“Ah gila... masa elo juga kena skors sih, man?” tanya Nino pada Ale yang duduk di depannya.
Sepulang sekolah, Ale, Gita, Nino dan Sandra mampir di cafe langganan mereka yang tak jauh dari sekolah. Mereka ke cafe ini setidaknya 2 kali dalam seminggu, biasanya mereka memilih hari yang ada pelajaran kimia. Ngilangin rumus-rumus yang nemplok di otak dan bisa ngebuat otak jadi berasep, Sandra bilang.
Ale mengangkat kedua bahunya. “Tiga hari,” ucapnya seraya menyeruput caramel macchiato favoritnya. Tangan kirinya merangkul pundak Gita.
“Curang banget sih, lo kan cuma ngebela Gita. Masa mentang-mentang nonjokkin anak pemilik sekolah lo jadi diskors sih?!” pertanyaan retoris dari Nino yang masih tak percaya.
“Pemilik sekolah apaan, gak bertanggung jawab gitu. Cuma ngebangun gedung doang apa bagusnya. Biaya juga masih ngandelin sponsor sama donasi dari donatur. Keluarga Ale juga kan donatur paling gede di sekolah dia, kalo gak ada mereka mana bisa Karya Bangsa jadi SMA paling favorit di Jakarta,” timpal Sandra.
“Hush.. gak boleh gitu!” tegur Ale. Dia memang paling tak tahan saat orang lain mengatakan sesuatu yang berhubungan dengan harta keluarganya. Seolah dia diingatkan lagi untuk menjaga sikap karna dia membawa nama baik keluarga di punggungnya. Dan dia benci itu.
“Habisnya gue sebel banget sama si Raka. Demi ngeliat sesuatu yang paling gambar hello kitty atau enggak polkadot warna pink, malah mungkin udah buluk, sampe rela diskors tiga hari,” ucap Sandra dan membuat Ale menyembur keluar minuman yang baru saja diminumnya, Nino malah sudah ngakak.
“Serius lo? masa sampe itu nya Gita juga gambar hello kitty warna pink?” tanya Ale dengan antusias.
Sandra mengangguk mantap. “Elo gak bakal percaya, di lemari dia itu nya full of hello kitty. Kalo lo mau liat ntar gue bawain kalo gue maen ke rumahnya lagi.” dan tawa Nino pun makin menjadi mendengarnya, dicubitnya pipi Sandra.
“Boleh, boleh. Bener yah lo bawain?!”
Wajah Gita semakin merah padam. “Ih apa sih lo, San?! Nenek moyang lo hello kitty?! kamu juga!”
Gita melepas rangkulan Ale dan menjauhkan tubuhnya. Ale tertawa dan mengusap ujung hidung Gita dengan telunjuknya lalu kembali merangkul dan merapatkan tubuh Gita padanya. “Hahaha... maaf...”
Gita semakin cemberut mendengar tawa ketiga orang itu, apalagi Nino dan Sandra, mereka berdua paling bahagia jika sudah menertawakan keluguan Gita. “Aku mau pulang!” Gita mengambil tasnya dan bangkit.
Ale menahan tangan Gita dan berusaha mengontrol tawanya. “Iya iya, maaf.” Ale menarik Gita duduk. “Woy, udah!” Ale meminta Nino dan Sandra yang belum puas tertawa untuk berhenti.
“Trus lo mau ngapain selama tiga hari itu?” tanya Nino yang mulai dapat menguasai dirinya.
Lagi-lagi Ale mengangkat kedua bahunya. “Main PS, perhaps.”
“Berarti mulai besok sampe tiga hari ke depan aku bawa mobil sendiri dong,” ujar Gita.
“Enggak, enggak. Kamu gak boleh bawa mobil sendiri," tolak Ale dengan tegas.
Ale trauma jika Gita membawa mobil ke sekolah, karna pernah ada satu waktu kekasihnya itu dikerjai oleh sebuah bengkel yang telah mengincar Gita sejak lama dengan memberi paku di jalan hingga ban mobilnya kempes. Di saat mobilnya sedang diperbaiki, Gita terus digoda oleh montir dan juga teman-temannya yang telah sejak lama mengincarnya. Untung saat itu Ale melihatnya dan segera membungkam mereka hanya dengan sekali tatap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Long Distance RelationSHIT ✓ (COMPLETED)
Short StoryAle dan Gita adalah contoh sempurna dari Relationship Goal bagi semua murid di Karya Bangsa International School. Sama-sama memiliki fisik dan latar belakang keluarga yang sempurna, pasangan ini saling mencintai dan percaya satu sama lain. Namun sua...