"Appa palli, nanti chim telat" ucap Jimin sambil menarik-narik appa nya yang masih membenarkan dasi nya dengan mulut di sumpal oleh roti.
tanpa Dara, Jiyong kacau~
"Baiklah, kajjja!!!" ucap Jiyong semangat sambil meleoas roti yang tinggal setengah lalu memakannya kembali sambil menyetir. Anaknya hanya mengerlingkan matanya malas.
.
.
."Appa?? kok sudah ada di rumah? ini kan belum jam pulang kerja?" ucap Jimin heran saat masuk rumah ia sudah mendapati sosok ayahnya
"Eomma mu kan masih di Busan. Siapa yang akan menjagamu di rumah jika appa masih di kantor lagi pula itu kan perusahaan appa jadi sesuka appa pulang kapan saja" jawab Jiyong sombong sambil mengeluarkan bahan makanan dari kulkas.
"Sombong sekali. lalu appa mau memasak? huh?!"
"Emm. Serahkan semua pada appa. appa akan membuatkanmu masakan terenak sedunia mengalahkan masakan eomma hahaha" ucap Jiyong sambil bergaya ala pahlawan bertopeng.
"Terserah appa saja. Aku ke kamar. Dan jangan membakar rumah arra"
"Haissh, sana ganti baju. kau merendahkan kemampuan appa mu"
15 menit kemudian~
"Uhuk-uhuk, ap-appa!!!" teriak Jimin saat ia turun dari kamarnya dan mendapati dapur penuh asap hitam.
"Hehe mian, masakan appa gosong karena ditinggal pup" ucap Jiyong dengan cengiran bodohnya.
"Tsk, sudahlah pesan makanan saja kenapa repot-repot memasak?" gerutu Jimin.
"aku kan hanya ingin memasakkan makanan untuk anakku" gumam Jiyong pelan.
"Huft, iya iya. mana masakanmu sini aku cicipi. tapi yang tidak gosong ya"
"Jinjja?"
"emm"
"Huuaah aku terharu"
"Jangan berlebihan eoh, mana cepat aku lapar"
"Cha, tadaaa~ nasi goreng kimchi ala chef Kwon Jiyong. Selamat menikmati"
Jimin sepertinya sedikit ragu untuk memakan makanan di depannya, namun melihat wajah antusias appanya ia pun memaksakan dirinya.
"Selamat makan" ucap Jimin lalu menyendokkan makanan itu.
Mata Jimin melotot sempurna, namun serileks mungkin ia mengunyah makanannya.
"Apa enak?"
"Emm, uhuk enak appa" ucap Jimin bohong. iya bohong karena oh sungguh bukannya menghina tapi ia seperti memakan batu yang di beri bumbu tak jelas.
"Jinjja? mungkin aku berbakat jadi chef. apa aku buka restoran saja ya?"
uhuk, uhuk.
jimin tersedak dengan gagasan appa nya tadi.
"Appa aku sudah selesai. Aku ke kamar mau mengerjakan tugas" ucap Jimin dengan wajah pucat namun tidak terlihat oleh Jiyong yang sibuk menghayal membuka restoran.
"Ne, kerjakan tugasmu dengan benar"
.
.
."Huueek, hueeek" Jimin sudah lemas. sudah ke berapa kali ia memuntahkan yang ada di perutnya, walau sekarang sudah cairan tapi ia terus merasa mual. Wajahnya pucat pasi, keringat dingin mengucur di wajah dan sekujur tubuhnya.
" Jiminie~~Chim. Cepat bangun. Nanti kau telat" teriakan Jiyong di balik pintu kamar Jimin.
"N-ne appa" ucap Jimin sebisa mungkin.
.
.
."Hei kau tidak apa-apa?" tanya Jiyong saat ia baru menyadari wajah anaknya pucat dan terus berkeringat.
(Jiyong mah ga peka najis)-ini hoon. wkwkw.
"Gwencana appa~aku hanya menahan ingin pipis hehe"
"benarkah? yasudah cepat kamu ke toilet lalu ke kelas arraseo"
"Ne appa. jimin pergi dulu ya"
"Belajar yang benar oke"
.
.
."Sayaaang kapan kau pulang emm?kau tidak merindukanku eoh?" ucap Jiyong.
"Hei ini baru dua hari Ji. lusa aku pulang. Kau baik-baik kan dengan Jimin?" tanya Dara di sambungan telfonnya.
"Ne, aku bahkan sudah membuatkan makanan untuknya. Hehe benar kata mu jika aku perhatian pada nya Jimin akan menurut padaku. Dia anak yang manis ya walaupun kadang galak seperti eomma nya hahaha" tawa Jiyong lalu terhenti karena ada panggilan masuk.
"Sayang nanti aku telfon lagi ne. ada telfon masuk. Saranghae baby"
lalu setelah menutup telfon Dara Jiyong pun menelfon kembali nomor telfon yang tertera "Sekolah Jimin"
"Annyeonghase-"
"Tuan kwon, anak anda pingsan di kamar mandi. Bisa tuan ke sekolah sekarang? Jimin belum siuman"
"Halo? haloo?? tuan?"
iya tidak ada sahutan karena Jiyong sudah memasukkan ponselnya ke dalam saku nya lalu berlari kesetanan menuju parkiran.
.
.
."Sayang, chim-chim. Hei jagoan appa. bangun" suara Jiyong serak menahan tangis. Melihat anaknya masih terpejam dengan wajah pucat dan bibir sedikit membiru. (Jimin blm mati oiii).
Jiyong menatap sendu anaknya, pipi yang biasanya menggemaskan kini terlihat tirus, bibir yang penuh dan lucu jika mengerucut kesal kini tak selucu itu. Jiyong membaringkan tubuhnya di samping Jimin. Jiyong memang membawa Jimin pulang. ingin sekali ia bawa ke rumah sakit namun ia tahu betul jika jimin benci rumah sakit.
"Chim, kata dokter kau akan cepat siuman. Kenapa belum bangun? appa kesepian sayang" ucap Jiyong lagi kini memeluk tubuh yang lebih kecil.
"eeeuung" lenguhan dari makhluk kecil itu membuat Jiyong melepas pelukannya dan menatap tajam sosok itu.
"Yak!!! Kenapa kau tak bilang jika sakit? kenapa kau masih makan masakanku jika itu tidak enak? kenapa kau-"
"Uljima appa. Nangwenchana~ " Jimin tersenyum lemah lalu menghapus lelehan air mata Appa yang biasanya menjahilinya kini menangis hanya karena ia sakit.
"Dasar anak bodoh! appa kan khawatir. Appa sayang padamu"
"Chim juga sayang appa. hehe" tawa lemah Jimin senantiasa membuat Jiyong kembali memeluk sang buah hati.
"Jangan merahasiakan apapun dari appa mulai saat ini, arra"
"Emm, arra" ucap jimin mengangguk di dada sang ayah, moment ini di saksikan langsung oleh Dara yang memang pulang lebih cepat.
"Mereka manis sekali" ucap Dara di ambang pintu kamar Jimin.
namun moment itu mungkin seharusnya di abadikan oleh dara seperti di foto atau di rekam mungkin karena...
"Appa kau bau, appa belum mandi ya? ih" jimin
"Hei, aku kan menjagamu dari siang tadi. Dan aku tidak bau"
"Ukh, bau jangan tidur di kasurku appa nanti aku gatal-gatal"
"Huah, bisa-bisanya dia. Dasar mochi hidup"
"Mwo? appa boneka sawah!"
"Heiiiii"
"Apa?!"
dan mereka kembali seperti itu. walaupun mereka tau di hati masing masing mereka saling menyayangi.
.
.
."Mungkin aku harus pergi lagi agar mereka lebih akrab. Huft" ucap Dara sambil mendorong kopernya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story of Us
Fiksi Penggemarkumpulan oneshoot or drabble Daragon. Iseng2 ala author kekeke~