9. Oppa Punya Pacar Kan?

5.8K 614 11
                                    

Dipta memang lagi pengin berbakti kepada orang tua. Karena Dipta sudah terlalu durhaka kepada kedua orangtuanya. Lah gimana enggak, masih dalam satu kawasan Jabodetabek saja sudah tiga bulan dia nggak nengokin bapak dan ibunya. Masalahnya Dipta suka males sih. Bapaknya tinggal di Serpong sedang ibunya di Bekasi, Dipta kan kalau pulang ke rumah harus siapin tenaga ekstra dulu buat melawan segala penatnya kemacetan. Coba kalau rumah bapak dan ibunya ada di Kemang gitu, pasti deh Dipta jamin, Dipta bakalan sering main ke rumah.

Jadi karena kebetulan hari ini Dipta dapat kompensasi libur dari Cantika, dia memutuskan untuk menengok ibunya ke Bekasi. Insya Allah malam nanti Dipta bakalan berangkat ke Serpong gantian untuk mengunjungi bapaknya. Dipta juga sudah pasang badan kok, tenang aja kalau semisal di Serpong nanti dia dipukuli bapaknya gara-gara nggak pernah pulang.

Sudah jadi kebiasaan Dipta setiap pulang ke rumah dia selalu pakai dan pinjam mobil Utara. Secara kan Dipta belum kuat beli mobil sekelas Alphard. Jangankan Alphard sekelas Jazz saja belum tentu bisa. Dipta pikir lebih baik dia ikut KPR rumah dulu saja. Jaga-jaga kalau nanti Wanda nyamperin dia dan bilang, Dip, nikahin gue, Dip, kan seenggaknya Dipta sudah ada modal rumah gitu. Haha, Dipta kayaknya harus cek ke psikiater deh.

Ngomong-ngomong nih soal Wanda, terakhir mereka ketemu kemarin waktu di café mereka belum komunikasi lagi. Kalau disuruh menghubungi lebih dulu Dipta juga belum siap. Dipta lebih dulu harus menghilangkan kejiperannya kepada Wanda. Tapi, janji Dipta akan perjuangin Wanda kok. Tenang aja.

Setelah berangkat sekitar sehabis salat subuh tadi akhirnya Dipta berada di depan gerbang rumah ibunya. Tepat pukul tujuh pagi.

Dipta nggak perlu repot-repot memencet bel di samping pintu gerbang. Karena kebetulan ibunya lagi menyiram tanaman di halaman depan. Jadi begitu melihat mobil berhenti tepat di depan gerbang rumahnya, Bu Laila, ibunya Dipta langsung membukakan gerbang.

"Baru sempet pulang, Dip?" tanya ibunya langsung begitu Dipta keluar dari mobil.

"Hehe, iya, Bu. Baru senggang." Dipta nambah dosa lagi nih gara-gara bohong sama ibunya. Padahal kalau cari waktu senggang sih setiap siang hari dia juga senggang.

"Ya udah yuk masuk, kita sarapan bareng."

"Ayah mana, Bu?"

"Di dalem lagi nonton berita."

Dengan pundak yang dirangkul ibunya, sama-sama Dipta masuk ke rumah yang lumayan besar ini. Beda dengan rumah bapaknya di Serpong yang ukurannya lebih kecil.

Dipta menghampiri ayahnya ketika sampai di ruang tengah. Diciumnya tangan sang Ayah tiri lalu Pak Abdullah menepuk punggung Dipta penuh sayang. Untungnya ya, ayahnya Dipta ini bukan ayah tiri yang jahat seperti di sinema religi yang sering ibu Dipta tonton itu. Bisa-bisa nggak pernah pulang ke rumah kalau ayahnya kejam.

Sampai di ruang makan, Dipta langsung menatap semua makanan yang sudah terhidang di meja. Ada sayur cap cay, ayam kecap, oseng tempe, tahu goreng asin, dan lainnya. Yang jujur saja Dipta kangen berat sama makanan beginian. Kadang nih Dipta pengin banget gitu balik saja tinggal di rumah bareng bapak atau ibunya. Yang semuanya sudah tersedia, apapun itu. Tapi, kalau Dipta pulang ke rumah berarti Dipta sudah melanggar janji Dipta sendiri dong, jalau Dipta belum mau balik ke rumah sebelum dia bisa seterkenal Vidi Aldiano.

Sudahlah ya lebih baik Dipta langsung ambil makanannya saja. Baru saja Dipta memegang sendok nasi, tangannya sudah ditepuk aja sama Ibu. "Nungguin Dina dulu dong, Dip." Tuhkan karena makanan di depannya ini, Dipta jadi lupa budaya makan di rumah ayahnya ini. Bahwasannya kita memang harus menunggu semua anggota keluarga kumpul dulu baru makan bareng. Beda kalau di Serpong. Kalau Dipta lapar duluan, ya makan duluanlah.

Money (VERSI REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang