I - Wild Girl

9.6K 326 2
                                    

Happy reading


Dentuman musik yang keras memekakkan telinga. Semua orang bersemangat menari-nari di atas lantai dansa berbeda dengan wanita kuncir kuda itu, ia tetap fokus pada sepuntung rokok yang dihisapnya.

Kaki jenjangnya ia angkat sejajar dengan tumpuan ia duduk. Kepalanya menyender diatas dada bidang lelaki yang mungkin adalah kekasihnya. Beberapa pasang mata lelaki melirik-lirik tepat kearahnya dan sibuk melihat kecantikan dirinya. Tapi ia hiraukan begitu saja mengingat mood nya yang tidak mendukung.

Tetapi pandangannya tertuju pada satu lelaki yang berpenampilan menarik dan terkesan sangat berbeda. Lelaki tersebut memakai setelan Jas hitam dengan dasi merah menyala. Kacamata hitamnya masih bertengger di hidungnya tak ingin terlepas dari tempatnya.

Ryle mencoba menegur sang lelaki, namun tak ada sahutan dan jawaban dari lelaki tuxedo itu.
"Hei, tampan? Kau memerlukan bantuan? Mungkin aku bisa membantu walau sedikit."

Tetap tak bergeming dari diamnya, lelaki itu segera melepas kacamatanya dan menatap Ryle sinis.
"Kau ingin membantuku?"

"Maybe? If i can,"

"Aku sedang mendapat misi dari atasanku, ia bilang jika aku mendapat rekan yang ingin meminta pertolonganku maka aku akan mendapat jabatan yang mungkin akan lebih tinggi dari jabatanku saat ini." Lelaki itu terus menatap Ryle datar.

"Misi? Pertolonganmu? Misi apa itu dan pertolongan macam apa?"

Tiba-tiba saja ia mengeluarkan secarik kartu nama dan memberikannya pada Ryle. Terdapat banyak tulisan disana yang mungkin belum saatnya Ryle membaca tulisan tersebut.
"Kau akan tau setelah membaca semua tulisan di atas kertas ini!"

"Hugo? Hugo Damares? Nama yang keren tetapi mengerikan. Aku seperti mengenal nama Damares tepat saat melihat beberapa data milik Ayahku. Tapi aku lupa-"

"Aku pergi," Lelaki itu meninggalkan Ryle yang masih penasaran dengan nama Damares.

Dimasukkannya kartu nama tersebut dalam dompet kecilnya. Ia kembali menghampiri lelaki yang terduduk di sofa tadi.
"Siapa dia?" lelaki tersebut menatap Ryle sinis.

"Lelaki tampan nan misterius yang bernama Hugo." Kembali Ryle duduk dipangkuan Alex sang kekasih.

Diraihnya segelas Wine yang berada digenggaman Alex lalu meneguknya hingga tak bersisa. Ryle menganggukkan kepalanya mengikuti irama musik yang bergema, tubuhnya yang meliuk-liuk masih berada dipangkuan Alex membuat Alex terpukul melihat kelakuan menggairahkan Ryle.

"Shit! I wanna kiss you!"

Alex yang tak tertahankan mulai menyerobot untuk melumat bibir Ryle. Tangannya yang lain mulai menggerayang ke tubuh sensitif Ryle. Bibirnya terus mencecap setiap sudut yang ada tak ingin kehilangan satu titik kenikmatan. Kini, lidahnya berpindah sedikit demi sedikit menuju leher jenjang milik Ryle, menghisapnya dengan sedikit gigitan-gigitan kecil.

Tak lupa juga untuk meremas payudara kenyal Ryle dari balik bra merahnya. Kemudian ia lepaskan dengan sedikit tergesa berharap langsung ingin melahap kedua gundukan kenyal Ryle.

Setelah dilihat Ryle yang hanya bertelanjang dada, Alex segera melahap payudara Ryle dan menghisapnya dengan kasar. Nikmat bercampur Geli telah menjadi satu. Tak ingin tinggal diam, Ryle mencondongkan dadanya berharap Alex menghisapnya lebih banyak lagi.

Desahan Ryle cukup terdengar walau tertutupi oleh kerasnya dentuman musik.
"Akhh! Cukup Alex! Aku ingin pulang, hmm!"

"Kau akan pulang setelah menghisap kejantananku!"

Alex mendorong Ryle dan segera membuka Re-sleting jeans Navy nya.
"Come on, babe! Eat my cock!"

Junior Alex yang telah menegang sempurna bersiap untuk dilahap melalui mulut Ryle. Mereka hanya bersikap masa bodoh atas aksi menyenangkan yang mereka lakukan. Siapa yang ingin melarang mereka? Siapa yang memberikan tatapan jijik ke arah mereka? Dan siapa pula yang ingin menghentikan permainan mereka? Tidak ada, satupun tidak ada yang ingin melakukan pertanyaan itu.

Bagi penduduk Vegas, seks adalah hal yang biasa mereka lakukan. Bercinta ditengah keramaian pun orang bersikap acuh. Kini Alex meminta Ryle untuk mendekat dan berlutut menghadap kejantanannya yang telah menegang. Tapi entah kenapa Ryle tidak bersikap seperti biasanya dan berniat untuk mengakhiri aksi mereka.

"Ada apa?"

"Pakailah kembali celanamu. Aku sedang tidak berniat melakukannya," Ryle yang terduduk kembali dan segera menyerobot kotak bungkus rokok.

"Kau tidak berniat melakukannya disini?" Jemari Alex bergerak nakal menuju pangkal paha mulus Ryle dan mengelusnya perlahan.

"Bisa dikatakan begitu. Dan angkat tanganmu dari sana!" Ryle menghembuskan asap rokoknya tepat diwajah Alex.

"Hei? Aku hanya meletakkan jemariku dan tidak bermaksud memasukkan jari-" Ryle menghentikkan perkataan Alex dengan ciumannya, Ia kembali menghisap puntung rokoknya dan menghembuskannya kembali melalui ciuman mereka.

"Aku pulang, sampai jumpa!"

Waktu telah menunjukkan pukul satu malam. Ryle berjalan gontai menaiki anak tangga menuju kamar pribadinya. Ia sangat lelah karena perjalanan yang cukup membosankan. Rambutnya telah berantakan dengan sedikit penampilan yang kusam.

Diraihnya knop pintu dan membukanya. Seketika matanya kembali terbuka setelah melihat sang ayah yang telah berdiri bersidekap menghadap sang anak.
"Pulang terlambat, lagi?"

"Ya, seperti yang kau lihat." Ryle melempar dompet kecilnya ke sembarang arah lalu melepas high heels nya.

"Aku tidak akan memberimu uang lagi jika kau masih berhubungan dengan Bar dan Bocah itu!" Ancam Mack dengan penuh penekanan.

"Kita hanya berteman. Kenapa kau melarangku berhubungan dengannya?"

"Karena kita tidak mengetahui sudut pandang keluarganya, pendidikannya pun tidak diketahui! Kau tidak pantas bersanding bersama orang yang tidak berpendidikan."

Emosi Mack telah memuncak, hampir saja ia terbawa emosi untuk menampar wajah Ryle. Tetapi dengan cepat ia meninggalkan Ryle agar hal yang tidak ingin dilakukan terjadi.
Mack mungkin sering menangani kasus mengerikan dan hampir melumpuhkan sesorang tapi tidak dengan Ryle, walau sikap dan kelakuan liar anaknya ia tidak pernah melayangkan tamparan atau hal lebih lainnya.

Menjadi anggota kepolisian tidaklah mudah, apalagi sering menangani kasus kejahatan. Mack sangat tau betul latar belakang Alex Albern. Alex adalah sosok Lelaki yang hanya bisa memanfaatkan harta kekayaan orang lain tetapi sering menjatuhkan harga diri seorang Perempuan. Maka dari itu Mack tidak ingin Ryle mengenal Alex lebih jauh.

Beralih ke Ryle yang sedang berdiri menatap cermin di meja riasnya. Ia terlihat sedang memaparkan bedak tabur ke wajah cantiknya. Karena sehabis mandi, Ryle hanya menggunakan bedak tabur tanpa polesan lainnya.

Teringat akan sesuatu, ia segera meraih dompet yang ia lempar ke sembarang arah tadi. Kemudian ia mengeluarkan secarik kartu nama yang diberikan Lelaki tampan di bar.

Disana hanya terdapat tulisan nama Hugo Damares dan diatasnya terdapat nama Roger Damares. Tidak ada tulisan dan makna lain disana.
"Jadi? Ia berbohong atas kartu nama ini?"

Ryle membolak-balikkan kartu nama tersebut, berharap ada suatu petunjuk disana. Bodohnya, ia terus menatap kertas itu dengan pandangan kosong yang membuat ia tertidur dan meraih mimpinya seakan lupa dengan dunia nyatanya.


Tbc...


A Romantic Killer✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang