Piece38 doubt

1.6K 100 11
                                    

Tidak banyak hal yang dilakukan gadis itu selama beberapa hari ini.

Sudah empat hari Lisa terdiam, terhitung sejak hari Minggu. Lisa tidak pergi ke sekolah sejak ia mendengar kabar dari Jimmy bahwa Edwan sakit. Ia mengunci rapat-rapat pintu rumahnya. Tidak ada tamu yang bisa datang kesana tiba-tiba. Bahkan Eros pun tidak diijinkannya. Lelaki itu datang dua kali sehari, berdiri di depan pintu, mengatakan beberapa hal, lalu pergi.

Alunan lagu lembut bergenre indie terdengar memenuhi seluruh rumah. Mengalun nyaring tapi tetap lembut. Petikan gitar akustik itu berpadu mesra dengan bunyi rintik hujan dari luar rumah. Aroma petrichor membawa suasana semakin syahdu, didukung oleh mendung yang membuat redup.

Lisa duduk memandangi tetesan air hujan yang jatuh melalui sisi kiri rumahnya yang tidak tertutupi atap untuk mejaga tanaman di tengah rumah itu tetap hidup. Gadis dengan hoodie biru itu memeluk lututnya. Ketika angin bertiup sedikit lebih kencang, wajahnya akan terkena percikan air hujan. Gadis itu menengadahkan kepalanya, menikmati kesejukan itu.

Ia tenggelam dalam pemikirannya sendiri. Apa kau tahu bagaimana rasanya, mencintai seseorang yang bahkan tidak pernah melihat ke arahmu? Sakit? Mungkin iya. Tapi kukira perasaan yang kau rasakan jauh lebih dalam dari itu.

Ting...

Ting...

Ting...

Notifikasi dari teman-temannya memenuhi ponsel gadis itu. Namun ia acuh. Tidak menghiraukannya. Lagipula wajar mereka mencarinya. Ia sudah tidak masuk tiga hari tanpa keterangan. Sudahlah ia tidak peduli.

Pikirannya kacau. Tidak ada yang bisa ia lakukan. Ia ingin menjenguk Edwan, mengelus kepala itu, dan menggenggam erat tangannya. Tapi ia tidak bisa dan itu adalah bagian terburuknya.

Yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah duduk diam menunggu kabar dari Jimmy. Sambil merenungi kehidupannya yang pantas diratapi.

Ck..

↭↭↭↭↭

Terhitung sudah lima hari sejak Edwan koma. Semua orang kalut, namun mereka mencoba untuk tetap terlihat tegar. Edwan belum menunjukkan tanda-tanda kemajuan. Ia masih sama.

Begitupula absennya di sekolah yang penuh dengan jajaran huruf S. Ketidakhadirannya ini menjadi topik gosip yang hangat di sekolah. Ada mereka yang tidak peduli, ada yang seolah tahu segalanya, dan ada juga yang mengarang cerita.

Samar-samar Daffa mendengar suara yang tidak mengenakkan dari para biang gosip di kelasnya. Awalnya lelaki itu tidak peduli. Ia lebih fokus pada hafalan sosiologinya, tetapi nyatanya suara itu tetap tidak berhenti. Daffa sama sekali tidak berniat menguping. Suara itu terdengar keras-keras di telinganya. Mau tidak mau Daffa pun menyimak obrolan yang menyeret nama temannya itu.

"Tahu nggak kenapa Edwan gak masuk? "

"Tahu, katanya sakit. "

"Ih kok katanya sih. "

"Lah gimana? "

"Cowok kek gitu bisa sakit masa'? "

"Iya juga ya. "

the Edge.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang