"Persiapannya sudah hampir selesai, pasokan makanan cukup, penjagaan juga sudah disebar ke setiap sudut wilayah, tapi fokus utama ada di gerbang depan. Semua sudah sesuai dengan perintahmu," kata salah seorang survivor Evidance, melaporkan perintah yang diberikan kepadanya tanpa berhenti berjalan mengikuti Carlos yang memeriksa barisan truk berisi pasokan makanan yang baru masuk.
Perlahan Carlos mengangguk begitu mereka sampai pada truk kelima dari deretan. "Orang-orang Nawa?"
"Belum ada kabar."
Carlos tetap mengangguk-angguk. Saat dia akan menoleh ke arah survivor itu, matanya tidak sengaja menangkap bayangan seorang gadis yang dia kenali dari rambut coklat mengkilap terkepang rendah di samping bahunya.
"Segera kabari aku kalau mereka tiba. Dan Gia ...," ke Mia yang duduk di balik karung pasir sambil memainkan bandul yang terlihat seperti lonceng dengan kedua kaki ditekuk. "Dirikan selusin tenda lagi, minta bantuan orang-orang Baron kalau diperlukan, bilang ini perintah dari Jhonny,"
"Baiklah," Gia mengagguk, dan pergi untuk mengerjakan tugasnya lagi. Sementara Carlos tertarik untuk menghampiri gadis yang dilihatnya tadi. Dengan senyum tipis terukir di bibirnya.
"Mia ... Mi dulce amiguita," panggilnya, yang dijawab Mia dengan lirikan sekilas saja. Menambah lebar seringaian geli Carlos. Sesuatu yang menarik pasti sudah terjadi. "Boleh aku duduk di sebelahmu?"
Mia tidak menjawab selama beberapa detik, tapi kemudian akhirnya dia menggeser posisi duduknya, memberi ruang untuk Carlos menghenyakkan diri di tanah sambil bersandar di karung pasir yang ditumpuk.
"Sedang apa di sini?"
Mia menggeleng, "Menjemur batrai," jawabnya singkat, menunjuk ke arah karung pasir yang menjulang sedikit di belakang mereka. Carlos menggigit bagian dalam mulutnya untuk menahan senyumnya semakin terkembang. Karena meskipun terlihat lucu, Mia tampaknya akan marah dan pergi kalau dia terlihat terlalu menikmati ekspresi mendungnya.
Laki-laki itu kemudian teringat sesuatu dan segera merogoh kantongnya, menarik keluar dua buah permen karet dari saku di rompinya.
"Mau?"
Mia melirik ke arah telapak tangan Carlos yang selebar mangkuk makan, lalu mengernyit, "Aku bukan anak kecil, Carlos."
"Rasa jeruk," dan perkataan itu cukup untuk membuat Mia meraih permen karetnya. Tentu saja itu membuat Carlos terkekeh sedikit sebelum dia berhasil mengendalikan dirinya. Mereka sibuk mengunyah permen sambil memperhatikan orang berlalu-lalang.
Perintah untuk membangun tenda tampak sedang dikerjakan beberapa meter dari jarak mereka duduk. Dan beberapa orang lainnya masih menurunkan muatan dari dalam truk berisi makanan yang baru tiba tadi. Semua orang sibuk. Begitu juga dengan Carlos seharusnya. Tapi mengorek gosip dari sumber terpercaya untuk jadi bahan tertawaannya di depan Alex tentu tidak kalah penting.
"Ramai sekali," komentar Mia pelan untuk pertama kali sejak dia duduk di sana berdua dengan Carlos.
"Ya, dan ini belum semuanya."
"Masih ada yang akan datang?"
Carlos mengangguk, lalu jarinya terangkat, "Evidance, Baron, Nawa, dan kelompok dari Selatan mereka semua akan tiba di sini hari ini. Well ... kelompok Selatan mungkin akan tiba tengah malam, atau besok pagi, jarak mereka cukup jauh juga kalau diingat-ingat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Rush (Behind The Wall Trilogy #2)
Science FictionKetika tempat teraman di seluruh dunia baru ini tak lagi menjadi tujuannya. Mia Sanders kini berusaha mencari alasan baru untuk bertahan. Dengan usahanya sendiri, Mia ingin membuktikan kalau dia pantas untuk diterima. *** Kepulangan Alex setelah be...