Chapter Eight: The Invitation

9.8K 2.1K 116
                                    

Enjoy

***

Alex tidak mampu melepaskan pandangannya dari Mia yang sekarang menangis tersedu-sedu, dan ditarik oleh Jimmy ke dalam pelukannya.

Dia juga tak mampu lagi menjelaskan, kepada yang lain bagaimana Alex dan Davin bisa berakhir di dalam satu sel penahanan yang sama. Sebab suaranya yang masih belum terdengar jelas, dan tidak ada yang bisa mengartikannya dengan mudah seperti Mia.

"Ada baiknya, kita segera menghampiri tamu kita sekarang ini tuan-tuan. Tidak sopan rasanya jika kita terus membiarkan mereka menunggu," saran Baron santai, mendahului yang lain keluar dari ruangan karena sudah yakin tidak akan ada penyerangan dan pembubaran aliansi oleh Jhonny.

Jhonny terus memperhatikan, hingga Ades juga pergi mengikuti tuannya dari belakang. Dia terdiam sejenak memikirkan langkah terbaik untuk diambil. Namun, tidak memiliki ide apa pun karena semuanya terasa masih rancu.

"Ikut aku." Jhonny akhirnya mengikuti Baron. Sementara Jimmy yang masih memeluk Mia hanya mengangguk.

"Tetap di sini. Aku akan segera kembali," katanya, lalu pergi.

Sandra menghampiri Mia yang masih berusaha keras mengendalikan kesedihannya.

Mia tahu betul, kemungkinan tipis yang dimiliki Davine untuk hidup setelah melihat langsung penyergapannya hari itu di layar di kamar Jimmy.
Seharusnya itu membuat Mia tidak sesakit ini, tapi bagaimanapun persiapan mental yang dilakukan Mia, semuanya sia-sia begitu mendengar secara langsung keluarga satu-satunya sudah pergi.

Sandra yang prihatin menghampiri Mia dan membimbingnya duduk di kursi terdekat. "Duduklah, sayang. Tenangkan dirimu," katanya.

Mia mengangguk. Berusaha menghapus air mata yang terus berkeluaran dengan punggung tangannya.

"Akan kucarikan pakaian kering untukmu. Tunggu di sini."

Begitu Sandra pun pergi, ruangan itu pun berubah menjadi sepi.

Masih dalam keadaan berbaring, dan tidak kuat berbuat banyak, Alex memperhatikan Mia yang berjarak setengah meter darinya.

"Ssssst ...."

"Maaf," ujar Mia lirih karena mengira sesenggukannya berisik untuk Alex.

"Hei ...," suara itu terdengar lagi.

Kepala Mia terangkat untuk melihat laki-laki babak belur itu. Menatapnya dengan kelopak yang nyaris tertutup. Sebelah tangannya terulur memanggil.

Mia mendekat dan memegang tangan Alex yang dengan seluruh kekuatannya menggenggam tangan gadis itu.

Mulutnya kembali bergerak mengatakan sesuatu walaupun dengan suara yang serak dan pecah.

Mia membalas perkataan Alex dengan senyum, walaupun matanya terus tergenang sedih.

Kau harus bertahan. Davine menyayangimu.

***

Di ruangan yang lebih senyap dan tersembunyi, dua orang messeger dari Selatan menunggu dalam cemas. Survivor di sini terlihat tidak begitu bersahabat, dan melihat jumlah serta keramaian yang terjadi di arena tadi membuat keduanya menyimpulkan kalau kelompok ini bukanlah kelompok yang kecil.

"Menurutmu apa Alex sempat memberi penjelasan kepada mereka?" Steven, survivor berambut afro bertanya pada rekannya.

"Aku tidak tahu. Semoga saja dia menjelaskan," jawab yang satunya. Jika tidak mungkin kita tidak akan bisa keluar lagi dari sini. Pikir  Eric, tapi tidak menyuarakannya. Ucapan bisa saja jadi kenyataan.

Behind The Rush (Behind The Wall Trilogy #2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang