2. Dia Penyanyi?

9.7K 788 11
                                    

"Dipta ya ampun, ke mana aja sih? Saya nyariin kamu lho ini dari tadi." Begitu Dipta kembali dari depan, Cantika langsung mengomel saat menemukan Dipta baru kembali ke backstage.

"Duh, sorry, Can, ambil kunci motor dulu tadi di depan," jawabnya.

"Ya udah ya udah, bentar lagi mulai." Cantika mulai bertepuk tangan meminta semua anak band yang akan ikut tampil malam itu untuk berkumpul. "Sebelum mulai naik ke atas panggung dan hibur semua pengunjung yang udah nungguin Dipta—"

"Paan sih," sela Dipta. Sumpah, dia malu kalau pakai dipuji ginian segala. Apalagi dipujinya sama cewek cantik. Takut terbang nanti nggak bisa balik lagi ke bumi.

"Loh seriusan," balas Cantika tergelak. "Oke-oke, kita berdoa dulu ya. Semoga apa yang kita tampilkan malam ini bisa menghibur dan bermanfaat untuk kita semua. Berdoa, mulai."

Suasana langsung hening. Semua orang di sana menundukkan kepala, ada juga yang mengepalkan tangan di depan dada. Dipta selalu suka suasana seperti ini. suasana syahdu menjelang manggung. Ya meskipun kesannya sedikit lebay, karena cuma manggung di café harus ada beginiian segala. Tapi, bagi Dipta ini adalah elemen terpenting setiap mengerjakan proyek. Apalagi sekarang dia tampil di café hits jujukan anak Jakarta. Beuh, makin-makin deg-degannya.

"Selesai," ujar Cantika.

Setelahnya semua orang menumpukkan tangan di tengah-tengah lingkaran dan mulai tos sambil mengucap, "Semangat, sukses!" tepuk tangan riuh pun terdengar.

Cantika menepuk pundak Dipta beberapa kali. "Good luck ya. I watch you."

"Thanks."

Nggak lama, seorang soundman datang menghampiri Dipta setelah anak-anak band naik ke mini panggung. Soundman itu menyerahkan satu buah mic ke Dipta. Lalu terdengar sebuah intro lagu yang dimainkan oleh anak band. Dipta menoleh ke Cantika. Dan manager cantik itu memberi kode supaya Dipta segera naik ke atas panggung.

Mau seberapa banyak pun jam terbangnya, nggak memungkiri rasa deg-degan selalu ada tiap Dipta baru naik ke panggung yang baru buatnya. Seperti sekarang ini. Waktu dia naik panggung dan mulai menyanyikan awal dari sebait lagu, dia bisa ngerasain gimana tatapan-tatapan orang-orang di sana langsung tertuju ke Dipta. Ya ampun, dia gugup banget. Makanya Dipta memilih menyanyi sambil tutup mata sampai menyelesaikan bagian verse 1. Setelah dapat atmosfer yang pas dan mulai rileks, Dipta mulai membuka mata lagi. Siap menyongsong tatapan orang-orang yang kelak bakal jadi fansnya. Duh, Dipta beneran nggak sabar nunggu hari itu. Ketika dia bisa punya penggemar sebanyak yang Ardhito Pramono punya.

"Selamat malam semuanya." Begitulah sapaan dari suara bariton Dipta setelah selesai menyanyikan satu lagu pembuka. Dan tepuk tangan riuh menyambut penampilan keduanya malam ini.

***

"Maaf ... maaf ... maaf. Huh ... Gila capek banget gue."

Wanda tidak memedulikan ocehan Tata yang baru saja duduk di depannya. Kalau kayak gini mah lebih baik Wanda tadi nggak usah mau terima ajakan Tata untuk ketemu. Sudah berani ganggu waktu istirahat Wanda, terus biarin Wanda nunggu hampir setengah jam.

"Eh ... eh mau ke mana?" tanya Tata saat Wanda berdiri dari kursinya.

"Pulanglah," jawab Wanda.

"Ayolah, Wan, maaf gue tadi nungguin Danu dulu. Wan temenin gue di sini dengerin dong curhat gue, Wan."

Wanda duduk lagi lalu memanggil pelayan untuk mencatat pesanan Tata. "Jadi ngapain tadi lo nangis-nangis?" tanya Wanda langsung.

"Danu ... gue ajakin nikah nggak mau," ucap Tita.

Money (VERSI REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang