Chapter 13 : The Truth Revealed (part 2)

13.4K 2.2K 437
                                    

Enjoy

***

MIA

Dalam hati aku bersyukur pada cahaya oranye yang dihasilkan lampu minyak dalam kamar mandi ini, karena sangat membantu untuk menyembunyikan wajahku yang aku yakini pasti merah padam. Sungguh aku pun tidak merencanakan semua ini, dan entah arwah apa yang merasukiku hingga melepaskan semua pakaianku di depan Alex, hanya menyisakan pakaian dalam saja. Yang kuinginkan saat ini hanya agar tidak diusir.

Jantungku pun tidak ingin kalah heboh dengan genderang yang ditabuh saat akan terjadi perang, ketika menatap sok berani ke arah Alex yang kini menengadah, dan memasang ekspresi seperti kesal karena kedutan yang sempat muncul sesekali di sisi rahangnya. Membuatku mengepalkan tangan di kedua sisi tubuhku untuk menguatkan tekad.

Tak ada kalimat apa pun yang dikatakan Alex bahkan setelah aku duduk di tepi bak mandi tepat di depannya. Tetes demi tetes air yang tumpah akibat berat badanku menjadi satu-satunya suara saat itu. Alex masih terlihat tidak senang. Tak ada kalimat apa pun yang dikatakan Alex bahkan setelah aku duduk di bak mandi tepat di depannya. 

"Apa yang sedang kau lakukan, Mia?" Nada bicaranya terasa seperti pecutan cambuk yang membuatku takut. Bibirku membuka, mencoba untuk mengatakan sesuatu tapui tak ada kata yang meluncur keluar selain helaan napas yang berubah gemetar.

"Aku ... tidak mau keluar. Aku mau di sini."

Alex menghela napasnya. Dia lebih dulu yang menyudahi adu tatap kami, dan tiba-tiba langsung mengguyur wajah hingga rambutnya dengan air, hingga basah total. Membuatku berkedip.

"Apa kau tahu yang kau lakukan ini berbahaya sekali?" tanyanya dengan suara lebih keras, sebelum aku punya kesempatan untuk bicara. Dia terlihat sangat marah dengan mata yang membulat dan dada yang naik turun bersamaan dengan tarikan napasnya yang dalam dan cepat. Alex kemudian mencengkram tanganku, menariknya dengan keras agar aku segera berdiri.

"Pakai pakaianmu sekarang." Katanya lagi. Seperti tidak menyadari betapa kencang cengkraman tangannya hingga menyakiti tanganku.

Aku mulai merintih sakit, berusaha melepaskan tangannya dariku. "Alex, kau menyakiti tanganku."

"Apa menurutmu ini hal biasa? Mau dianggap jalang oleh survivor lain?" Dia terus mencecarku dengan pertanyaan retoris tanpa mau repot menunggu jawaban dariku.

Kata-kata dari mulut Alex sama sakitnya dengan cengkraman tangannya di pergelangan tanganku yang sepertinya akan patah jika dia terus melakukan itu.

"Aku bukan perempuan seperti itu! Lepaskan tanganku."

"Tidak akan ada yang percaya pembelaanmu kalau kau mengatakannya hanya dengan pakaian dalam seperti ini. Sekarang berdiri dan pakai pakaianmu." Dia terus berusaha menyeretku keluar dari bak mandi.

"Lepaskan!"

"Berdiri!" Alex menyentak tanganku hingga aku terpekik.

"Aku akan pergi sendiri. Tolong lepaskan tanganku!" Tangisku pecah saat itu. Sementara tangannya langsung melepaskanku secara tiba-tiba hingga air menciprat ke wajah kami berdua. Seperti habis diguyur air dingin, Alex mulai sadar apa yang sudah dia lakukan.

Tanganku yang lain langsung membalut bekas genggaman Alex yang kini berbekas sambil menatapnya marah tapi dengan air mata yang tidak mampu kuhentikan.

Tatapan Alex melunak melihatku buru-buru menyeka air mata yang semakin meluap hingga menetes jatuh.

"Aku hanya melakukan ini karena itu kau. Tidak pernah dengan yang lain, kenapa kau berpikir hal sejahat itu tentangku." Suaraku pecah di tengah isakan yang seperti gemuruh badai. Membuatku terdengar menyedihkan ketimbang serius.

Behind The Rush (Behind The Wall Trilogy #2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang