-sama."
"Ini kak, aku ganti pulsanya." Si gadis mengulurkan uang sepuluh ribuan dari dompetnya.
Entah kenapa Daffa ingin tertawa sampai batuk-batuk namun ia tahan. Aneh sekali gadis ini.
"Apaan? Gausah lah. Santai aja. Sebagai gantinya, kita kenalan. Nama kamu siapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
the Edge.
Teen FictionKetika divonis mengidap kanker otak yang sudah cukup membuat Edwan porak-poranda, sang ibu malah memilih pergi meninggalkan dirinya dan ayah yang tak pernah sepaham bersama lelaki lain. Tak cukup di situ, sahabat satu-satunya yang ia punya bukan men...