Chapter 31 : The Vow

2.2K 126 15
                                    

Mereka terkepung, tidak ada yang menduga kalau daerah ini ternyata dinaungi puluhan orang yang sekarang memperhatikan mereka tanpa suara. Bayangan yang mereka ciptakan membuat sebagian lorong menggelap, sehingga Jay dan Rick hanya bisa menggenggam senjata mereka semakin erat.

"Ini tidak akan berakhir baik ..." Rick berbisik pada rekannya. Alex yang dadanya tertembak masih terjatuh tidak sadarkan diri, meskipun dia masih bernapas. Mia berlutut di sebelahnya, ikut memperhatikan sekitar dengan tatapan panik dan air mata yang masih menggenang.

"Jika kalian menyakiti kami, kelompok kami akan datang membalas. Orang yang baru kau tembak itu adalah messenger, kalian paham artinya itu kan?" Jay mencoba bertanya sedikit lebih keras agar lebih banyak yang mendengar mereka.

Tidak ada jawaban. Hanya terdengar suara isak tangis bocah laki-laki yang dipanggil Mike oleh ayahnya yang sekarang sedang berlutut.

"Kami tidak ingin mencari masalah. Tapi kalian yang masuk ke daerah ini tanpa izin." Tiba-tiba dari salah satu gedung terdengar jawaban. Laki-laki yang jauh lebih muda dari laki-laki yang sedang berlutut itu. mengenakan kemeja putih kusam, dengan rambut pirang yang sedikit acak-acakan.

Mendengar itu Jay dan Rick semakin memegang erat senjata mereka. Menganggap perkataannya sebagai ancaman.

"Jangan, kalau kalian menyerang aliansi akan membalas dan itu tidak akan berakhir baik untuk kelompok manapun. Tidak kah kau ingin kita semua bertahan hidup di sini?" Tiba-tiba entah keberanian dari mana, Mia berdiri dan berseru ke arah mereka yang sedang bersitegang.

"Ada banyak wanita di sini ..." bisiknya sekali lagi sambil melirik ke atas, ke arah orang-orang yang sedang menatap dari atas gedung. Sebagian dari mereka adalah wanita yang hidup jauh lebih layak dari kelompok lain, mengingat bagaimana penampilan wanita yang hidup di Eagle Eyes dulu.
"Kau menjaga mereka dengan sangat baik." Mia menatap ke arah pimpinan kelompok ini dengan sedikit senyum.

Entah kenapa dia yakin kalau mereka bukanlah orang jahat.

Laki-laki itu tidak langsung merespons, butuh beberapa menit untuknya menurunkan senjatanya ke arah Jay dan Rick.

"Ini kesalahan, kami akan lakukan apa yang kau minta asalkan masalah ini tidak menjadi lebih besar lagi."

"Kau pemimpin mereka?" tanya Jay menunjuk kerumunan di atas gedung dengan moncong senjatanya.

Dia mengangguk, "Kami bersedia berunding."

***

Di samping kasur yang langsung diletakkan di lantai, Mia duduk sambil menggenggam tangan Alex yang masih belum sadarkan diri setelah dua jam berlalu. Jay dan Rick masih berunding dengan pemimpin orang-orang ini. Dan sebagai langkah awal perdamaian, mereka mengizinkan Jay menghubungi Evidance dan memberi sinyal bantuan. Mereka juga menawarkan tempat sampai survivor Evidance lainnya tiba. Sehingga di sinilah mereka, menunggu.

Lebam biru dari tembakan yang diterima Alex untuk menyelamatkan Mia terlihat semakin jelas di dada sebelah kirinya. Meskipun rompi yang ia gunakannya sebagai messanger menyelamatkan nyawanya, tapi rasa sakit yang dia terima tetap saja ada.

Ingatan kejadian beberapa jam lalu itu masih mampu membuat mata Mia berkaca-kaca tanpa mampu ia  kendalikan. Tangannya mendingin begitu melihat tubuh laki-laki itu terjatuh dan tidak bergerak. Sekarang pun dia masih takut, karena Alex yang masih belum sadarkan diri.

Mia menghela napas, dan menelan dengan susah payah. Sesekali, ia akan mengusap rambut Alex lembut. Memanggil namanya.

Tiba-tiba saja pundaknya terasa disentuh oleh seseorang, membuat gadis itu menoleh cepat. Anak laki-laki yang dia lihat menangis ingin menyelamatkan ayahnya menunduk dan takut-takut menyapanya.

Behind The Rush (Behind The Wall Trilogy #2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang