Chapter Twenty Three : The Wish

9.4K 1.4K 155
                                    

Mia

Jimmy tidak hanya berteriak di pertemuan tersebut, tapi dia dengan cepat melemparkan sesuatu yang sejak tadi digengamnya. Terlalu spontan hingga pengawal Damien tidak sempat melindungi pimpinan mereka yang saat ini meringis sambil memegangi kepalanya.

Inhaler tersebut mendarat sempurna ke kepala Damien. Mengenai keningnya dan memancing seruan protes dari dua orang messenger kelompok Selatan dan tiga orang pengawalnya yang sekarang terlihat ingin membalas Jimmy kalau bukan karena Jhonny dan Carlos ikut berdiri bersama beberapa anggota Evidance.

Suasana menjadi sangat kacau setelah itu. Semua orang mulai berdiri dan meninggikan suaranya.

Makian dan sumpah serapah muncul dari setiap kubu.

Mataku hanya dapat mengikuti setiap pergerakan mereka tanpa mampu benar-benar mengerti.

Alex mulai menarik tanganku dan menyeretku berjalan bersamanya. Terpincang-pincang dia membawaku keluar dari ruangan menuju kembali ke kamarnya, dan kubiarkan saja dia menarikku.

Pintu kayu ringkih itu menjadi korban emosi Alex yang meluap-luap. Dengan sekali ayunan setelah mendorongku masuk, dia membanting pintunya hingga menghasilkan suara yang membuatku terlonjak takut.

Alex mulai memaki, mondar-mandir di kamarnya. Sementara aku duduk di tepi kasur. Mengulangi kembali kata-kata Damien dan berusaha mencerna tiap informasi yang kudapat hari ini.

Ada pintu yang bisa dimasuki menuju ke dalam dinding.

Mereka punya rencana besar lain untuk menghancurkan survivor yang masih bertahan.

Mereka punya obat untuk Jimmy.

"Mia."

Aku tersentak. Mataku membulat melihat Alex yang memperhatikanku dengan tatapan khawatir bercampur marah.

"Tanganmu bergetar." bisik Alex meraih tanganku dan menggosok-gosoknya di antara kedua telapak tangannya.

"Mereka tidak akan bisa memaksamu masuk ke dalam sana. Aku tidak akan membiarkannya. "

"Alex..."

"Kau hanya perlu khawatir jika aku khawatir oke?"

"Seberapa senang dirimu kalau aku bisa membantu rencanamu? Tidak mengalahkan ... tapi mungkin aku bisa membantu melemahkan mereka."

Alex berhenti menggosok tanganku. Kepalanya terangkat untuk melihat wajahku dengan ekspresi seperti tidak mengerti dengan apa yang baru saja kukatakan.

"Huh?"

"Kau bilang ingin berjuang kan? Karena itu kau mau melakukan apa pun." jelasku dan kembali bertanya.

"Kau ingin mengikuti rencana mereka?"

"Aku ingin mencobanya."

"Apa kau ingin mati?" Alex meninggikan suaranya. "Kau tidak dengar apa yang terjadi dengan informan mereka yang sebelumnya? Dia tidak peduli apa kau akan keluar hidup atau mati, yang dia inginkan hanya agar ambisinya tercapai!"

Alisku bertaut menatapnya, "Beberapa jam yang lalu kau juga penuh ambisi seperti dia, Alex."

"Aku berambisi karena aku mampu."

"Dan aku tidak mampu? Kau kembali ke Evidance dengan kaki hancur jika kau lupa."

Alex menatapku nyalang, dia kembali berdiri dan berjalan ke arah jendela. Kedua telapak tangannya terkepal keras. Tapi suaranya terdengar jauh lebih tenang.

"Jika kakiku hancur, bayangkan apa yang akan mereka lakukan padamu kalau begitu. Damien ingin menjadikanmu umpan, apa kau tidak lelah hidup sebagai umpan di sepanjang hidupmu?"

Behind The Rush (Behind The Wall Trilogy #2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang