Pandora melangkah perlahan memasuki ruangan itu.
Suara defribilator menyambutnya ramah. Menandakan bahwa insan yang tubuhnya terhubung dengan alat itu jantungnya masih berdetak. Seharusnya Pandora bisa tenang, setidaknya untuk sementara.
Tit.. Tit.. Tit..
Dilihatnya Edwan yang terbaring lemah dengan mata terpejam rapat. Masker oksigen menghiasi wajahnya yang pucat pasi. Menutupi hidung mancungnya. Beberapa kabel menempel di tubuh Edwan. Pandora tahu fungsi kabel-kabel itu, ia tidak asing lagi. Ia mahasiswa kedokteran, memang masih baru tapi Pandora sudah tahu banyak. Dan itu justru membuatnya semakin miris.
Tit.. Tit.. Tit..
"Hai, sayang.. "
Sapanya sambil tersenyum. Sebelumnya sangat sulit baginya, tetapi begitu melihat Edwan ia bisa dengan mudah memasang senyum palsu.
Ia duduk di kursi yang ada di samping bankar. Gadis itu merapikan rambut Edwan yang berantakan dan mengelusnya.
Tit.. Tit.. Tit..
"Haha.. Setelah dipikir-pikir kayaknya ini pertama kalinya aku manggil kamu sayang. "
Matanya turun, memandangi wajah rupawan yang sedang tertidur lelap itu. Tidur yang menyakitkan.
"Kamu ganteng banget. Lihat nih, alis kamu tebel banget, bulu matanya juga. Punya aku sampe kalah. Disthiciasisnya malah kelihatan bagus di kamu. "
"Sayang--"
Tit.. Tit.. Tit..
Pandora menggenggam tangan Edwan erat-erat seolah menyalurkan kekuatan.
"Maafin aku ya. Seharusnya aku ngertiin kondisi kamu, tapi waktu itu aku malah ragu-ragu. Aku menyesal. Sekarang aku tahu, aku nggak bisa hidup tanpa kamu. Kamu jangan lama-lama ya, aku kangen. "
Gadis itu terlihat sangat buruk. Rambutnya berantakan dan make upnya sudah sangat kacau. Tetapi ia tidak peduli. Pandora terus menggenggam tangan Edwan. Entah apa yang akan terjadi, tetapi ia harap Edwan bisa merasakan genggamannya dan mendengar suaranya.
Ia teringat saat terakhir kali berjumpa dengan Edwan. Raut wajah itu benar-benar sendu. Seolah mengatakan, banyak hal menyedihkan yang sudah dilalui empunya. Hal-hal itu mendesak meminta keluar. Mata itu seolah menjerit meminta tolong. Semuanya jelas.
He need something to holding on
Something that always stay and never leave himTapi Pandora ragu saat itu. Dan penyesalan selalu datang di akhir. Bahkan saat kau merasa ragu, waktu tidak akan berhenti hanya untuk menunggumu.
Gadis itu sudah mempelajarinya dengan sangat baik, kemarin. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak akan pernah melepaskan tangan ini. Dikecupnya tangan itu.
"I miss you. "
Tit... Tit... Tit...
"Cepat sembuh ya. Nanti kita jalani sama-sama. "
Gadis itu kembali mengelus rambut Edwan. Kali ini ia tersenyum. Tetapi bukan senyuman palsu. Senyumannya benar-benar tulus.
Semua yang terjadi pasti ada hikmahnya. Semua yang terjadi adalah yang terbaik, meskipun bukan yang terindah.
She still believe that
↭↭↭↭↭
Dua orang pria itu masih berada di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
the Edge.
Teen FictionKetika divonis mengidap kanker otak yang sudah cukup membuat Edwan porak-poranda, sang ibu malah memilih pergi meninggalkan dirinya dan ayah yang tak pernah sepaham bersama lelaki lain. Tak cukup di situ, sahabat satu-satunya yang ia punya bukan men...