Sabtu sore seharusnya menjadi sore yang paling ramai di ibukota dengan pasangan-pasangan muda yang menghabiskan waktu mereka berjalan-jalan berdua bersama pasangan.
Namun beda halnya dengan yang dilakukan oleh Ale dan Nino. Kedua sahabat itu justru hanya menghabiskan waktu dengan berdiam diri di kamar Ale. Ale yang sibuk dengan bola baseball bertanda tangan pemain baseball favorit Papa-nya dan Nino yang sibuk memainkan gitar akustik milik Ale dengan tidak jelas.
Untuk Ale menghabiskan malam Minggu sendiri adalah hal yang wajar mengingat dirinya sekarang sudah melajang dan tak memiliki kekasih, namun untuk Nino yang memiliki kekasih hal itu lain cerita.
Nino memutuskan untuk membatalkan janjinya untuk jalan bersama Sandra yang juga disetujui oleh gadis itu karna Sandra juga tak bisa meninggalkan Gita sendiri setelah apa yang telah terjadi padanya kemarin.
Nino menggenjreng gitar akustik yang berada di pangkuannya dengan asal. "Lo serius udahan sama Gita nih, Le?"
Ale yang sedang berbaring di atas kasurnya sambil melempar bola baseball ke atas seketika terdiam mendengar pertanyaan Nino. "Hmm," sahut Ale singkat.
"Apa gak bisa diomongin baik-baik? Kayaknya kalian berdua tuh masih emosi dan butuh waktu buat mendinginkan kepala. Oke gue ngerti kalo lo mau break sama Gita, tapi kalo sampe putus kayak gini tuh berlebihan, Le."
"Kalo gue gak ngelakuin itu gue bakal terus-terusan nyakitin Gita."
"Le-"
"Gue juga bakal pindah ke Inggris."
Nino melotot mendengar pengakuan Ale. "Apa lo bilang?"
Ale bangkit dan merubah posisinya menjadi duduk di atas kasur ber-sprei hitam. "Pas liburan kenaikkan kelas tiga gue bakal pindah dan sekolah di Inggris."
Nino meletakkan gitar akustik milik Ale ke samping meja belajar. "Bentar -bentar. Kok tiba-tiba gini sih?"
"Kalo gue di Surabaya, gue bakal bikin Laras makin menderita karna gue."
Lagi-lagi Laras. Nino mendesah. "Sekali-kali pikirin diri lo sendiri dulu deh baru pikirin Laras -Laras itu. Gue bingung sama lo, dia yang udah bikin hubungan lo sama Gita rusak tapi lo masih aja peduli sama dia." Nino memicingkan kedua matanya dan menatap Ale curiga. "Jangan-jangan lo... suka sama dia?"
Ale menggeleng. "Gue gak tau, No. Gue gak ngerasain kalo gue suka sama dia, tapi pas dia cium gue... gue... gue akuin gue sempet goyah, No."
Nino mendekat dan duduk di samping Ale, dia menepuk pundak Ale. "Gue gak nyalahin lo karna lo sempet goyah. Gue ngerti kok emang berat buat lo jauh dari cewek lo sedangkan di sana banyak godaan. Justru gue bakal mikir lo gak normal kalo lo gak goyah."
Memang Nino tak bisa menyalahkan Ale karna dia sempat goyah karna gadis lain, itu adalah hal yang wajar untuk remaja seperti mereka merasakan hal-hal seperti itu.
"Tapi perasaan lo ke Gita sendiri gimana? Pas lo goyah karna ciuman itu, apa lo juga ngeraguin perasaan lo ke Gita?"
Dengan cepat Ale menggeleng. "Gak pernah sekalipun gue ngeraguin perasaan gue ke Gita, No. Walaupun emang gue sempet goyah karna ciuman itu, tapi gue tau, gue yakin... gue masih sayang banget sama Gita."
"Sekarang?"
Ale membenamkan wajahnya di kedua telapak tangannya. "Gak ada yang berubah sedikitpun, No. Gak akan."
Nino bisa merasakan getaran pada suara dan tubuh sahabatnya ini. Dia tahu, sangat tahu kalau di antara putusnya hubungan Ale dengan Gita, Ale lah orang yang paling menderita. Di samping dia akan terus menyalahkan dirinya sendiri karna kesedihan Gita, Ale juga bukanlah orang yang mudah berpindah ke lain hati seperti orang pada umumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Long Distance RelationSHIT ✓ (COMPLETED)
Short StoryAle dan Gita adalah contoh sempurna dari Relationship Goal bagi semua murid di Karya Bangsa International School. Sama-sama memiliki fisik dan latar belakang keluarga yang sempurna, pasangan ini saling mencintai dan percaya satu sama lain. Namun sua...