Part 4

276 17 1
                                    

Happy reading ☺
Maaf jika typo bertebaran

"Huu...emang matematika tu pasti selalu muter-muter otak" gumam Digna sedikit kesal.

Tangan kirinya sibuk membolak-balikkan catatan matematikanya untuk mencari rumus sedang tangan kanannya memegang bolpoin yang sesekali ia gunakan untuk mencakar angka-angka.

"Dek, pinjam earphone lo dong. Punya gue rusak nih" ucap Drew, kakak laki-lakinya yang tiba-tiba masuk ke kamarnya

Digna yang sedang serius mengerjakan tugasnya menjadi kaget seketika.

"Ehh...kalo masuk kamar orang tu ketuk pintu dulu. Untung gue nggak ada riwayat penyakit jantung" ucap Digna sambil menatap tajam kakaknya

"Emang tiap kali gue masuk, gue pernah ketuk pintu gitu? Kalo lo kena serangan jantung tinggal bawa ke RS aja. Hahaha" ucap Drew dengan wajah innocent-nya kemudian berjalan menghampiri adiknya, Digna

Sabar, sabar. Digna merapalkan kata itu untuk menetralkan dirinya yang mudah emosi dengan tingkah kakaknya

"Jadi, earphone lo dimana?" tanya Drew dengan sebelah alis terangkat.

"Liat di tempat tidur gue." Balasnya tanpa menoleh karena masih sibuk mencari rumus dan tangan kanan yang kemudian mulai mencakar angka-angka ratusan.

Tugas matematika yang ia kerjakan sepertinya benar-benar susah. Tapi ia dapat menyelesaikannya. Entah benar atau tidak, ia tak peduli. Selesai mengerjakan matematika, ia harus beralih ke pelajaran lain, biologi.

Catatan biologinya belum lengkap sedangkan akan ada ulangan harian pada esok hari. Satu kesalahan fatal yang ia lakukan adalah ia lupa meminjam catatan dari Dira.

Bingung dan pusing. Bagaimana ia dapat belajar? Berpikir dan terus berpikir. Aha, ia mendapat ide. Anak-anak XI IPA 2 tadi mengikuti ulangan harian biologi. Pastinya mereka mempunyai catatan yang lengkap. Andy, tetangganya adalah anak IPA 2. Mungkin ia bisa meminjam catatan Andy.

Digna melirik jam di ponselnya. Pukul 07.30 pm, belum terlalu larut untuk pergi ke rumah Andy, pikirnya.

Digna keluar dari kamarnya kemudian berjalan ke pintu utama rumahnya.

"Mau kemana, Gel?" tanya Papa-nya yang sedang nonton TV di ruang keluarga

Gel, diambil dari namanya Angelista. Gel, dalam pikirannya adalah sesuatu yang lengket dan menjijikkan. Hanya Papa-nya seorang diri yang memanggilnya seperti itu. Kadang ia suka kesal dengan panggilan itu. Tapi kata Papa-nya itu adalah panggilan sayang.

Digna mengentikkan langkahnya kemudian mengalihkan pandangannya ke papa-nya

"Ke rumah Andy, Pa. Mau pinjam catatan biologi Andy."jawab Digna

"Oh." ucap Papa-nya singkat.

Papa-nya memang tipikal yang cuek namun perhatian. Aneh kan? Orangnya humoris dan kadang bikin kesal. Tidak ada unsur romantis sedikitpun dalam diri Papa-nya. Heran, kenapa Mama-nya mau dengan Papa-nya. Orang tua yang aneh.

Setelah mendapat balasan dari papa-nya, Digna kemudian berlalu pergi.

***
Dua gadis cantik sedang duduk manis sambil bercengkrama di teras rumah Andy saat Digna sudah berdiri di depan pintu gerbang rumah Andy. Digna mempertajam penglihatannya. Ternyata itu Rhyta, adik perempuan Andy dan gadis lainnya yang Digna kenal wajahnya tapi lupa namanya.

"Rhyta....Rhyta..." teriak Digna memanggil nama gadis itu

Dua gadis itu menoleh ke arah pintu gerbang. Rhyta yang mendapati kalau itu adalah Digna langsung berlari kecil menghampiri Digna.

Bad Boy? Serius?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang