Segera setelah pertemuan berakhir, Jimmy langsung pergi menaiki tangga dan membuka pintu ruangan Baron yang juga menjadi tempat Alex dirawat. Ruangan itu terasa sangat kontras dengan arena yang begitu riuh di luar sana—karena di sini lebih sunyi dan hangat, membuat pikiran Jimmy jadi jauh lebih tenang. Apalagi begitu dia menemukan seseorang yang sangat familiar dengannya.
Senyum langsung merekah begitu menemukan gadis berambut coklat kusut—yang tengah tidur di tempat duduk—dengan kepala yang terbenam dalam lipatan tangannya di ranjang Alex.
Rasanya wajar jika gadis itu kelelahan karena ada begitu banyak hal yang terjadi pada malam kemarin.
Seperti keputusan pertama yang dia ambil untuk dirinya sendiri, ketegangan karena messenger dari Selatan yang hadir di sini, hingga diskusi tentang peta yang dibawa Alex dari tempat penyekapannya. Semua itu menguras pemikiran dan energi. Bahkan Jhonny yang seorang survivor saja sudah kewalahan dan beristirahat. Apalagi gadis biasa seperti Mia yang terlalu rentan untuk dunia baru ini.
Langkah Jimmy terhenti saat Alex yang disangkanya sedang tidur menolehkan kepala ke arah suara pintu yang terbuka, menatap Jimmy dari balik mata lebamnya. Melunturkan senyum senang pria Asia itu seketika, dan menggantikannya dengan ekspresi yang lebih tidak terbaca sebagai sebuah pertahanan diri yang otomatis.
"Alex, kau masih hidup," sapanya, sambil berjalan ke arah mereka berdua. Langkahnya kemudian berhenti setelah dia berdiri di sebelah Mia, dia mengintip wajah gadis itu.
Mia tidak bergeming.Alex menjawab dengan mengangkat kedua alisnya, "Maaf mengecewakanmu."
Ini merupakan obrolan pertama mereka sejak pertengkaran di ruang makan hari itu, yang berujung prank mematikan Jimmy.
Jimmy mendengus. Dia kemudian tidak mengatakan apa pun lagi. Tangannya terlalu sibuk terangkat untuk menyibakkan rambut cokelat Mia yang menutupi wajahnya.
"Kau butuh Sandra datang kemari?"
"Tidak perlu."
Jimmy mengedikkan bahunya tidak mau ambil pusing karena ada hal lain yang lebih menarik untuknya. Lagipula dia datang ke sini bukan untuk menjenguk anak buah paling keras kepala Jhonny.
Jimmy mengusap wajah Mia lembut. Dia masih belum selesai merasa bangga pada bunganya setelah memberikan banyak pendapat soal peta yang dibawa Alex. Semua pendapatnya masuk akal. Dan dengan pengalaman yang dimilikinya saat ditahan di berbagai kelompok survivor, dia jadi banyak membantu Jhonny untuk memikirkan strategi melindungi dan mempertahankan kelompoknya. Semua perasaan itu terus menumpuk dan memenuhi pemikiran Jimmy tiap kali Mia bicara langsung pada Jhonny. Dengan yakin mengatakan kalau peta itu lebih dari sekedar penanda kelompok, bahwa Tyaga juga sempat memiliki sesuatu yang sama seperti itu.
Jimmy merasa seperti Ayah dengan anak emas yang selalu ranking satu di kelas.
"Jangan persulit dia. Rencana apa pun yang kau pikirkan, hentikan. Aku tidak akan membiarkannya." Nada dingin yang dikeluarkan Alex membuat Jimmy melirik ke arahnya.
Senyumnya semakin mengembang.
"Kau pikir apa yang akan kulakukan?" Tanya Jimmy geli.
Alex terdiam. Dia sendiri tidak begitu yakin Jimmy berniat jahat pada Mia, melihat cara dia menatap gadis itu. Tapi sebagai orang yang pernah keracunan obat pencuci perut, sedikit banyak rasa curiganya selalu muncul. Alex hanya yakin kalau Jimmy sedang memikirkan sesuatu.
"Aku tidak bisa menebak pemikiranmu. Tapi apa pun itu, jangan harap aku akan diam saja. Dia sudah terlalu banyak mengalami kesusahan," jawab Alex, melihat wajah Mia sebelum menatap ke langit-langit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Rush (Behind The Wall Trilogy #2)
Science FictionKetika tempat teraman di seluruh dunia baru ini tak lagi menjadi tujuannya. Mia Sanders kini berusaha mencari alasan baru untuk bertahan. Dengan usahanya sendiri, Mia ingin membuktikan kalau dia pantas untuk diterima. *** Kepulangan Alex setelah be...