16. Mau Jadi Artis Nggak?

5.2K 522 6
                                    

"Walau badai menghadang, ingatlah...."

Happy tapi setengah takut juga sih Dipta, kalau ingat omongan Wanda waktu di pantai kemarin. Happy karena berarti Wanda benar-benar mengharapkan Dipta jadi pendamping hidupnya. Dan takut karena cerita Wanda soal bundanya yang menolak metah-mentah guru SMA untuk jadi kandidat mantunya. Kalau soal gaji bulanan sih mungkin Dipta sedikit lebih unggul dari guru itu. Tapi, tahu sendiri kan bagaimana kebanyakan masyarakat memandang seorang pekerja seni seperti Dipta ini.

Kalau disuruh memilih PNS atau pekerja seni pasti kebanyakan masyarakat lebih memilih jadi PNS. Ya pastilah. Dan hal itulah yang sering bikin Dipta mengelus dadanya sendiri. Emang mau ngelus dada siapa lagi!

"Lo makin sibuk ya, Dip, sekarang, kalo malem nggak pernah di rumah."

"Iya nih, Dipta jadi makin jarang dating bareng gue deh," ucap Utara. Sekarang memang Utara lagi main ke kost Dipta. Lagi duduk bersama dengan penghuni lain di gubuk yang memang disediakan untuk ngumpul-ngumpul.

"Ya alhamdulillah kan, kerjaan gue makin bagus, makin bisa cepet nikah."

"Pale lo, bro, pacar aja kagak punya." Andi menempleng kepala Dipta.

"Wahaha nggak tahu dia, Tar, coba jelasin, Tar, jelasin."

Utara menepuk kedua tangannya siap bercerita. "Jadi insya Allah bulan depan Dipta sama gue bakal ngadain akad nikah, temen-temen semua."

Spontan Dipta melemparkan tumpukan kulit kacang yang ada di depanya kepada Utara. Sampai-sampai rambut Utara yang sengaja dia gerai hari ini telah bertahtakan mahkota dari kulit kacang. Sedangkan reaksi teman-teman Dipta yang lain adalah menganga tidak percaya dengan apa yang baru saja Utara bilang.

"Amit-amit, amit-amit gue nikah sama lo. Mendingan juga sama kebo," ucap Dipta.

"Eh beneran ya, gue pegang kata-kata lo, nanti kalo misalnya camer lo itu nggak ngerestuin lo sama Wanda, gue nggak bakal mau sama lo dan lo harus nikah sama kebo."

"Ya doain yang baik buat gue lah, lo mau temen lo yang paling ganteng ini senasib kayak lo?"

Andi menggaruk pelipis nggak paham dengan yang diobrolkan Utara dan Dipta. "Ngomong apaan sih lo pada?" Dan mengalirlah semua penjelasan tentang hubungan Dipta dengan Wanda dari mulut Utara. Dipta sih cuma bisa berharap semoga Utara nggak menambahi micin ke dalam ceritanya.

"Wah, kalo gitu doang mah, gue tahu caranya dapetin restu nyokapnya ... siapa tadi itulah pokoknya." Agus bersiap-siap, belaga seperti Dipta yang lagi menyanyi pakai gitar dengan sapu ijuk yang ada di sampingnya.

Dipta mengangkat alisnya meminta Agus untuk menyegerakan mengutarakan ide. "Lo kan penyanyi nih, Mas Dip, ya lo tinggal nyanyi aja di depan nyokapnya."

Jeda sebentar lalu Agus melanjutkan misi aktingnya. "Walau badai menghadang. Ingatlah ku kan slalu setia menjagamu—"

"Stop deh, bahkan suara lo dari knalpot motornya Jaki aja masih bagusan suara knalpot motor Jaki, Gus," ucap Andi yang benar-benar sudah geli dengan tingkah konyol Agus.

"Lagian kalo nyanyinya itu lagu yang ada," ucap Utara lalu berdiri bersiap melanjutkan sesi akting Agus. "Jadi yang mau kamu nikahin itu anak saya apa saya? Kurang ajar ya kamu. Sana pergi dan jangan deketin anak saya lagi."

"Sumpah sih sumpah, gue beneran bayangin coba. Anjir," ucap Andi sambil tertawa menepuk-nepuk pahanya sendiri.

"Pada gitu ya sama temen sendiri."

Dipta sudah khatam banget jadi bahan 'bully' teman-temannya begini. Jadi mah dia biasa saja. Lalu satu jam kemudian, tongkrongan di gubuk depan kost tersebut bubar jalan. Semuanya kembali ke habitat masing-masing termasuk Utara yang sedang berjalan ditemani Dipta ke tempat mobilnya terparkir di pinggir jalan.

Money (VERSI REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang