Sore yang cerah. Hari ini matahari benar-benar semangat memancarkan sinarnya. Kurang dari empat puluh menit lagi matahari akan terbenam. Tapi langit masih biru. Hanya tampak sedikit semburat cahaya kuning dan merah jambu di ufuk barat.
Pandora masih bermain-main di bibir pantai. Angin segar bertiup, ia senang sekali. Gadis itu memperhatikan sepasang kekasih yang tidak jauh dari posisinya sekarang. Mereka tampak bahagia. Menulis nama pasangannya di pasir lalu memotretnya.
Mungkin karena iri atau gabut saja tiba-tiba Pandora memikirkan sebuah ide. Ia menekankan kedua telapak kakinya ke pasir lalu memfotonya tepat sebelum ombak menyapu cap kakinya itu. Gadis itu melihat hasil jepretannya puas.
Kemudian gadis itu duduk di samping tasnya. Mengambil sebuah sticky notes Ia duduk di pasir pantai yang putih sambil memandang lautan yang nampak biru di depannya. Namun Pandora enggan beranjak dari sana.
"Enak banget di sini."
Sekarang ia sengaja meninggalkan rutinitas kota yang langsung membuatnya muak. Gadis berkulit sawo matang itu memilih berlibur ke Bali, tepatnya di Nusa Dua.
Tanjung Benoa masih ramai. Semilir angin pantai menyapu kulitnya yang hanya terbalut blous chiffon berwarna putih polos dan short abu-abunya.
Rasanya menyenangkan sekali melarikan diri dari rumah dan pergi ke Bali. Sementara nanti malam ia sudah sampai di apartemen itu lagi.
Gadis itupun melirik arloginya. Dengan naik go car menuju Ngurah Rai, menyerahkan tiket dan boarding pass-nya. Tak sampai dua jam, hanya satu jam lima puluh menit ia sudah tiba di Soekarno-hatta. Pandora kembali melirik arloginya.
"Belum. Jam makan malam masih satu jam lagi. Ke taman kota dulu, ah."
I'll check him.
Gadis itupun memesan ojek, menuju ke taman di mana ia sering melihat orang itu.
-----
Malam ini Pandora kembali ke taman kota itu. Duduk tepat di tengah-tengahnya. Rumput hijau yang segar menyambutnya. Malam ini malam Minggu, suasana di sana ramai. Banyak kalangan muda yang berduaan memadu cinta juga sanak saudara sekeluarga.
Pandora hanya duduk sendirian di sana. Rambut rose gold keritingnya yang diikat kuda, berhasil ia padupadankan dengan kaos putih oversize, short jeans, dan ankle boots hitam ber hak lima senti. Gadis itu menyempatkan diri ganti baju di kamar mandi bandara. Ia menatap sekeliling dengan lekat. Seperti mencari-cari keberadaan seseorang.
Dia datang,
Seorang laki-laki tinggi berkulit putih dan bertubuh kurus. Pandora segera menatap arloginya.
Always at 8 o'clock.
Laki-laki itu langsung duduk di sana. Terdiam dan menatap segala riuh aktivitas di sana. Pandora terus memandanginya. Merasa seperti diperhatikan, orang itupun menoleh. Dan ia menangkap basah Pandora yang menatapnya.
Tak perlu diragukan lagi. Meskipun terkesan tak peduli sebenarnya intuisi Edwan cukup kuat. Ia tau sejak hari pertama gadis yang rambutnya diwarnai itu meliriknya. Edwan tau, namun ia diam saja. Ia juga penasaran memangnya kenapa gadis itu mengawasinya.
Mati!
Pandora segera mengalihkan pandangannya ke arah lain. Kemudian samar-samar ia melirik orang itu kembali. Edwan menarik senyum di bibir tipisnya. Let's find out!
"Lho kemana, dia?" katanya sambil celingukan ketika mendapati objek pengamatannya beranjak dari posisinya.
"Coba muter-muter aja kali, ya." katanya pada dirinya sendiri. Gadis itupun bangkit dan mulai berjalan.
"Padahal baru lihat sebentar. He is so perfect. Too perfect, maybe?"
Namun tiba-tiba dering ponsel merusak suasana.
"Siapa, sih?" mengacak back pack hitamnya.
Dan menemukan handphonenya yang sudah menunjukkan notifikasi sebuah pesan dari kontak yang bernama,
He'll Never Be My Papa: cepat pulang Pandora dimana kamu? Masih di bandara? Mau dijemput? Ini hari yang penting kalau kamu lupa . Kamu janji akan meluangkan makan malam denganku.
"Apa sih? " gumamnya kesal. Lalu segera mengetik pesan balasan .
Brukk...
"Aw," tubuhnya ambruk ke kiri secara tiba-tiba.
"Hp gue!" ia segera bangkit dan mengambil handphonenya. Benda itu terpental jatuh di rerumputan.
Untung masih nyala.
"Maaf!" kata seseorang yang menabraknya.
Pandora pun mendongak dan menyadari, itu orang yang dicarinya.
"Lain kali hati-hati." Pandora.
Tuing tuing saranghae Pandora saranghae. Lagi-lagi ringtone menyebalkan itu berbunyi.
Kenapa harus waktu aku ada di hadapan dia, sih? Dia nanti mikir yang aneh-aneh gara-gara denger ringtone aneh ini. Dasar cah goblok!
Gerutunya pada dirinya sendiri.
"Lo juga. Jangan main hp kalau lagi jalan!" kata orang itu.
"Terserah gue kan. Siapa lo ngatur-ngatur! Lagian lo yang nabrak gue."
"You're right. I am sorry, again." katanya sambil menunduk. "Ada yang sakit?" tanyanya lalu mendongak kembali, memperhatikan tubuh gadis dihadapannya dengan cermat.
"Enggak." jawabnya.
Tanya gak ya? Tanya gak ya. Penasaran banget nih. Tanya, gak, tanya gak, tanya. Ok tanya.
"Ngomong-ngomong gue sering lihat lo di sini tiap malem. Ngapain sih, perasaan gak ada seru-serunya?" tanya Pandora
"Stalker?" tanya Edwan balik.
"Eh, apa? Enggaklah!"
"Duduk aja." jawabnya santai. "Btw, nama lo siapa?" tanya orang itu lagi.
"Pandora."
"Pandora? Bagus banget namanya. Gue Edwan. Then, bye Pandora. Let's meet again tomorrow."
Kejadian itu berlalu begitu cepat. Setelah mengatakannya Edwan pergi begitu saja. Meninggalkan Pandora yang masih tak menyangka.
Pandora menatap punggung Edwan yang semakin menjauh.
"Edwan." kata Pandora pada dirinya sendiri.
Tuing tuing saranghae Pandora saranghae.
He'll Never Be My Papa : Pandora buruan jam berapa ini? Pulang atau papa seret kamu sekarang juga!
"Apaan sih ni orang, gak sabaran banget deh."
_____
KAMU SEDANG MEMBACA
the Edge.
Teen FictionKetika divonis mengidap kanker otak yang sudah cukup membuat Edwan porak-poranda, sang ibu malah memilih pergi meninggalkan dirinya dan ayah yang tak pernah sepaham bersama lelaki lain. Tak cukup di situ, sahabat satu-satunya yang ia punya bukan men...