13. Restu Apaan, Pacaran Aja Enggak

5.2K 515 3
                                    

Utara sudah berdiri di sebelah Dipta yang sedang memakai jaket sambil duduk di atas motor. Di tentengan perempuan itu ada banyak paper bag hasil pemberian teman-temannya dalam rangka ulang tahun yang ke-32 tahun. Iya, Utara memang sudah setua itu.

"Dip," ujar perempuan itu.

Helaan napas Dipta terdengar berat. Dia batal memakai helm dan menatap sahabatnya. Hari ini Utara bisa dibilang cukup enjoy dengan surprise yang dicanangkan oleh teman-temannya. Lalu malam ini Dipta jua sengaja mengajak Utara nonton supaya Utara bisa lebih ceria lagi. Tapi, ulang tahun kali ini mungin nggak seperti ulang tahunnya kemarin-kemarin. Selain karena tahun ini dia merayakan tanpa pacar, soal kecelakaan beberapa hari lalu juga masih jadi beban pikiran Utara. "Tar, udah dong. Kan anaknya juga udah keluar dari rumah sakit. Kan kata dokter bedrest satu minggu juga udah bisa berkegiatan lagi. Lo juga udah biayain semua biaya rumah sakitnya dan bantu semampu elo. Udahlah, sedih dan merasa bersalah boleh, tapi nggak boleh berlarut-larut, Tar. Life must go on. Jadiin ini pengalaman dan pengingat kalau lo harus tetap hati-hati. Kalau ngantuk jangan nyetir, kalau marah dan sebel jangan nyetir. Jadiin pelajaran. Udah oke? Besok mau gue temenin ke mana lagi?"

Utara menggeleng. Yang bikin Dipta makin bingung adalah perempuan itu mendadak menangis dan jongkok di tempat. Melihat Utara yang mendung begini bikin Dipta juga ikutan mendung. Masalahnya, sahabatnya ini jarang banget sedih begini. Ditinggal nikah mantannnya aja nggak sampai segininya. Jadi, Dipta akhirnya turun dari motor terus ikut jongkok di sebelah Utara. Mengusap-usap punggung Utara yang terbalut dress selutut dan cardigan rajut tebal.

"Masih kepikiran?" tanya Dipta lembut.

Sambil sesegukan, Utara menggeleng. "Terus kenapa?" tanya Dipta lagi.

Utara menoleh ke Dipta terus mendadak menghambur ke pelukan Dipta sampai Dipta terjungkal ke posisi terduduk. "Lo kenapa sih?"

"Terharu aja," jawabnya di sela isakan.

Sebagai sahabat yang baik, Dipta jelas tau momen yang tepat untuk bercanda dan serius. Meski tujuh puluh persen persahabatan mereka dihabiskan dengan bercanda, Dipta tau kalau sekarang bukan waktu yang tepat untuk bercanda. Maka, Dipta membalas pelukan Utara sambil mengusap-usap punggung Utara.

Setelah tangisan Utara mulai reda, pelukan itu terlepas. Mereka berdua akhirnya duduk dengan posisi yang lebih proper di teras rumah. "Thank ya udah selalu temenin gue dan support gue. Gue tau banget akhir-akhir ini pasti gue bikin lo bingung, annoying, berisik, ngerepotin lo. Thank terus pokoknya yang banyak. Terus buat temen-teman yang lain juga huft, nggak tau banget gimana lagi. Kalian the best pokoknya hari ini."

"Lo ngomong gini bikin gue takut sumpah, Tar. Lo nggak niat bunuh diri kan?'

"Ah lo mah! Ngerusak momen." Utara sudah siap-siap mau menepuk pipi Dipta. Tapi tangannya segera diraih oleh Dipta. Lelaki itu memandang Utara lekat. "Anytime, Tar, that's what's friend for. Lo juga selama ini udah bak banegt dan support gue terus. Anytime."

***

Wanda nggak tahu harus sebel atau senang begitu ada chat dari Dipta masuk ke ponselnya. Kalau ditanya senang, pastilah Wanda senang, siapa sih yang nggak senang begitu ada chat masuk dari orang yang disuka? Tapi, masalah masih ada pada postingan Instagram Dipta kemarin. Itulah yang bikin Wanda sebal.

Jadi pagi ini, chat dari Dipta masih belum Wanda buka sejak lima menit yang lalu.

"Hape diliatin mulu, Wan, nunggu chat dari siapa sih?" tanya Aidan. Pagi ini Aidan memang sengaja mampir ke rumahnya setelah pulang dari lari pagi di lapangan dekat kompleks Wanda.

Money (VERSI REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang