14. Mau Nggak Jadi Pacar Gue

5.1K 550 10
                                    

Mungkin kecelakaan yang menimpa Utara kemarin meninggalkan sisi positif untuk Dipta. Utara yang malas keluar setelah sehari semalaman nangis karena terharu memandatkan pada Dipta untuk mengambil mobilnya di bengkel. Bahkan Dipta juga dikasih uang saku sama Utara. Coba kurang baik apa lagi Utara itu? Sayang aja belum punya pacar. Yang ada diputusin mulu. Karena hal itu Dipta jadi punya kesempatan untuk jemput Wanda dan semobil berdua dengan Wanda. Meski dia nggak jemput Wanda di rumah perempuan itu. Tapi satu mobil dengan Wanda tetap anugerah yang harus-harus banget disyukuri.

Mana Dipta bingung, Wanda pakai outfit jenis apa saja selalu cantik. Ini pakai celana dan kemeja yang super kasual saja Wanda sudah shining shimmering splendid, kayak Aladdin. Kadang suka bingung sama orang seperti Wanda. Mereka makannya apa sih sampai nggak pernah kelihatan jelek?

"Lo habis beli es krim, Wan?" Dipta bertanya begini karena meeting point mereka kali ini di sebuah kedai es krim di Jakarta Pusat.

"Iya nih," jawab Wanda. Suaranya datar.

"Yah, padahal hari ini gue mau ngajak lo ke kedai es krim enak banget di PIK. Ya bukan gelato sih. Tapi enak banget."

"Ya ... nggak masalah."

"Yakin? Ntar lo pilek lagi," ujar Dipta.

Nada bicara Dipta ini memang terdengar biasa saja. Nggak merajuk atau apa pun. Biasa saja pokoknya. Tapi ketahuilah, deep inside, Dipta rasanya Udah tremor habis-habisan. Duduk berdua bareng Wanda di dalam mobil membuat Dipta grogi dan gemetaran. Norak habis sih, kayak nggak pernah satu mobil sama cewek cantik aja.

"Gue bukan anak kecil kali. Makan es krim doang nggak bakal pilek. Lagian panas-panas gini emang cocoknya minum es," jawab Wanda sambil mengibas-ibaskan tangannya. Dipta heran saja, padahal mobil Utara ini AC-nya sudah cukup sejuk. Mana dari tadi, Wanda nggak pernah menoleh ke arah Dipta lagi. Nggak senyum lebar seperti biasanya juga.

"Ya udah, kita ke sana deh ya. Tapi take away aja, jangan makan di sana."

"Lah," protes dari Wanda ini membawa perempuan itu menoleh ke arah Dipta. Akhirnyaaa! "Kenapa jauh-jauh ke PIK kalau cuma mau take away, Dip. Ini tuh namanya pemborosan sumber daya alam tau nggak."

"Udah nurut aja sama gue."

Wanda nggak lagi membuka suara setelah itu. Ya buka suara juga sih, tapi sekadar menangggapi pertanyaan Dipta alakadarnya. Singkat-singkat. Sampai akhirnya mereka sampai di kedai yang Dipta maksud. Wanda keluar lebih dulu sambil membanting pintu mobil. Di dalam, Dipta sudah ngelus dada. Sudah mobil orang baru aja di-service, ini sudah dibanting-bantinga aja. Mood Wanda pasti lagi jelek banget hari ini, pikirnya.

Pada akhirnya Dipta juga tetep mengikuti Wanda dan berjalan di belakang Wanda layaknya bodyguard yang menjaga majikannya. Iya memang seperti itu, memang Dipta mau jadi apa lagi? Akhirnya, karena Dipta juga yang minta ke Wanda agar es krimnya dibawa pulang, maka Wanda hanya beli dua ice stick rasa buah.

Dipta juga tahu sih gimana kalau jadi Wanda. Sudah dandan susah-susah. Jalan jauh-jauh sampai Penjaringan, cuma mau beli es krim. Eh, ternyata es krimnya dibawa pulang. Bukannya gimana, tapi percayalah Dipta juga sudah punya kejutan yang lain untuk Wanda. Hanya saja Dipta masih ragu juga, apakah kejutan dia yang satu ini bakal berhasil atau malah makin bikin Wanda naik pitam.

"Loh kita mau ke mana, Dip? Ini kan bukan jalan pulang, kita mau ke Ancol?"

"Iya, mau lihat badut ancol, Wan."

"Gaje banget sih, lo nyadar jalanan kayak gimana. Pakai repot-repot ke Ancol segala. Mendingan kalau mau ke Ancol, tadi nggak usah segala mampir ke Penjaringan cuma buat beli ginian doang. Kalo gini mah di Alfamart juga ada."

Money (VERSI REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang