Laras berdiri di samping Ale yang sedang asik mengobrol dengan Rendi. “Le, aku mau ngomong.”
Ale dan Rendi menoleh menatap Laras dari atas sampai bawah yang memakai seragam olahraga Ale yang kebesaran di badan kecilnya, gadis itu menunduk dan memilin ujung seragam yang ia pakai.
“Lo mau nembak Ale yah, Ras? Serius amat muka lo.”
“Berisik lo.” Ale menjitak kepala Rendi. “Kenapa, Ras?”
“Itu... anu...”
“Baju lo belum kering?”
Laras menatap Ale yang sedang menatapnya, gadis itu langsung menunduk lagi. “I-iya, itu...”
“Ya udah gak papa, lo pake aja seragam gue.”
“Tapi kamu—“
“Gue gak pa-pa, gue gak usah ikut olahraga.”
“Lah, kan nanti ada pengambilan nilai, Le,” celetuk Rendi.
Laras menjadi panik. “A—aa.. kalau gitu kamu pakai seragam kamu aja, aku gak usah ikut olahraga, nanti aku bisa bilang lagi PMS.”
“Trus nanti lo pake apa? Seragam lo semuanya kan basah.” Ale berdiri diikuti Rendi. “Lo pake aja seragam gue, gak usah khawatir.”
“Tapi, Le—“
Ale meletakkan tangan kanannya di puncak kepala Laras membuat gadis itu terdiam. “Trust me, I’ll be fine.”
Laras mematung di tempat, dia bahkan tak berani membalikkan tubuhnya menatap punggung Ale yang sudah hilang di depan kelasnya. Jantungnya berdegup berkali-kali lebih cepat dari biasanya. Apa ini? Perasaan apa ini? Kenapa rasanya nyaman namun menyakitkan?
Laras menunduk melihat seragam olahraga Ale yang kebesaran di tubuhnya. Sebaiknya lelaki itu jangan terlalu baik padanya atau dia akan salah mengartikan kebaikkannya tersebut.
*****
Pengambilan nilai olahraga untuk kelas Ale berjalan dengan lancar. Kusbiyono –guru olahraga mereka, mengambil nilai dalam tiga materi sekaligus, yaitu; lari, sit-up sampai push-up.
Walaupun tidak mendapat nilai yang maksimal, namun Laras sudah cukup dengan nilai yang ia terima. Walaupun beberapa kali ia sempat kesusahan dengan seragam Ale yang kebesaran hingga harus ia gulung berkali-kali.
Bicara tentang Ale, lelaki itu tentu saja diceramahi oleh Kusbiono di depan teman-temannya karna tak memakai seragam, dan setelah itu dia disuruh lari di lapangan sebanyak tiga puluh putaran jika ia ingin mendapat nilai.
Karna merasa bersalah, Laras memutuskan membawakan Ale sebuah handuk dan juga sekaleng Pocari Sweat. Pasti lelaki itu sangat lelah.
Laras membatu saat melihat Shinta dan juga kedua temannya menunggu Ale di sudut lapangan –di depannya. Ale sedang berbicara dengan Kusbiono, sesekali kepalanya mengangguk-angguk, sepertinya hukumannya telah selesai.
Ale berjalan meninggalkan Pak Kus, Shinta langsung maju dan menyodorkan sebuah handuk dan minuman yang sama seperti yang Laras bawa. Sepertinya Laras tak perlu repot memberikan apa yang ia bawa kepada Ale karna Shinta sudah mengurusnya.
“Laras!!”
Teriakan Ale membuat langkah Laras terhenti, ia membalikkan tubuhnya dan mendapati Ale sedang berjalan ke arahnya. Di belakang Ale, Shinta hanya menatap sebal kepadanya, sepertinya lelaki itu telah menolak pemberiannya.
“Itu buat gue, kan?” Ale menunjuk handuk dan kaleng minuman di tangan Laras.
“Ah, ini—“
KAMU SEDANG MEMBACA
Long Distance RelationSHIT ✓ (COMPLETED)
ContoAle dan Gita adalah contoh sempurna dari Relationship Goal bagi semua murid di Karya Bangsa International School. Sama-sama memiliki fisik dan latar belakang keluarga yang sempurna, pasangan ini saling mencintai dan percaya satu sama lain. Namun sua...